Halaman 00.

9 1 0
                                    

Karena Jepang mengalami dampak ekonomi yang buruk, Keluarga Izumi memutuskan untuk mengungsi ke Indonesia selama sepuluh tahun kurang lebihnya. Mereka yang terdiri dari Izumi Shintaro (ayah), Izumi Hanamachi (ibu), Izumi Mitsuki (anak pertama usia enam tahun) dan bayi yang sedang dikandung Hanamachi yang berusia empat bulan berangkat setelah berpamitan pada tetangga dan orang terdekat mereka pada tanggal Sepuluh Agustus.

Kenapa Indonesia?

Jawabannya karena disana ada teman lama Hanamachi, yaitu Nanase Naomi. Dia juga yang menyarankan Hanamachi untuk tinggal di Indonesia. Selain masih sesama Asia, lingkungan di Indonesia tidak seburuk Jepang. Abaikan soal kebersihan, orang-orang disini sangat ramah dan hangat pada siapapun tak peduli darimana mereka berasal.

Awal datang ke Indonesia, semua terkena culture shock pastinya mulai dari cuaca, gaya hidup, sampai rasa masakan. Semua adalah pertama kali untuk keluarga kecil ini, tapi sejauh ini Mitsuki dan suaminya jelum komplen soal apapun kecuali kebersihan. Hanamachi sedikit lega pilihannya tidak salah.

"Kochi! Kochi! [1]"

Sekarang di hari ketiga mereka di Indonesia, Hanamachi dan Naomi berjalan-jalan disebuah pasar malam bersama sepasang anak kembar Naomi, Nanase Riku dan Nanase Tenn berusia empat tahun, yang sibuk menarik Mitsuki kesana-kemari sambil berbicara bahasa Indonesia yang masih dicampur Bahasa Jepang.

"Jangan lari-lari nanti jatuh! Jangan menarik Mikki juga kasian dia." Peringat sang ibu lembut. Kedua anak yang tidak berwajah simetris itu mengangguk sambil tertawa dan tetap menarik Mitsuki ke sebuah booth jajan tradisional. "Naomi-san, itu apa?" Tanya Hanamachi, telunjuknya menunjuk booth dimana anaknya dan anak Naomi berdiri.

"Kue tradisional khas Indonesia. Kau mau coba?" Tanya balik Naomi. Mendengar kue, Hanamachi menggangguk semangat. Dia sangat menyukai kue dan berencana akan membuka toko kue didekat rumahnya. "Hai bocil-bocil Nanase! Bawa siapa tuh? Ibu baru liat. Eh Mbak Nao! Kemana aja ga keliatan?" Pemilik booth jajanan itu ternyata kenalan Naomi.

Hanamachi sudah tau akan keramahan negara ini, tapi melihat dengan matanya sendiri masih membuat wanita muda itu terkejut. Ibu paruh baya itu memeluk Naomi dan memberikan kecupan pipi kanan dan pipi kiri, tak lupa dia mengusap kepala Tenn dan menggendong Riku yang sudah menarik-narik bajunya sejak tadi.

"Riku jangan merepotkan Ibu. Sini sama Okaa-san." Naomi sudah menggenggam lengan bawah Riku, tapi bocah berambut merah itu menggeleng dan memeluk erat leher Ibu itu. "Gapapa, gapapa. Mbak bawa temen kah? Anaknya lucu pisan oren kieu [2]." Puji Ibu penjual kue itu. Tangannya yang bebas mengusap kepala Mitsuki pelan.

Naomi menerjemahkan apa yang dikatakan Ibu pada Hanamachi dan begitulah selama percakapan berlanjut.

"Begitu.. Terima kasih banyak! Saya kenalan Naomi-san. Nama saya Izumi Hanamachi dan itu anak saya Izumi Mitsuki, kami sekeluarga baru tiga hari di Indonesia. Mohon bantuannya." Ujar Hanamachi sopan sambil membungkuk. Hanamachi beserta Mitsuki membungkuk hormat dan itu membuat Ibu itu tertawa geli melihatnya, "Jangan formal-formal ah sama Ibu mah. Nama Ibu Sri, tetanggaan kita mulai sekarang ya." Balas Ibu Sri.

