35. Rahasia Janu

3.8K 283 13
                                    

Fyi, nggak aku rombak ya guys. Cuma ditambah angka per episodenya.










Setengah jam setelah kepulangan Inez, Janu datang membawa tote bag dan sebungkus plastik. "Pakaian gantimu dari Nara," jelas Janu, meletakkan barang bawaannya di atas meja. "Sama bubur ayam. Tadi aku beli di depan rumah sakit. Buat kamu sarapan."

"Makasih, Mas," ucap Nada.

Omong-omong setelah mengantarkan Eila ke kamar --saat ibunya datang tadi, Janu pamit pulang untuk mandi. Dan sekarang pria itu terlihat lebih segar dari dua jam lalu. "Kalau kamu mau mandi, mandi aja. Biar aku yang jagain Eila." Beralih pada si kecil yang sedari tadi memperhatikannya, bibir Janu menyungging senyum. "Cintanya Papa." Ia dekati Eila, menggantikan Nada yang seketika bangkit, memeriksa tote bag berisi pakaian gantinya.

"Papa," gumam Eila.

"Bonekanya besar amat," beo Janu, beranjak duduk di tepi brankar. Ia peluk putri kecilnya dengan sayang sambil sesekali mendaratkan kecupan di puncak kepala.

"Iya, dari Tante--"

"Eila di sini dulu ya sama Papa? Mama mau mandi bentar," izin Nada, sengaja memotong.

Eila mengangguk. "Hu-um, Mama."

Sambil memeluk pakaian ganti, Nada berbalik, berderap menuju kamar mandi. Tapi pada saat hendak buka baju, pintu diketuk dari luar. Nada tarik pintunya dari dalam hingga terbuka lebar, menampilkan figur Janu berdiri tegap tepat di hadapannya. "Mas? Ada apa?" Tanpa bersuara, Janu mengalungkan bra ke lehernya. Nada terkesiap. Malu.

"Kalau mau mancing, nggak di rumah sakit juga," tukas Janu, kemudian putar badan, meninggalkan Nada yang refleks membulatkan mata. Siapa juga yang mau godain dia?!

Nada melenggang masuk lagi.

Sementara Janu yang kembali duduk di tepi brankar sontak dibuat shock oleh celetukan Eila. "Papa, itu nenen Mama?" Janu bingung harus jawab apa. Dia belum terbiasa dengan bahasa anak kecil. Tapi kalimat Eila sukses bikin otakmya travelling. "Waktu Eya masih kecil, Eya nenen Mama," ujar Eila, sok paling gede. "Tapi sekalang tidak boleh, kalena Eya udah sekolah."

"Good girl," puji Janu, tulus.

"Papa sudah tidak nenen Mama?" Pertanyaan berganti. Tapi lebih berpotensi bikin Janu frustrasi.

"Hm?" Sepasang alis tebalnya saling bertautan. "Mmm ... e-enggak dong. Kan Papa sudah besar," dalih Janu segera.

"Papa, Eya mau mandi sama Mama," rengek Eila, yang lagi-lagi bikin otak Janu travelling.

"Kan tadi badannya udah dibersihin pakai kain sama suster. Nanti ya kalau Eila udah pulang ke rumah, minta tolong dimandiin Mama," bujuk Janu. "Lagian, masa Eila mandi sama Mama?"

"Tapi Eya pelnah mandi sama Mama." Eila itu definisi polos.

Dan Janu yang terbiasa dengan hal-hal vulgar, jelas lebih mudah berfantasi. Apalagi membayangkan mantan istrinya. Janu akui, Nada memang cantik. Dengan warna kulit kuning langsat serta ukuran ... dada yang pas di genggaman. Walau tinggi badan wanita itu hanya sebatas pundaknya, tapi laki-laki manapun yang berhasil memilikinya, pasti tidak sabar melihat seluruh kesempurnaan yang ada padanya. Sial! Makin jauh saja travelling-nya.

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang