1. Let's Begin!

20 1 0
                                    

"Kasus penculikan anak yang belakangan ini marak terjadi di Jakarta semakin meresahkan para orang tua. Dapat dilaporkan saudara, sudah ada dua belas kasus yang tercatat selama kurun waktu dua puluh delapan hari..."

"...polisi masih terus menyelidiki kasus ini dengan mengumpulkan bukti CCTV dan memperketat beberapa titik daerah yang kerap menjadi Tempat Kejadian Perkara berlangsung. Sementara itu, saudara, dua orang terduga pelaku masih diburu petugas hingga..."

"Mas Surya, ayam gorengnya dua, ya!"

"Siap!"

"Saya pesan tiga, Mas, yang bumbu Korea!"

"Oke, sudah dicatat, Pak Mujib! Mohon ditunggu sebentar!"

Kedai ayam goreng ini selalu sibuk pada jam makan siang. Suara pesanan terus bersahutan dari ujung pintu hingga pangkal dapur yang tak henti menyajikan puluhan ayam renyah dengan bumbu rahasianya yang paling terkenal.

Meskipun bangunannya tak sebesar restoran ayam cepat saji lainnya, Kedai "Ayam Goreng Matahari" tetap menjadi pilihan nomor satu para pekerja ibukota untuk menuntaskan rasa lapar.

Didirikan sejak tahun 2018 oleh Surya Bramantyo, sempat diambang kebankrutan pada 2020 akibat badai pandemi, hingga kini; akhirnya kembali bersinar menjadi kedai ayam goreng favorit yang selalu ramai dikunjungi pembeli.

Bangunannya berwarna putih dan beratap merah, kursi-kursi dan meja mungil berukuran dua sampai empat orang berjejer rapi di atas ubin abu-abu yang dipasang sejajar. Empat buah kipas angin menggantung melambai di bawah plafon putih; dibiarkan menyala untuk menghalau udara Jakarta yang panas dengan bantuan jendela-jendela bundar tanpa teralis yang dibuka lebar.

Bangunan ini dibeli Mas Surya — begitu ia disapa, dari salah satu pewaris keturunan Belanda. Seperti peninggalan bangunan Belanda yang lain, pondasinya masih kokoh terawat hingga kini.

Mas Surya hanya melakukan renovasi kecil pada bagian plafon dan toilet. Kemudian, dibersihkan dan dicat ulang agar terlihat seperti kedai ayam goreng penggugah selera pada umumnya berkat bantuan tiga orang pemuda; Wafda — keponakannya, dan dua temannya yang ajaib: Bara dan Dika.

Diberikan kata "ajaib" bukan tanpa sebab, televisi 21 inch yang bertengger di pojok kedai sejak dua tahun lalu adalah ulah mereka. Hasil berkeliling di tempat pembuangan komplek perumahan elit yang dihuni artis-artis ternama.

Hanya bermodalkan uang sebesar dua puluh ribu — sebagai uang rokok Pak Udin, satpam komplek; Kedai Ayam Goreng Matahari akhirnya bisa memiliki TV bagus yang menjadi primadona utama kedai setiap pertandingan bulu tangkis hingga sepak bola timnas berlaga di kompetisi bergengsi.

"Totalnya jadi empat puluh ribu, Pak Mujib." Wafda, pemuda beralis tebal sebagai punggawa kasir kedai memberikan struk pembelian kepada Pak Mujib.

"Siap, ini saya bayar pake uang lima puluh juta, Mas Wafda."

"Kalau begitu, saya kembalikan sebesar sepuluh juta kepada Bapak." Balas Wafda yang diakhiri dengan tawa terbahak-bahak dari Pak Mujib. Senang ia, pemuda ini selalu menanggapi leluconnya secara tepat sasaran.

Begitu pun dengan pendengarannya yang tak pernah meleset. Wafda sudah bisa menerka akan ada motor yang berhenti di depan kedai. Jaraknya masih sekitar... satu kilometer! Wafda memejamkan matanya sejenak, suara mesin motor digas begitu keras melebihi batas kecepatan yang wajar. Sekilas ia tersenyum, sudah menduga-duga bahwa pengemudinya memang bukan orang yang penuh sabar.

"Mas Sur, ada lagi yang perlu dianter gak?" motor belum berhenti, namun suaranya sudah menggema dari luar kedai. Mata rubahnya mengintip dari ambang pintu, melongok ke arah dapur tanpa turun dari motor.

T.R.I.OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang