Tidur lelap seorang anak laki-laki mulai terusik kala suara dari sebuah telepon genggam terdengar begitu nyaring di seisi ruangan yang tak lebih dari 15 meter persegi tersebut. Namun, laki-laki itupun tampak enggan untuk melepaskan diri dari mimpi indah yang mengurungnya, padahal jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi dan laki-laki tersebut harus sudah ada di sekolah pukul 06.45 karena ada upacara bendera setiap hari senin.
"Anjir. Ini alarm berisik banget. Kalo ga inget gue miskin, udah gue lempar ini hp" ujar laki-laki tersebut masih bergelung di bawah selimut sambil misuh-misuh tidak jelas.
"Emang jam berapa sih?" lanjut laki-laki tadi berusaha menyadarkan diri dan melihat handphone dia untuk melihat waktu.
"ANJIR UDAH JAM 6! MANA HARI INI UPACARA LAGI" teriak laki-laki tersebut dan bergegas mandi lalu siap-siap untuk berangkat ke sekolah.
Setelah 15 menit berlalu laki-laki tadi sudah menyelesaikan urusannya di toilet dan menyiapkan peralatan sekolah dan atribut yang wajib digunakan untuk upacara.
"atribut lengkap, buku pelajaran ga usah dah, bawa lappy aja biar praktis sama buku catatan satu biar aman kalo ditanya nyatet atau engga" monolog laki-laki tersebut sambil terus mempersiapkan diri untuk sekolah dan langsung berangkat tanpa sarapan.
"Wah ini dia motor kesayangan gue. Hari ini jangan rewel ya bro, kemaren kan udah gue jajanin bensin sama oli baru. Awas aja lu" ucap laki-laki tadi kepada motor kesayangannya yang terparkir rapih di halaman sebuah kosan yang seadanya tersebut.
"Oy Ji! Lu mau berangkat jam segini? Apa ga kepagian?" tanya orang di sebelah laki-laki tersebut yang sedang menaiki motornya bersiap untuk pergi melaksanakan kegiatannya.
"oit bang. Iya nih mau berangkat. Hari senin bang, ada upacara, gue males kalo salip-salipan sama transformer, kalo udah kesiangan. Tau sendiri jalan dari kosan kita suka agak aneh kalo mau ke arah sekolah gue" jeals laki-laki yang dipanngil 'Ji' tersebut.
"oke dah kalo gitu. Gue duluan yak, sama kaya lu nih. Hahaha. Mana kampus gue lebih jauh dari sekolah lu" balas orang tersebut kepada 'Ji'.
"Sip bang, tiati yak!" ujar laki-laki yang dipanggil 'Ji', lalu merekapun memutuskan pembicaraan dan mulai melajukan motornya ke arah tujuan mereka masing-masing.
Laki-laki sedari tadi yang sedang kalian baca interaksinya adalah Azizi Putra Asadel. Dia adalah seorang anak yang sedang duduk di bangku SMA kelas 11 atau kelas 2 SMA di salah satu SMA swasta yang ada di daerah dekat tempat kosannya tersebut. Dia sekolah di sana bukan karena orang mampu atau biasa kita sebut dengan orang kaya, tapi karena di sekolah itu ada program beasiswa untuk anak-anak yang punya kemauan untuk mengembangkan diri dan mau untuk belajar. Sebenarnya dia tidak pintar juga, hanya saja dia konsisten, selalu mendapatkan nilai ambang batas bawah agar tetap dapat beasiswa tersebut; "Gapapa nilai mepet-mepet yang penting sekolah gratis di sekolah bagus. Biar ga tertekan dan selalu aman. Anjay" sebuah kalimat yang selalu terpatri dalam kepalanya agar tetap bisa belajar di sekolahnya saat ini. Dia selalu berusaha untuk mencukupi nilai tersebut karena sekolah yang dia tempati saat ini terbilang bagus, tidak kalah dengan sekolah-sekolah negeri atau swasta unggulan lainnya. Sekolah yang dia tempati saat ini punya berbagai fasilitas yang cukup menunjang apa yang dia inginkan dan juga guru-guru yang kompeten, malah terkadang terlihat strict.
Azizi yang bukan orang kaya pun hanya tinggal di kosan sederhana, tanpa AC, tanpa TV, tanpa kulkas, dan tanpa alat elektronik mewah lainnya, hanya ada satu WiFi yang terpasang berkat insiatif anak-anak kosan dan kebetulan router WiFi tersebut ada di depan kamar dia; "Gapapa ga punya AC, kulkas, TV, atau yang lainnya yang penting WiFi kenceng 24 jam non-stop" begitulah dia mensyukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah, tetap jalani hidup ini melakukan yang terbaik. Dia selalu bersekolah menggunakan motor kesayangannya yang dibiarkan terjaga keorisinilannya dengan tidak memodif motornya dengan hal-hal aneh, motornya termasuk motor tua keluaran tahun 2000 yang bahkan dia belum lahir saat itu, tapi dia tetap senang menggunakannya dan menjaganya, pernah suatu hari motor itu ditawar oleh seorang bapak-bapak seharga 6,5 juta rupiah, namun dia tolak, padahal di pasaran harga motor yang dia gunakan tidak sampai 4 juta rupiah.