Nggak tau kenapa, lagi mood aja lanjutin book yang ini...
Hope you Like it!
••
•
20 Juli 1998...Ada sepiring biskuit di meja kopi bundar, diterpa cahaya matahari sore yang datang dari jendela. Di sisi sepiring biskuit, terdapat dua cangkir dan sepoci teh.
Draco membuang napas kasar, melempar tatapan jengkel pada sepupunya, Harry Potter, yang asik melamun memandang kosong. Meski matanya terus menerus bergerak dari satu arah ke arah lainnya, Draco tahu bahwa tak satupun yang ditangkap oleh mata hijau permata itu benar-benar tercerna dengan benar oleh otaknya. Dari pandangan lesu, dan bahunya yang lemas dan punggung bungkuk, Draco bisa menebak apa yang sekiranya ada di dalam kepala sepupunya yang cantik.
"Mau kau menangis bombai juga tidak akan kembali."
Harry mendelik, mata hijau permata nya memandang tajam sepupu pirang nya yang kurang ajar.
"Diam kau. Kau tidak membantu sama sekali."
"Lebih baik dari pada bermuram durja dan merana nestapa." Draco membalas, mengambil satu biskuit, bersenandung enak saat coklat lumer di mulutnya.
Harry merosot di sofanya. Bantal sofa dipeluk dengan erat. Mulutnya yang cemberut merengut tertutupi oleh bantal. Ada desahan berat darinya, membuatnya terlihat semakin menyedihkan di mata Draco.
"Bagaimanapun caranya, tetap saja Pangeran Kegelapan akan mati. Yang namanya Pangeran Kegelapan, pasti akan mati. Kalau tidak mati, pasti terkurung atau menerima ganjaran yang setimpal." Draco menasehati.
Meminum tehnya sejenak, keduanya terdiam, dan Harry menatap sepupunya dengan mata berkaca-kaca. "Itu sudah hukum alam. Setiap kejahatan selalu ada balasannya, cepat atau lambat."
Benar apa kata Draco.
Harry tak bisa menyangkal fakta itu. Sudah merupakan ketetapan alam bahwa setiap perbuatan pasti ada ganjarannya. Dan bagi Voldemort, dia menemui kematian yang menyakitkan dan lambat. Sedangkan bagi Harry, sebagai ganjaran atas cinta terlarang nya pada Pangeran Kegelapan, harus meniti lara yang amat sangat, dan kesadaran bahwa cintanya berakhir tragis.
Pemikiran itu membuat hatinya sakit.
Draco melompat kaget di sofanya, hampir menumpahkan teh ke pangkuannya. Meletakkan cangkirnya dengan kasar, Draco mengirim pelototan seram pada sepupunya yang tiba-tiba merengek keras.
"Diam!" Draco menghardiknya, yang dituruti Harry.
Si pemilik mata hijau menatap Draco dengan mata berkaca-kaca dan raut muka yang sedih disertai sudut mulutnya yang melengkung ke bawah.
"Draco..."
"Berhenti merengek, dasar jelek!"
Si empu yang dibentak terdiam, tubuh bergerak spontan menjauh. Keduanya terdiam sejenak.
"Huwaaa!"
"Diam dasar jelek!"
*
*
*
*
*
23 Juli 1998...
Draco pikir dirinya sudah menjadi gila.
Dia telah setuju untuk tinggal di Grimmauld Place menemani sepupunya, Harry Potter, yang mengaku tidak suka tinggal sendiri. Sepupunya itu bahkan sampai merengek padanya, menangis bombai dan menarik-narik celananya sampai terturun dan celana dalam bermotif hati merah muda yang ia kenakan terlihat oleh mata-mata dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dusk Till Dawn
FanfictionHarry berjanji untuk tetap berada di sisi Voldemort dari senja hingga fajar datang.