Bagaimana bisa hal sesepele lupa meletakkan catatan kuliah membuatku Cora merasa tak layak untuk hidup dan terpuruk seperti ini?
Sore itu, walaupun sudah lulus kuliah, Cora berniat untuk mereview materi kuliah yang pernah diajarkan dikampusnya karena beberapa hari lagi Cora akan tes tulis kerja. Tapi catatannya hilang, Cora lupa meletakkannya dimana. Corapun meminta Nenek serta Ayahnya untuk mencarikannya. Namun Nihil. Belum ketemu. Padahal sudah 2 jam dicari.
Karna tak kunjung ketemu, Corapun mulai kesal dan mulai menduga-duga. Ia takut tak sengaja tersapu saat dibersihkan lalu ikut dibakar ayahnya. Atau ikut diloakkan neneknya bersama kertas-kertas tak berguna.
"Nek, Ayah. Akukan sudah bilang jangan masuk kamarku buat bersih-bersih, kertas dikamarku ini penting semua. Almarhum Ibu aja nggak pernah ngebuang-buang kertas Cora padahal sekamar sama Cora." tutur Cora kesal.
"Nenek nggak buang apa-apa. Mangkannya Cora, naruh barang langsung ditempatnya. Udah tau pelupa" sahut Nenek.
"Jangan fikiran jelek terus Cora, Matanya dibuka, coba inget-inget lagi" sahut Ayah Cora.
'Kenapa sih kok malah gitu responnya. Ini juga, kenapa musti hilang saat butuh, kemaren-kemaren ada liat padahal' batin Cora.
Hari semakin malam dan catatan Cora belum ketemu, Nenek dan Ayahnya juga mulai berhenti mencari catatan Cora dan melanjutkan kegiatan mereka.
'Kok mereka nggak bantuin nyari lagi sih, mana kamarku jadi berantakan banget karna kukeluarin semua. Kalau udah diloakin atau dibuang ayah, ya percuma aku nyari gini. Haduh gimana nih, apa ini pertanda aku emang nggak berjodoh sama perusahaan yang ini ya, terus aku kerja apa, kok aku selalu apes gini sih, ada aja kejadian.' batin Cora.
Selagi Cora semakin pusing mencari, ia melihat neneknya lebih memilih melihat sinetron daripada membantu Cora. Hal itu membuat Cora naik pitam.
"Nenek, gimana sih, ini itu penting nek buat persiapan Cora besok. Minta tolong. Kok malah liat sinetron. Nggak pengertian banget, kenapa sih nggak ada yang bantu Cora, kenapa sih hidup Cora mau dapet kerja aja gini banget." Teriak Cora yang mulai frustasi dan menutup kamarnya dg kasar.
Bukannya berhenti dan menenangkan diri, Cora semakin sibuk mencari. Karna kesal, Corapun menangis dan mulai melemparkan semua kertas-kertasnya.
'Kenapa si, mau belajar aja gini amat. Padahal catatan Cora penting banget, liat hidup temen-temen Cora kok kayak mulus-mulus aja'
Ia pun memutuskan untuk berbaring diatas kasur sambil menangis lebih keras lagi. Corapun mulai mengingat-ingat seluruh ketidak beruntungannya dalam hidup. Mulai dari ibunya yang meninggal, Ayahnya yang 3 bulan ini pengangguran, Neneknya yang sakit-sakitan, skripsinya yang tak kunjung kelar, sampai pada ditinggalkan mantan yang paling ia cintai. Corapun semakin terpuruk dan semakin menangis. Ia meluapkan seluruh emosinya menjadi tangisan. Setelahnya iapun tertidur.
Kejadian seperti ini bukan kali pertama dalam hidup Cora. Entah apa yang merasuki Cora (#jangan nyanyi) saat kehilangan barang. Perasaanya begitu campur aduk dan pemikirannya berasumsi yang tidak-tidak.
Dimana saat mulai tertekan keadaan, Corapun melampiaskanya dengan mulai menyalahkan orang lain terutama orang terdekatnya. Jikalau semakin tertekan, Cora akan menangis dan mulai menyalahkan diri sendiri.
----------------
Hari berikutnya,
Cora terbangun dipagi hari dengan mata yang sembab. Saat terbangun, ia tercengang melihat dirinya sendiri dan kondisi kamarnya. Semuanya berantakan.
Iapun terduduk dipinggir kasur dan mulai mengingat-ingat kejadian kemaren. Corapun menyesali perbuatannya. Ya, sangat menyesal. Catatan kuliahnya tidak sepenting itu, karna belum tentu dalam tes tulis nanti, soal yang diujikan akan sama persis dengan catatan kuliahnya. Ya, catatan kuliahnya hanya salah satu perantara untuk belajar. Iapun berbicara dengan dirinya sendiri.
'Kenapa kemaren aku sepanik itu ya... Maafkan aku tuhan, aku sudah lepas emosi. Sekarang, aku telah menyia-nyiakan satu hari untuk belajar dengan sibuk mencari kertas, membentak nenekku kemaren, belum lagi kamarku yang berantakan ini... apa yang kemaren kulakukan.' Batin Cora.
Sadar jikalau mengevaluasi tindakannya dengan hanya berfikir akan membuat Cora semakin menyalahkan dirinya sendiri, ia pun bergegas menulis dan mengevaluasi kejadian kemaren dibuku catatan emosinyanya.
Setelah menguraikan semuanya dengan berpikir lebih rasional, Corapum segera sholat. Setelah sholat, ia membereskan kamarnya dan berniat meminta maaf kepada neneknya. Tapi ternyata neneknya masih tidur.
Cora dalam sesalnya, mengamati neneknya yang tertidur.
'Bagaimana bisa kemaren aku begitu tega membentak wanita yang lemah ini hanya karna masalah sepele. Maafkan aku nek.' Batin Cora.------------
"Negative minds breed negative assumptions that lead to blaming and regreting."
Ketakukatan Cora saat kehilangan barang dilandasi dari asumsi buruknya akan hal-hal buruk yang mungkin terjadi jika barang itu hilang. Asumsi akan dampak buruk kehilangan itu mengaburkan penilainya akan sebarapa penting barang itu sebetulnya. Dalam kasus ini, catatan kuliah Cora sebetulnya tidak sepenting itu karna ia masih bisa belajar lewat sumber lain seperti youtube ataupun pengalaman teman.
Ketakutan dan asumsi buruk itu juga memaksa Cora merasakan emosi frustasi. Rasa tertekan dari frustasi ini begitu membebani Cora, dengannya Cora melampiaskannya dengan menyalahkan orang lain, keadaan atau diri sendiri. Yang tentunya tidak memberi solusi dan membuatnya menyesal saat rasa frustasi itu sudah hilang.
Apakah ada yang seperti Cora?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan untuk sembuh
Non-Fiction"Aku menerima segala kekuranganku seperti aku menerima segala kelebihanku". Terdengar sederhana, tapi nyatanya sulit untuk dipraktekan, sangat sulit. Masa lalu yang menyakitkan dan masa depan yang begitu tidak pasti, akankah aku mampu melalui semua...