Hujan

7 1 0
                                    

🌷🌷🌷

Rindu? Tidak mungkin, itu terlalu rendah. Cinta? Apalagi. Ini jauh lebih gila dari yang kalian kira. Bahkan, seakan tidak ada yang dapat menjadi perumpamaannya. Bahasa arkais yang kata para penulis novel romantis dan puitis pun sudah angkat tangan. Kalah telak. Tidak ingin lagi berurusan dengan gadis ini. Namun, mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Dia sudah terlanjur menjadi judul dalam drama kali ini. Entah pertanda baik atau buruk.

🌷🌷🌷

Di luar sana, gerimis masih membasahi bumi. Langit sedang menangis, katanya. Padahal, jika dipikir secara logika, tidak mungkin langit dapat menangis. Itu hanya kiasan belaka.

Di dalam sebuah ruangan, tetes air tidak akan membasahi lantai. Mereka hanya akan nampak di jendela, berpacu beramai-ramai menjatuhkan diri, teramat rindu pada bumi.

Dalam ruangan besar tersebut, terdapat beribu-ribu buku, terjejer rapi dalam rak-rak kayu berwarna cokelat. Nuansa vintage memang sulit untuk ditolak. Namun, perpustakaan ini mengusut tema sedikit berbeda. Macam tengah berada dalam mitologi Yunani Kuno. Estetikanya sukses membuat mulut menganga. Dan buku-buku tadi juga ruangan seisinya, tambahkan pula hujan, sukses menjadi saksi bisu akan kegilaan seorang gadis.

Siswi berambut hitam kemerahan dengan panjang sebahu lebih sedikit dan berponi. Dua lesung pipi dan gingsulnya menampilkan kesan imut. Kulit putih bersih, sedikit kemerah jambuan. Tentulah banyak lelaki yang terpikat.

Jangan ditanya dia suka siapa. Macam alur cerita mainstream dan terdapat banyak plot hole, dia suka dengan seseorang yang katanya susah didapatkan. Seperti mudah ditebak saja, ia mengejar-ngejar pemuda tersebut sampai pusing tujuh keliling. Dan akhirnya, dia pun berhasil mendapatkan hatinya.

Mereka berdua adalah Azalea dan Aakash. Bucinnya minta ampun. Itu dulu. Lantas, sekarang? Lihat saja kegilaan yang ditimbulkan Aakash pada Azalea.

Aakash masih santai membaca buku di hadapannya. Lelaki berkacamata itu tidak memedulikan rengekan Azalea di sampingnya. Masa bodo. Itu yang Aakash inginkan. Namun, suara bising Lea membuatnya tidak fokus membaca. Kalah juga dia akhirnya. Aakash menatap Lea tajam.

"Jangan ganggu bisa nggak, sih?!" seru Aakash kesal.

"Iiiihhh, Aakash jangan marah-marah! Ayoklah ke Bu Tari. Aakash minta kalau Aakash yang jadi perwakilan olimpiade kimia sama Lea. Aakash kan lebih pintar dari Aksara. Yaa??" pinta Lea dengan nada diimut-imutkan.

"Nggak."

"Aakash!! Kenapa nggak mau nurutin permintaan pacarnya, sih?!"

"Kita udah putus, Le," balas Aakash lembut. Dia ingin drama ini segera berakhir.

"Aakash nggak pernah bilang gitu, ya! Aakash pikir, Lea pelupa, hah?! Nggak mungkin!" Mata Lea macam hampir keluar saat menyerukan kalimat itu.

"Kamu udah minum obat apa belum?" tanya Aakash, masih dengan nada lembut. Baginya, Lea masihlah perempuan pemenang hati.

Lea semakin melebarkan matanya. Tak habis pikir dengan jawaban Aakash. "Nggak ada obat obat! Lea nggak sakit, ya! Aakash mau ngalihin pembicaraan?!" seru Lea, semakin lantang. Nadanya juga semakin tinggi. Bahkan Aakash pun sampai menutup mata saat mendengarnya.

Kala Aakash membuka mata, Lea masih menatap tajam. Aakash terkejut, hampir terlonjak. Dia heran. Kenapa keaadaan terbalik dalam sekejap?

Aakash menghembuskan napas pelan-pelan. Baiklah, saatnya menjadi savage. Dia beri Lea tatapan tajam. Lebih garang dari milik Lea. Hasilnya, Aakash melihat Lea sedikit ketakutan. Namun, Lea masih melebarkan mata dengan tajam. Just Azalea, being Azalea.

"Kamu minyak, aku air. Nggak akan pernah nyatu," ucap Aakash sarkatis. Dia benar-benar ingin merampungkan ini secepatnya. Menghilang dari hadapan Azalea.

"Aakash lupa, kalau susu itu berasal dari minyak dan air dicampur kafein? Minyak sama airnya nggak memisah, tuh," balas Lea dengan nada mengejek.

Aakash melebarkan mata. Benar-benar tak menyangka akan balasan Lea. "Kamu–"

Lea berdecak. "Aakash, di atas bulan masih ada matahari."

Bantahan Lea sukses membuat Aakash menggebrak meja, sangat keras. Namun, hanya Lea yang dapat mendengar. Di luar, gerimis sudah menjelma menjadi hujam deras.

Aakash tak paham lagi dengan jalur pikiran yang Lea lewati. Pemuda itu berdiri dari kursi, membalikkan badan, dan melangkah menjauh dari Lea, menuju luar ruangan. Meninggalkan Lea yang masih mencerna apa yang baru saja terjadi.

Menyadari Aakash telah pergi, Lea pun segera mendirikan badan, dan mengejar lelaki tadi. "Aakash, tunggu Lea!!" teriak Lea seraya berlari kecil.

Aksi Lea itu hanya mendapat tatapan aneh dari beberapa orang yang ada dalam perpustakaan. Semua dahi mereka mengernyit, tak paham dengan jalan pikir Azalea.

🌷🌷🌷

Jadi, ini hanyalah cerita singkat antara Azalea dan pemuda tampan berkacamata bernama Aakash. Sebenarnya tidak ada yang begitu menarik. Hanya terdiri dari beberapa babak dan satu konflik kecil. Tentang Azalea yang kembali mengejar cinta Aakash. Perihal Aakash yang berusaha menjauhi Azalea. Seperti kisah keduanya sebelum pacaran, tapi bukan persis macam itu. Terlalu rumit untuk dijelaskan. Hanya Aakash yang paham.

🌷🌷🌷









































Seperti blurb yang ada, tidak ada yang terlalu menarik di sini. Hanya cerita tentang bunga dan langitnya. Tambahkan, hanya Aakash yang paham betapa rumit sepenggal kisahnya kali ini.

Terima kasih sudah membaca 🧚‍♀️✨

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Estungkara dalam RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang