2.

99 25 4
                                    

Persendiannya seolah lumpuh.

Langit tengah merah darah saat itu, menandakan musim panas yang terik dengan senja yang datang lebih lamat daripada biasanya. Udara yang panas mencekatnya, seolah garis-garis gedung itu tengah melayang saking tingginya temperatur hari ini. Tidak, lebih dari itu, ada sesuatu yang membuatnya merasakan pusaran perasaan buruk di dalam dadanya.

Lelaki itu berdiri lagi, di hadapannya.

Lebih jelas daripada malam sebelumnya.

"Jangan mendekat," tegas Hyunae, menghentikan langkah si adam yang wajahnya tampak gelap. Hyunae tak bisa lihat jelas raut wajah si adam oleh karena ia berdiri membelakangi matahari yang terbenam. Namun, si gadis Kim dapat memahami satu hal.

Dia tampak ... kerasukan.

Caranya berdiri, caranya memandang si hawa ... ia seolah setengah sadar. Bukan seperti orang mabuk karena Hyunae jelas tahu perilaku seseorang di bawah pengaruh alkohol itu seperti apa. Ia seolah dirasuki setan. Seolah yang mengendalikannya adalah makhluk lain dan akal sehatnya telah lenyap.

"Aku peringatkan sekali lagi, jangan mendekat. Kalau kamu lupa, ini masih sore dan aku bisa saja berteriak." Tentu itu adalah ancaman kosong, Hyunae tahu ia tengah berada di bagian jalanan yang sepi, dan ia juga cukup tahu bila ia nekat berlari, lelaki itu bisa saja mengejarnya dengan kecepatan di luar nalar manusia. "Apa yang kamu inginkan? Bicaralah."

Jemarinya telah menekan nomor polisi darurat.

Lelaki itu masih diam sampai Hyunae tersulut emosi akhirnya. "Aku bicara padamu, sial! Kenapa kalian terus mengangguku, sih!? Park Jay, Yang Jungwon, sekarang—"

"Apa Anda menemui Yang Jungwon?" Si adam tiba-tiba berbicara, membuat Hyunae tersentak. Bahasa formal? "Anda menemui Yang Jungwon ... ternyata Anda sebegitu sayangnya, ya, dengan dia?"

"Apa?" Hyunae otomatis menelengkan kepalanya, heran. Sebelah alisnya menukik tajam mendengar pertanyaan, atau lebih tepatnya pernyataan tak masuk akal tersebut. "Aku saja baru kenal Yang—"

"Jangan berpura-pura, dari dulu Anda memang lebih menyukai Yang Jungwon." Suaranya semakin getir seraya si adam mengikis jarak di antara mereka. Hyunae masih membeku sampai akhirnya ia dapat melihat wajah si adam sekarang.

Ia menangis.

Air matanya berlinang, berbinar di bawah langit yang telah gelap dan bergantungan gemintang. "Saya tak pernah memandang siapapun selain Anda ... raga, hati, dan jiwa saya hanya milik Anda, tapi kenapa Anda tega sekali seperti ini?"

"Kamu ini bicara apa sebenarnya!?" Wajah tampan itu menampilkan ekspresi yang begitu menyedihkan, seolah terluka begitu mendalam. Hyunae hampir saja bersimpati andai ia tidak sadar situasi absurd macam apa yang tengah ada di depannya saat ini.

"Saya hanya menyayangi Anda, saya sudah mengikuti segala keinginan dan berusaha membuat Anda senang
... tapi nyatanya, saya tak pernah Anda pedulikan." Badan yang lebih besar darinya itu bergetar hebat seraya si adam berusaha mengais keluar kata-kata di ujung lidahnya. Napasnya tersengal dan maniknya telah memerah akan air mata. "Apa saya masih kurang?

Kenapa bisa Anda meninggalkan saya?"

"Kamu gila—" Telepon tersambung. Teleponnya dengan nomor polisi darurat tadi tersambung. Dan Hyunae yakin jika pihak berwajib melihat situasi mereka sekarang, Hyunaelah yang akan terlihat seperti kriminal.

Tidak, aku kan orang yang tidak bersalah. Dia yang delusional.

Tapi Hyunae tahu di pandangan orang luar, mereka tidak akan terlihat seperti itu. Polisi dapat dengan mudahnya memutuskan bahwa ini hanyalah kasus perkelahian pasangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Salvatore's SalvationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang