Bab 4. Mimpi?

983 142 38
                                        

Dia nyata, tapi aku harus tidur dulu untuk memilikinya.

***

Kalau bukan karena suara rengekan Diva, mungkin hari ini akan menjadi pagi yang menyenangkan bagi Aksa. Lihat saja, matahari masih tampak malu-malu menampakkan sinarnya ditambah gemercik rintik hujan yang masih setia mengguyur seluruh kota, tidak begitu deras, tetapi tidak juga gerimis. Sialnya disaat yang lain masih bersembunyi dibalik selimut ia malah terjebak di tempat ini lagi.

Sudah sekitar tiga puluh menit laki-laki itu berdiri menatap rak dengan gambar popok di sana, ia terlalu malu untuk bertanya kepada orang lain tentang bentuk pembalut itu seperti apa, ditambah ia lupa membawa handphone untuk mencari tahu diinternet. Ia bersumpah akan memiting leher adiknya itu saat pulang kerumah, benar-benar menyebalkan.

"Kak Aksa, cari apa?" tanya Nara tiba-tiba.

"Nara?" jawab Rony kaget.

"Aku tadi ngelihat kak Aksa bingung makanya aku samperin, mau beli popok ya? mau aku bantu?" ucap Nara ramah.

"Hmm.. anu..., aku mau beli pembalut, bukan popok Ra" Jawab Rony ragu.

Nara tertawa "Disini rak untuk popok bayi kak"

"Kalau pembalut ada di sini" lanjut Nara sambil mengantarkan Aksa kebagian rak yang menyediakan berbagai macam pembalut.

Aksa ber oh ria,

"Kak AKSA mau beli yang kayak gimana, yang pakai sayap?"Tanya Nara bingung.

Aksa menggaruk tengkuknya pelan, kepalanya terasa berputar mendengar pertanyaan Nara. Bersayap? apakah para wanita akan terbang saat memakainya?

"Hmm, kalau untuk seumuran kamu pakainya yang mana ya?" Tanya Aksa yang masih memandangi berbagai pembalut dengan ukuran dan warnanya berbeda.

Nara tertawa pelan, "Biasanya pacar kak Aksa pakai yang mana?, soalnya pembalut nggak ada pilihan umurnya".

Aksa mengusap wajahnya yang menahan malu,

"Bukan pacar tapi adikku" tegas Aksa.

"Ohh, terus maunya kak Aksa yang mana?"Tanya Nabila lagi.

"Hmm, kamu yang pilihin boleh nggak? pilih yang bagus menurut kamu". Jawab Aksa menahan malu.

"Oiya, boleh kok" Kata Nara sambil memilih pembalut yang terdiri dari dua warna, sebelum menyerahkannya kepada Aksa.

"hm, makasi ya Ra" ucap Rony tulus.

"Sama-sama, btw kak Aksa nggak lupa bawa duit lagi kan?" Lanjut Nara menahan tawanya.

Wajah Aksa memerah padam, "Bawa kok, yaudah aku kekasir duluan ya, adikku nungguin soalnya". Aksa berlalu meninggalkan Nara, bahkan sebelum gadis itu menjawabnya, Aksa merasa berada didekat Nara dengan situasi seperti ini tidak baik untuk kesehatan jantung. Dia kembali bersumpah untuk tidak datang kesini lagi dalam situasi yang mendesat, sudah dua kali ia terlihat bodoh didepan gadis itu, tidak, itu tidak akan terulang lagi.

***

Kata orang hidup itu realistis, saat kita yakin bahwa hidup kita menyenangkan, alam akan ikut membantu untuk mewujudkan apa yang kita pikirkan, jadi jika ingin hidup dengan damai maka kita harus berdamai dengan diri sendiri terlebih dahulu.
Tapi, bagaimana dengan orang-orang yang seperti Nara?, hidup dengan perasaan khawatir yang tidak mampu terkontrol dan berujung pada ketakutan tanpa sebab bahkan jauh sebelum ia memikirkakannya.

Anxiety Disorder adalah penyakit gangguan kecemasan menyeluruh yang ditandai dengan perasaan cemas dan khawatir terhadap berbagai hal yang tidak spesifik. Sepanjang hari otak penderitanya akan bekerja memikirkan sesuatu hal yang belum tentu terjadi, sama seperti yang dialami Nara sekarang.

HE? MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang