02

349 79 13
                                    

Please enjoy yorobuuunnn






















Saugi mengendarai mobilnya dengan pelan menyusuri jalanan desa menuju ke mess yang ia bangun untuk para pegawainya dan menjadi tempatnya untuk tinggal sementara. Setelah menyelesaikan sesi diskusi dengan teman-temannya, pria itu langsung bergegas kembali ke desa. Sebenarnya ia masih ingin di kota lebih lama karena tidak ingin bertemu dengan Alin dahulu untuk beberapa waktu, namun ia kasihan dengan Joanna karena pekerjaannya nanti akan jadi lebih banyak hanya karena atasannya putus cinta.

Memalukan.

Dirinya pikir semua orang sudah terlelap di rumah mereka masing-masing, tapi kerumunan di ujung jalan membuatnya keheranan. Lampu mobilnya menyorot orang-orang yang berkumpul di dekat seorang pria yang terlihat kesulitan dengan motor tossanya. Namun bukan pria itulah yang membuat Saugi tanpa ragu menepikan mobilnya dan keluar dari kendaraannya tersebut.

“Alin? ada apa ini?” Tanya si Monolid. Ia tidak peduli dengan berpasang-pasang mata yang menatap heran padanya. Ia pun beralih pada wanita yang berdiri di samping sang mantan sambil memeluk seorang gadis kecil.

“Karin?!” kagetnya ketika mengenali sosok mungil tersebut. Mata Karin terpejam dengan sapu tangan terselip diantara bibirnya.

“Saugi, bisa tolong antar aku dan Mama Karin ke puskesmas. Karin demam tinggi dan sempat kejang. Dia…”

“Ayo masuk mobilku.” Saugi memerintah tanpa sempat membiarkan Alin menyelesaikan kalimatnya. Ia langsung berlari membuka pintu penumpang belakang serta depan, sebagai tanda bahwa ia mengijinkan dua wanita itu untuk menaiki mobilnya.

“Pak gus, maaf kami ikut pak Saugi ya.” Alin berbicara pada pria baya pemilik motor tossa yang seharusnya mengantar ia serta Karin dan Mamanya. Namun motor tua itu memilih untuk mogok di waktu yang tidak tepat.

“Iya Alin pergilah. Cepat bawa Karin ke dokter.” Pria itu mengibaskan tangannya menyuruh si wanita segera masuk ke dalam mobil. Tanpa pikir panjang Alin langsung menarik ibu muda yang sedari tadi berdiri di sampingnya, memasuki mobil sang mantan dengan sang anak digendongan.

Si monolid segera memutar arah mobilnya dan berkendara sesuai arahan yang diberikan oleh Alin. Isak tangis yang berasal dari kursi belakang turut mengisi ruang di dalam kendaraan tersebut. Saugi serta Alin tidak berhenti melirik lewat spion tengah, memastikan gadis kecil digendongan itu masih bisa ditolong.

Selang 10 menit dan berkat kecepatannya, mereka sampai di puskesmas yang nampak sepi itu. Saugi awalnya ragu dengan penampakan gedung tua bernuansa putih itu namun sepertinya tidak ada pilihan lain. Ia pun langsung keluar dari mobil dan membuka pintu untuk dua penumpangnya.

“Biar saya yang gendong dia.” Saugi meminta. Sejujurnya wanita itu ingin menolak namun melihat kondisi Karin saat ini membuatnya lemah dan ia tidak ingin menjatuhkan buah hatinya itu. Kini posisi Karin sudah terlindungi lengan kekar si pria. Mereka berdua pun berlari memasuki puskesmas dan meninggalkan Alin yang terdiam menyaksikan hal tersebut.

Rasanya sungguh aneh melihat Saugi sepeduli itu pada wanita lain karena hal tersebut tidak pernah terjadi sebelumnya. Namun si wanita seperti disadarkan pada satu hal, mungkin yang Saugi pedulikan adalah Karin, bukan Nyonya Kanaya. Dan ia memercayai sugestinya sendiri hingga akhirnya ikut menyusul masuk ke dalam gedung tersebut.

Kedatangan mereka langsung disambut seorang perawat. Matanya yang mengantuk tidak dapat disembunyikan namun ia tetap mampu melayani dengan sigap. Saugi membawa Karin ke ruang rawat dan menidurkan gadis kecil itu di brankar.  Ia memundurkan posisinya, memberi ruang untuk para tenaga medis mengambil alih. Ia menoleh ke samping dan mendapati Alin tengah memeluk Mama Karin yang tidak berhenti menangis. Senyum kecilnya ia berikan saat sang mantan mengalihkan pandangan ke arahnya dan mereka pun saling tatap.

Second Chance (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang