Satu minggu telah berlalu. Profesor Jeon tinggal bersama dirumah mereka sebagai guru pengajar Jin. Fubert pergi ke London meninggalkan istrinya, Jimin, Jin, dan Profesor Jeon.Seokjin sangat mengagumi gurunya. Kehadirannya seperti taman cinta untuk Jin. Setiap kali dia bersama Profesor Jeon, dia merasa seperti pria ini telah ditakdirkan untuk bersamanya. Takdir mempertemukan mereka. Jin percaya bahwa kebanyakan orang yang sedang jatuh cinta merasa mereka dipertemukan oleh takdir.
Meskipun, dia tak pernah tahu bagaimana sebenarnya takdir bekerja, tapi dia percaya kalau takdir memiliki andil dalam hal ini.
Itu adalah cinta pada pandangan pertama bagi Jin dan tanpa dia sadari, Profesor Jeon juga jatuh cinta padanya saat melihat kecantikannya yang polos ini.
Ketika Jin melihatnya untuk pertama kalinya, dia mendapatkan perasaan bahwa pria ini akan menjadi orang yang istimewa. Dia bisa merasakan kalau pria ini bisa menjadi pasangan hidupnya. Hanya ada satu hal yang mengaduk-aduk perutnya dan menyakiti hatinya yang masih muda. Apakah... apakah pria ini memiliki perasaan yang sama? atau apakah ini hanya cinta yang bertepuk sebelah tangan?
Untuk pertama kalinya ia jatuh cinta... Jadi, haruskah ia berani membuka diri dan menyatakan cintanya?
.
.
.
"Apa kau masih ragu?" Jin tersentak mendengar suara Profesor Jeon. Dia merasa malu dan takut karena berada berdua saja di kamarnya. Wajah Jungkook terbenam dalam buku, duduk di belakang meja belajar Jin, di sofa besar."T-tidak Jungkook-ssi, terima kasih."
Jin menangkupkan tangannya pada wajahnya sendiri, kenapa ia selalu gugup saat Jungkook berbicara.
"Baiklah kalau begitu cukup untuk hari ini. Jika kau memiliki pertanyaan jangan ragu untuk bertanya, hm." Ucap Jungkook sambil tersenyum yang membuat jantungnya berdegup kencang.
Jin mengumpulkan keberanian dan bertanya padanya. "Jungkook-ssi bagaimana cara mengucapkan kata ini?" Jin selalu sedikit ragu untuk berbicara dengan gurunya karena hati dan pikirannya dipenuhi rasa malu. Dia menatap kata yang panjang itu dengan penuh perhatian, mencoba mengucapkannya dengan baik, saat Jungkook datang ke arahnya dan membungkuk untuk melihat kata itu, yang menyebabkan Jin menggigil dan sadar, saat dagu Jungkook sedikit menyentuh bahunya dan pipinya menyentuh telinganya.
Semua kata-kata yang diucapkan oleh Jungkook tidak terdengar di telinganya. Namun suara itu cukup untuk membuat bulu kuduk Seokjin berdiri. Dia menyukai kedekatan ini. Aroma maskulin Jungkook begitu memikat.
"Sekarang mengerti?" Jin hanya duduk di sana sambil mengangguk ragu-ragu.
"Jin, aku lebih suka orang menatapku saat menjawab dan menggunakan kata-kata." ucap Jungkook sedikit tegas sehingga Jin segera memalingkan wajahnya untuk menatapnya dengan tajam. Hidungnya menyentuh dagu Jungkook.
Jungkook menggunakan seluruh kekuatannya untuk mengendalikan hasratnya, namun hal itu menjadi sulit saat aroma alami Seokjin yang manis menyentuh hidungnya dan ia dapat melihat kehalusan kulitnya. Dan bibir itu, dia melihatnya dari dekat hari ini, tapi matanya selalu tertuju pada bibir itu. Bibir itu berwarna merah muda yang montok dan menggoda. Mata berbinar Seokjin yang penuh dengan rasa ingin tahu dan kepolosan selalu menarik perhatiannya.
"Apa kau punya pertanyaan?" Jin menggelengkan kepalanya sementara tatapannya terkunci, sesuai dengan kehendak hatinya. "Kau terlihat ragu-ragu." ucap Jungkook dengan suaranya yang dalam, yang membuat Jin merintih dalam hati. "Jangan." Jeon berbisik, matanya tertuju pada bibir.
Mereka perlahan-lahan mendekatkan kepala mereka, bibir mereka hanya terpisah beberapa inci untuk merasakan udara lembab yang dipancarkan melalui bibir mereka. Jin tidak bisa mengendalikan gairah masa mudanya yang baru saja dilepaskan dan menempelkan bibirnya ke bibir Profesor Jeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spellbound | Kookjin ✔️
NouvellesApakah mencintai seseorang adalah dosa? Terjemahan dari buku berjudul sama karya @chastetouch