"Bu! Kue... Riku mau!" Si kecil merah maroon mulai aktif mengungkapkan maksud hatinya. "Jangan menyusahkan." Dan Tenn yang belajar Bahasa Indonesia dengan sangat cepat sudah bisa mengerti dan paham hampir seluruh percakapan layaknya orang Indonesia. Hanya saja jika berbicara terlalu cepat Tenn juga akan pusing sendiri.

"Spesial buat perayaan temennya Mbak Nao pindahan, ini makannya rame-rame ya sama Mitsuki." Ibu Sri memberikan setoples Nastar yang masih hangat. "Eh? Tidak apa? Kami tidak membawakan apapun untuk Ibu Sri-san." Hanamachi menggeleng menolak, tidak elit rasanya bagi dia menerima buah tangan sebanyak itu.

"Gapapa. Ambil aja, terus jangan panggil Ibu Sri-san. Ibu Sri aja dah cukup." Balas Ibu Sri. Karena Hanamachi masih sungkan menerima kebaikan Ibu Sri, Naomi-lah yang menjadi sasarannya. "Mbak bawa aja ya. Itung-itung buat tester sama temen keliling pasar malem." Katanya sambil memaksa Naomi memegang kuenya.

Pada akhinya kedua perempuan dewasa beserta anak-anak manis ini mengucapkan terima kasih. Ibu Sri kembali ke boothnya setelah menurunkan Riku dari gendongannya. "Riku, beli kalo mau minta kuenya." Ujar Tenn lembut. "Un! Wakatta! [3]" Balas Riku lucu, Tenn tidak yakin kembarannya itu benar-benar mengerti atau tidak.

Setelah berpamitan, mereka mencari tempat untuk makan. "Anak-anakmu keren juga sudah paham Bahasa Indonesia dalam waktu singkat." Puji Hanamachi, matanya tak lepas melirik Tenn yang tengah bercengkrama dengan Riku dan Mitsuki di taman dekat pasar malam. "Akupun merasa kalah jauh darinya." Balas Naomi dengan senyum paksa. Tangannya membuka toples Kue Nastar yang didapat.

"Nah! Ambil satu-satu setiap orang ya? Jangan berebut dan makan tergesa-gesa karena disini ada banyak." Ujar Naomi. Riku dan Tenn sudah mendapatkan satu ditangannya, Mitsuki masih menatap kue itu dengan pandangan yang sulit diartikan. "Ini apa?" Tanya Mitsuki. "Kēkī! [4]" Jawab Riku bersemangat sambil mengambil Nastarnya lagi.

"Semua orang juga tau itu kue." Gumam Tenn cemberut. "Ini namanya Nastar. Kue bundar yang memiliki isi Selai Nanas didalamnya. Cobalah!" Jelas Naomi. "Eh! Enak.. Selai Nanas bisa dibuat seperti ini ternyata.." Kagum Hanamachi sambil menatap kue yang sudah digigitnya. Riku sendiri sudah melahap Nastarnya yang ketiga.

Ibunya suka, berarti kuenya enak. Begitu prinsip Mitsuki untuk makanan yang tidak diketahuinya. Jadi dia mengambil satu dan memakannya. 'Oh! Benar.. rasanya enak.' Batin Mitsuki. Berbeda dengan penampilannya yang terlihat keras, Nastar justru lembut saat digigit. Selai Nanasnya menyatu dengan baik bersama gula. Tidak terlalu manis, namun tidak terlalu asam. Cocok jadi teman minum bersama teh atau kopi.

"Ini air. Makan kue seperti ini rasanya buat mulut kering." Naomi mengeluarkan beberapa botol air dari tasnya. "Ah! Aku tak sabar untuk menguasai Bahasa Indonesia! Aku ingin bersosialisasi langsung dan membuat berbagai macam kue tradisional di Indonesia." Ujar Hanamachi. Dia tersenyum lebar sambil mengunyah kue keduanya dan mengusap perutnya yang agak membuncit.

'Benar.. ada banyak rasa pasti disini. Aku juga mau mahir berbahasa Indonesia.' Pikir Mitsuki.

.

- [Prolog Bagian Satu Selesai] -






Keterangan:

> Kalau ada kalimat bercetak miring itu adalah situasi dimana karakter sedang ngebatin.
> Untuk kalimat yang bercetak tebal adalah karakter yang berbicara dengan Bahasa Jepang

[1] "Sini! Sini!"
[2] " ... oren gini."
[3] "Un! Paham!"
[4] "Kue!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

la Creme IzumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang