Bab 3

7 2 0
                                    

Runi membelai rambut panjang Shima, kemudian mencium keningnya. Bagi Runi, Shima sudah dia anggap sebagai anak sendiri sejak kedekatannya dengan sang putri. "Katakan, apa yang terjadi sebelum kamu ke sini? Ceritakan semuanya. Luapkan apa yang ingin kamu luapkan."

Satu tetes air mata luruh di sudut mata Shima. Gadis itu hanya menundukkan kepala. Sebenarnya, dia tidak mau berbagi lara pada siapapun. Ucapan penguatan dan usapan kasih sayang dari Runi mampu meruntuhkan benteng yang selama ini dia bangun. Dengan terbata-bata, gadis itu pun bercerita.

"Bapak, meminta uang lagi tapi enggak aku kasih. Bapak marah besar."

Runi memeluk erat gadis di depannya. Setelah melepaskan pelukannya, wanita separuh baya itu mengatakan akan mengambil peralatan P3K untuk mengobati luka Shima. Tak lama kemudian, Runi datang dengan membawa sebaskom air dingin dengan handuk kecil serta salep.

"Mendekatkan, diobatin dulu biar luka mu sembuh. Setelah itu singsingkan lengan baju dan celanamu. Pasti ada memar lain di tubuhmu," kata Runi yang membuat Shima terkejut. Tidak menyangka bahwa ibu Sita mengetahui tentang luka-luka yang dideritanya.

"Tan-tante...."

"Sudah kubilang berapa kali dari dulu, panggil aku bunda. Sama seperti Sita. Kamu sudah aku anggap anakku dari dulu."

"Ba-baik, Tan-eh, Bunda," jawab Shima.

Dengan penuh kehati-hatian Runi mengompres bekas luka lebam Shima. Mulai dari luka lebam di wajah, lengan, hingga kaki. Runi mengoleskan Oparin gel ke bagian tubuh yang lebam. Salep ini dapat mempercepat proses pemulihan lebam atau memar, dan dapat mengurangi gejala yang terjadi seperti bengkak, kebiruan, dan nyeri.

Wanita itu terenyuh saat mendapati banyak luka lebam di sekujur tubuh Shima. Ayah macam apa yang tega menganiaya putri kandungnya sampai sedemikian parah. Apakah tidak ada rasa belas kasihan mendengar sang anak merintih kesakitan?

Saat gadis itu berjalan ke ruang tamu tadi, Runi melihat Shima berusaha berjalan tegak meski tertatih.
Dia berpikir pasti ada hal yang tidak beres menimpa teman putrinya itu. Ternyata, apa yang dikhawatirkan menjadi kenyataan saat mengetahui luka lebam di sekujur tubuh Shima.

"Setelah ini, istirahatlah di  kamar Sita. Sita pulang agak malam karena tadi dia izin ada pekerjaan tambahan. Kamu pasti capek. Sebelum beristirahat, kita makan terlebih dahulu. Kamu pasti lapar." Ucapan Runi seolah titah bagi Shima. Wanita separuh baya itu mengatakan dengan kalimat tegas seperti tidak ingin disanggah. Shima melangkah menuju kamar Sita untuk meletakkan tas dan berganti baju dengan daster miliknya.

Runi menunggu Shima di meja makan. Keduanya menikmati makan malam dalam diam. Masing-masing seperti larut dalam pikirannya sendiri. Shima yang memikirkan apakah Dendi pulang ke rumah dan mencarinya. Apakah ayahnya sudah makan, karena hari ini dia belum memasak untuk sang ayah. Luka lebam di sekujur tubuhnya membuatnya tidak bisa memasak hari ini. Sementara Runi memikirkan bagaimana nasib Shima kedepannya. Apakah tidak ada masalah jika ayah Shima tahu bahwa anaknya berada di rumahnya. Runi membulatkan tekad melindungi gadis di hadapannya.

Di rumah ini hanya dihuni oleh Sita dan ibunya. Sang Ayah meninggal saat Sita berusia 10 tahun karena kecelakaan sepulang dari kantornya. Sejak itu Runilah yang menjadi tulang punggung keluarga dan membiayai hidupnya juga sang putri. Runi bekerja di pabrik dan baru saja pensiun saat usianya sudah tidak lagi produktif.

"Bunda, aku izin ke kamar Sita, buat istirahat, ya," kata Shima dengan suara pelan.

"Iya, istirahatlah. Hari ini pasti hari paling sulit bagimu. Tenang. Di sini kamu aman bersama kami."

#IWZPAMER2023

On-OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang