Membias

9 2 4
                                    

Sore itu, udara Kota jakarta bagian Selatan sangat dingin. Angin berhembus lumayan kencang, membuat rambutku yang terurai berhembus mengikuti arah angin. Gerimis kecil mengantarkan langkahku yang sedikit terburu-buru menyebrangi jalan, ‘sepertinya hujan akan turun sore ini’ kataku dalam hati, sembari hati-hati berjalan di zebra cross.
Kakiku menetap di lantai sebuah cafe, memasukinya dan kemudian bergegas mencari kursi ternyaman untuk menunggu. Ku putar kepalaku kearah kanan lalu kekiri mencari tempat ternyaman yang ku maksud itu. Akhirnya, setelah beberapa menit aku bermain dengan penglihatanku,  aku menemukan tempat itu. Kursi paling pojok dekat jendela, spot favoritku. Aku segera duduk, memerhatikan hujan yang baru saja mengguyur beberapa menit lalu setelah aku sampai di cafe ini, hujan selalu membuatku merindu. Fikirku terlalu jauh.
Seorang pelayan cafe menghampiriku, menanyakan apa yang aku inginkan untuk di makan atau di minum, juga mempresentasikan beberapa menu yang paling diminati disini, aku tersenyum sedikit. Berharap ia menyudahi presentasinya itu. Kemudian aku menyebutkan satu kopi kesukaanku dengan tambahan sedikit cake untuk mengganjal perutku yang mulai meminta jatah makan. Pelayan itu pamit kembali ke dapur.
Aku kembali hanyut dalam lamunanku, bergabung dengan rintik hujan yang sesuai dengan perkiraanku akan turun sore ini. Pikiranku terbayang pada beberapa waktu lalu, tentang sebuah fakta mengejutkan, juga tentang sebuah kenyataan yang mau tak mau harus kuterima dengan hati yang besar.

***

“hallo, Dri? Kenapa?” tanyaku ketika ponselku berdering kala itu.

“tidak, apa kita bisa bertemu hari ini?” tanyanya di sebrang telpon.

“ah, tentu saja. Dimana?” kataku lagi. “di taman tempat pertama kali kita kencan?” ucapku terburu-buru, berharap di iyakan olehnya.
“baiklah, ku tunggu kamu disana. See you” ucapnya sembari memutus sambungan telpon.
Keningku berkrenyit bingung, ‘apa yang terjadi padanya?’tanyaku dalam hati. Tetapi karna penasaran yang begitu tinggi, akupun bergegas mengganti bajuku untuk menemuinya di tempat yang sudah kami janjikan.

--

Sesampainya ditaman, aku melihat sosoknya. Dengan balutan kemeja flanel juga celaana jeans melambai kearahku.

“hai, udah lama?”tanyaku pada sosok itu. Pria tampan dengan rambut sedikit berantakan juga kumis yang tak kalah berantakannya dengan rambut. Dia adalah Andri, seorang mahasiswa tingkat akhir yang tengah menyusun skripsi yang sepertinya sangat tidak bersahabat sekali dengan dia.

“engga, baru aja sampe. Aku punya sesuatu untuk kamu” ucapnya sembari merogoh tas selempangnya. Mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru, kemudian membuka isinya. Yang langsung membuatku membelalakkan mata saking terkejutnya.

“maksudnya apa?” tanyaku pada dia yang sedang memberikan senyum terbaiknya.

“ini, hasil tabungan aku selama ini, kamu taukan kalo aku mau serius sama kamu?” “aku gamau main-main dan buat kamu menunggu terlalu lama lagi. Aku sayang kamu, maukah kamu menjadi istriku? Kamu punya pilihan untuk menolak kok” masih dengan senyum yang sama, ia menyodorkan kotak itu. Hatiku bergemuruh melihatnya, rasanya sangat mengharukan. Bertahun-tahun kita menjalani semua ini dan akhirnya impian itu terwujud sebentar lagi. Tuhan, inilah salah satu nikmatmu yang sangat indah dan tak boleh ku dustakan?

Tak bisa berkata apapun, aku menganggukkan kepalaku tanda setuju. Ternyata, dia yang menurut oranglain buruk karna tampilannya, dia jugalah yang mampu membuktikan kisah cinta indah itu memang selalu ada.

Setelah cincin itu tersemat dijari manisku, ia berkata lagi “Besok aku kerumahmu, bersama dengan keluargaku. Aku ingin meminta izin pada orangtuamu untuk meminang anak semata wayangnya” ucapnya dengan senyum yang sangat terlihat lebih indah dari sebelumnya. Aku hanya mengangguk menanggapinya, aku terlalu terkejut, bahkan bisa di bilang aku sangat terkejut. Melihat perjuangannya dan juga kesungguhannya untuk mewujudkan setiap mimpi kami. Sungguh Andri memang selalu bisa membuatku terpesona dengan setiap kejutan yang ia berikan.

Kumpulan Cerpen; Sebuah PersembahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang