Hai semuanya!
Ini cerita terbaru aku, mungkin bisa dibilang cerita yang bikinnya aja dadakan.
Jika menurut kalian bagus bisa lanjut baca,kalau nggak ya boleh langsung capcus..
Salam hangat. Uri
•0
Calista membuka paksa pintu kamar kakaknya,membuat sang empunya tersentak kaget.
"Kakak!—Bruk"
Calista terkekeh merebahkan tubuhnya diatas kasur kakaknya,membuat perempuan yang usianya 4 tahun lebih tua itu mendengus kasar.
"Belom cuci kaki,mandi sama bersih-bersih ya,Lo?!" Ceelva. Atau sapaan akrabnya Cece,itu melotot marah.
Bukannya menjawab, Calista malah terkekeh sambil menggeleng. Dia menenggelamkan wajahnya di bantal. Melihat itu Cece tak segan-segan untuk menarik tangan adiknya agar bangun dan lekas membersihkan tubuhnya.
"Lo itu abis dari luar,gue kagak mau yah Lo pulang-pulang bawa penyakit! Sekarang juga cepetan mandi!" Omelnya. Sebenarnya Calista tau jika kakaknya amat sangat menjaga kebersihan,tapi mengingat dirinya habis pulang dari perjalanan jauh bukannya disuruh istirahat sebentar malah langsung bersih-bersih.
Calista berdecak. Dia bangkit dengan asal-asalan lalu berjalan menuju kamarnya sendiri dan mulai melakukan aktivitas sesuai perintah sang kakak.
Cece menggeleng kepalanya tak habis pikir. Dia merapikan kasurnya lalu segera melangkah keluar berniat untuk membuatkan adiknya makan malam.
•0
Harum masakan menguar di rumah kontrakan yang hanya memiliki 2 kamar itu. Sederhana memang namun bagi Calista ini yang paling nyaman. Sehabis mandi,dengan rambut pendek sebahu yang masih basah. Dia menduduki kursi meja makan dan mulai mengambil makan malamnya.
Cece yang baru saja dari kamarnya berdecak melihat air yang menetes dari rambut adiknya yang belum kering itu mendengus kasar. Dia mengambil handuk lalu mengeringkannya.
Calista melirik ke belakang. "Biarin Ce,nanti aku keringin sendiri"
Mengusap rambut pendek itu dengan seksama,Cece melirik sekilas. "Lanjutin makan aja,ini air dari rambutmu bikin basah lantai. Gue gak mau malam-malam harus nge-pel" dengusnya.
Calista berdehem. Dia baru saja menyelesaikan makan malamnya. "Nanti aku pel kok"
"Gak usah"
Selesai mengeringkan rambut Calista,Cece segera mengambil piring adiknya itu untuk ia cuci. Calista hanya melihatnya, gerakan kakaknya itu sangat gesit.
"Aku bisa cuci sendiri kali,kak" dengus Calista. Dia merasa tidak melakukan apa-apa. Kayak bocil aja gue
"Kelamaan!" Calista hanya mendengus mendengar jawaban itu.
Selesai mencuci piring,Cece mengambil kursi didepan Calista. Waktunya cukup luang sebelum shift malamnya dimulai. Lagipula dia belum menanyakan seputar hari ini pada adiknya itu.
Dengar-dengar adiknya itu baru saja mengikuti perlombaan,hanya itu yang Cece tau,itu pun dari grup wali murid sekolah adiknya berada.
Menopang dagunya, Cece menatap lekat Calista. "Gimana 3 harinya?" Tanyanya.
Calista yang tadinya asik bermain ponsel,membalas pesan-pesan temannya pun mendongak lalu menyudahi aktivitas bermain ponselnya.
"Seru! Sekolahnya besar banget kak! Sumpah deh aku sampai nyasar terus!" Cerita Calista heboh.
Jika di ingat-ingat, Calista dan Cece menetap disalah satu kota kecil dan tentu saja untuk menunjang kebutuhan pendidikan Calista,Cece mendaftarkannya disalah satu SMA biasa di kotanya. Selain keterbatasan biaya, keterbatasan fasilitas kota juga menjadi halangan utama. SMA Calista berada tidak terlalu favorit tetapi masih tergolong bagus mengingat banyaknya prestasi yang sudah diraih oleh beberapa muridnya.
Karena letaknya yang hanya di kota kecil, sekolah itu juga tidak terlalu besar. Berbeda dengan sekolah-sekolah yang berada di kota-kota besar.
Raut senang terlihat di wajah Cece. "Wih se-gede itu kah?" Tanyanya.
Calista mengangguk antusias. "Iya kak! Dan kakak tau,disana itu muridnya juga behh udah kayak artis-artis!" Ujarnya menggebu-gebu. Wajar saja,Calista merasa jika wajah mereka hampir mirip dengan artis-artis di televisi kecilnya.
"Pantes lah! Terus-terus gimana lagi?"
Dan percakapan mereka lanjut sampai—
"LO MENANG?!" Calista mengangguk cepat, ekspresinya antusias.
"WOAHH! HEBAT LO CAL!" Cece berdecak kagum,dia memberikan dua acungan jempol kepada Calista,tidak dapat dipungkiri jika dia juga merasa bangga atas pencapaian adiknya.
Calista terkekeh bangga pada dirinya sendiri. Dia mengusap belakang kepalanya,agak malu. "Makasih kak cecee!"
Cece terkekeh geli. Matanya menatap jam dinding yang tertempel diruang tengah itu. Menunjukkan pukul setengah delapan, sepertinya ia harus segera bersiap-siap.
"Yaudah,gue mau si—
"Kak!"
Ucapan Cece terhenti, dia menatap Calista memberinya kesempatan berbicara sebelum ia bersiap untuk shift malam.
"Gue ketemu sama cowok kemarin pas acara" ujarnya.
"Terus?" Cece menatap tak paham.
Sedikit menimang-nimang untuk menceritakan atau tidak dan akhirnya Calista memilih untuk bercerita. "Aku ketemu gak sengaja pas lagi keliling sekolahannya. Dan pertemuan itu buat aku ngerasa Dejavu. Apa aku pernah ketemu sama dia kak?"
Cece menatap lekat membuat subjek yang ditatap itu sedikit gugup.
"Emm, kak—"
"Gak usah dipikirin. Nggak penting" ujar Cece sebelum akhirnya bangkit dan mulai bersiap-siap dikamarnya.
Tatapan Calista tidak lepas dari aktivitas kakaknya sebelum akhirnya sang kakak mulai memasuki kamarnya. Dia menghela nafas panjang. Ada apa ini? Apa dia salah lagi?
"Padahal gue cuma cerita doang" Calista beranjak dan mulai melakukan aktivitasnya.
Ditempat lain..
Seseorang menatap pantulan dirinya di cermin dengan mata yang memancarkan sorot kesedihan. Dan tak lama kemudian orang itu mulai menangis terisak.
"Seharusnya kamu nggak boleh ketemu sama dia terlebih dahulu" ujarnya disela-sela isakan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul Mati
Teen FictionSMA Jayawijaya menjadi tuan rumah untuk perlombaan beberapa cabang olahraga tingkat nasional. Calista-salah satu peserta dari sekolah lain yang mengikuti cabang olahraga volly. Tiga hari acara itu berlangsung,selama itulah Calista mengenali sebagia...