Ia terbangun dengan sakit pinggang, Senin pagi yang mendebarkan.
Mengerang, Kim Hyunae mulai menyesali keputusannya untuk ikut reuni angkatan. Sial, ia bahkan tidak sempat lihat salah satu orang yang digadang-gadang akan datang, tapi sampai akhir acara pun tak menampilkan batang hidungnya. Siapa namanya? Salah satu kasanova di SMAnya dahulu, tapi Hyunae tiba-tiba amnesia siapa namanya.
Ia mengingat koridor yang penuh sesak akibat kerumunan yang menyaksikan acara menyatakan perasaan cinta yang sering dilakukan oleh penggemar si adam. Salah satu idola sekolah, si tampan dengan gelar Pangeran Es itu ternyata tak sesosial itu, jika benar ada padanan kata yang dapat mendeskripsikannya lebih baik, kata tersebut jelas tak terlintas di pikiran Hyunae. Ia sudah kepalang hampir tak sadarkan diri andai tak mengingat akibat kebodohannya dalam menentukan kredit semester.
"Satu semester dengan kelas Senin pagi, aku pasti sudah gila." Hyunae beranjak, memastikan tidak ada yang ketinggalan dan jendelanya telah ditutup rapat, sebelum akhirnya mengunci pintu asramanya dan melenggang menuju kampus.
Dalam perjalanannya, si gadis dengan poni berantakan beberapa kali berhenti untuk menyapa kucing-kucing liar. Sesekali ia menendang kerikil, menghindari kubangan yang muncul akibat curah hujan semalam, juga melompati beberapa pup burung yang terlihat di aspal.
Omong-omong, bayangannya tak terlihat di pantulan kaca jendela seiring ia berjalan.
Hyunae sempat terdiam sejenak di salah satu jendela rumah seseorang, hitungan sekonnya hampir berubah menjadi menit seraya ia berusaha untuk menafsirkan entah apa yang tengah ia lihat-atau lebih tepatnya, tidak ia lihat sekarang.
... Masa sih?
Sisa-sisa mabuknya semalam pasti tengah mempermainkan penglihatannya sekarang.
Si gadis Kim lantas menghela napas, kini benar-benar melepas ikatan rambutnya, melemparnya ke dalam tas sembari melanjutkan perjalanan.
Ia terbangun dengan muka bengkak, Senin pagi yang mendebarkan.
"Selamat pagi," sapanya pada salah seorang pemuda yang tampak sibuk dengan dunianya sendiri. Hyunae mendengus, teman-temannya tidak ada yang mengambil kelas Senin pagi, tentunya mereka lebih pintar daripada Hyunae (siapa sih, yang memilih kelas ketika tengah kurang tidur dan bergantung hanya pada kopi? saat Minjeong dan Yunjin berkata Hyunae kurang memiliki skill bertahan hidup, ia mau tidak mau setuju).
Sekarang, ia harus terjebak dengan Senin pagi yang menyebalkan, teman sekelas yang tidak ia kenal, dan lelaki dingin di sebelahnya yang bahkan tak menengok ketika ia menyapa. Ia paham tidak semua orang senang diganggu, tapi apalah arti sapaan yang tidak membutuhkan lebih dari tiga detik? Anggaplah ia dramatis. Semuanya tampak menyebalkan bagi Hyunae yang baru saja mengalami malam paling buruk dalam sejarah hidupnya.
"Harusnya aku nggak ikut reuni, andai aku nggak terbutakan uang." Ia bersidekap, menyesali keputusan hidupnya. Selain ingin bergosip dan mengetahui kabar teman-teman SMAnya, Hyunae juga diundang bukan dengan pesan siaran di grup angkatan, melainkan iming-iming traktiran oleh Beomgyu. Lelaki Daegu itu tahu saja ia tengah krisis moneter, terutama setelah pindah ke asrama. Student Loan tidak terbayar dengan sendirinya, Bung.
Menggerutu, mengomel, katakanlah Hyunae tengah mengutuk di bawah napasnya. Ia keluarkan isi tasnya dengan agak emosi, sampai sebuah kaca lipat tergeletak di atas mejanya. Sejenak, Hyunae lihat pantulan dirinya yang kini tampak jelas pada kaca.
Tuh, kan. Aku ini ada-ada saja.
Namun, entah sinyal apa yang ditangkap oleh cowok di sebelahnya ini, yang sekarang tampak menengok ke arahnya. Topi hitam dengan merek kenamaan, jaket yang sama mahalnya, juga jam tangan yang tidak perlu dihitung digit harganya. Stylish yang membosankan, pakaiannya hitam seolah akan ke pemakaman. Hyunae menaikkan sebelah alisnya, gestur bertanya apa gerangan alasan si lelaki menatapnya sedemikian rupa.