"Ga nyangka habis ini lulus anjir."
"Iya cok, kalian ga mau kuliah ditempat yang sama?"
"Mungkin gue, Granger sama Aamon kuliah ditempat yang sama."
"Gue pindah kota sih."
Seketika hening, Julian malah bingung.
"Kenapa kuliah jauh-jauh Jul?"
Julian menghela nafas, sejenak suasana menjadi hening kembali. Sepertinya Julian sedang memikirkan jawaban yang tepat.
"Orang tua gue yang maksa, jadi gue ga bisa nolak."
Teman-temannya kecewa. Sejak sekolah dasar hingga menengah atas, bagaimana bisa mereka berpisah? Sulit untuk mereka yang sudah menjalani kehidupan bersama.
"Ya udah, mana mungkin bisa bersama terus? Akan ada yang namanya perpisahan dibalik pertemuan." Ucap Aamon dengan nada kecewa, membuat suasana menjadi sedikit mellow.
"Iya bener, ga mungkin bersama terus sampai mati juga." Melissa setuju dengan Aamon, sedikit bercanda diakhir katanya.
"Anjir sampai mati, ngeri." Beatrix terkekeh kaku, kemudian kembali hening melihat suasana sekitarnya semakin tidak mendukung.
Beberapa menghela nafas kasar, ada juga yang mendongakkan kepalanya keatas. Untungnya tidak lama, seseorang mulai angkat bicara.
"Iyaa semoga saja sukses semua dan hidup bahagia bersama ayanknya." Ucap Hanzo sedikit bercanda, berusaha menghangatkan suasana agar tidak sedih.
"Yahaha, malah ga sabar nikah sama ayank." Ling ikutan bercanda.
"Sekalian lo habis ini langsung nikah aja, gausah lanjut kuliah."
"Langsung ke kamar juga." Pikiran Melissa mulai melayang kemana-mana.
"Bener mel, dia udah kebelet kawin."
"Mulai deh otaknya pindah ke lutut."
Mereka tertawa keras, lagi-lagi Aamon hanya tertawa kecil.
Dan waktu semakin berlalu. Tidak terasa sudah waktunya pulang sekolah, beberapa hari lagi wisuda kelulusan mereka. Sedari tadi mereka masih menempel seperti lem.
"Kalian ga mau janjian habis ini? Jalan-jalan bareng gitu karena besok sudah ga sekolah lagi."
"Oh iya, persiapan buat wisuda."
"Sebelum Jujul pindah kota juga." Julian memukul pelan bahu Aamon, merasa geli dengan panggilan yang Aamon bikin.
"Gue bisa, kalo kalian bisa ga?"
Hanzo memberi jempol, tanda dirinya bersedia. Granger, Ling dan Beatrix mengangguk.
"Kalo kalian bisa gue juga bisa." Ucap Melissa yang terlihat jelas hari ini dia bebas.
Semuanya berpendapat yang sama, namun hanya tersisa Aamon yang masih berpikir.
"Gimana Mon? Lo bisa ga?" Julian menoleh kearah Aamon, berharap Aamon juga ikut.
"Kalo itu-" belum sempat Aamon melanjutkan, seseorang lebih dulu memanggilnya.
"Aamon, kamu belum pulang?" Seseorang datang dengan motor besar berwarna abu-abu, berhenti didepan Aamon dan teman-temannya.
"Eh belum pak, saya nunggu dijemput." Jawab Aamon dengan ragu, padahal tidak ada yang akan menjemputnya.
Aamon berniat memesan ojek online, tidak ingin merepotkan.
"Sini saya antar aja." Tawar Seseorang bersurai putih yang masih menaiki motornya.
"Ciee Aamon."
"Lo ga bilang kalo lagi deket sama pak Natan." Ling menyenggol lengan Aamon yang dibalas tatapan tajam dari Aamon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [Natan x Aamon x Xavier]
De TodoDitengah kesibukannya dengan ilmu, dirinya juga jatuh cinta dengan seseorang. Kemudian takdir mempertemukan mereka. Waktu demi waktu berlalu. Perasaan itu semakin tumbuh. Sejak bertemunya dirimu. Sulitku merelakanmu. Note : Natan x Aamon Xavier x Aa...