Bab 5

270 36 0
                                    

Tak ada kata yang terucap sepanjang perjalanan menuju Pondok Pelita, sikap Al yang dingin dan kaku membuat Andin takut untuk memulai percakapan diantara keduanya.

Sedangkan Al, lelaki sejuta pesona itu sibuk melajukan mobil, dan juga memikirkan apa yang akan terjadi nanti.

Mobil yang membawa Al dan Andin kini telah tiba di depan gerbang rumah megah dan mewah milik keluarga Al Fahri, setelah pintu gerbang terbuka, Al segera memasukkan mobilnya ke dalam halaman parkir rumahnya.

"Kita sudah sampai." ucap Al datar.

Andin menatap kagum pada pemandangan rumah besar di depan matanya.

Rasa takut yang tak terbendung memenuhi pikiran Andin, sesaat ia termenung, memikirkan tentang pertemuannya dengan calon mertuanya untuk pertama kalinya.

"Kenapa?" tanya Al singkat, memecahkan keheningan diantara mereka.

"Ehm, nggak ... nggak kenapa kenapa kok Pak, hehe," jawab Andin sungkan dan salah tingkah, seraya tersenyum kuda, tangannya menggaruk bagian leher belakangnya yang tak gatal.

"Yakin?"

Andin mengangguk.

"Kamu takut kan?"

"Sedikit Pak."

"Tapi Mama saya nggak pernah makan orang sebelumnya."

Kata-kata Al sontak membuat Andin menoleh ke arahnya, merasa tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Bapak bisa bercanda juga."

"Saya serius," ucap Al menatap tajam pada gadis disampingnya.

"Eh ... iya Pak, pasti." Andin makin menciut, menelan salivanya berat.

"Ya salam, nih orang bener-bener kaku, aku takut sama kamu ngerti nggak sih." runtuk Andin dalam hatinya.

"Anaknya saja seperti ini, gimana ibunya, ihhh ngeri." Andin bergidik, membayangkan sosok calon mertuanya.

"Kenapa begitu?" tanya Al lagi yang sejak tadi memperhatikan Andin.

"Gimana Pak."

"Gini," Al ikutan menggetarkan bahunya sedikit, nyaris membuat Andin terbahak, namun dengan cepat ia berhasil menguasai dirinya.

"Oh ... itu, anu Pak, saya ... kebelet pipis, hehe." Lagi Andin nyengir kuda.

"Mau kekamar kecil dulu?" tawar Al.

Dengan cepat Andin mengangguk, meski sebenarnya ia sedang tak kebelet.

Al turun dari mobilnya, diikuti oleh Andin.

"Dibelakang post satpam itu ada toilet, saya tunggu disini."

"Ba ... baik Pak," jawab Andin lalu bergegas berjalan menuju belakang post satpam seperti instruksi Al.

Melihat seorang perempuan turun dari mobil mobil bosnya, jelas saja mengundang pertanyaan dalam benak kedua satpam dirumah itu, sekejap keduanya nampak berbisik bisik pelan, sebelum akhirnya terdiam ketika sang bos tiba tiba saja melirik ke arah mereka.

Sedang di dalam kamar mandi, Andin merasa gemetar dan cemas, takut tak bisa memberikan kesan yang baik dan memperlihatkan rasa segannya pada Ibunda Al. Ia berusaha mempersiapkan ndiri sebaik mungkin, namun begitu, rasa cemas terus saja memenuhi pikirannya.

Bagaimana kalau Mamanya Pak Al tidak menyukaiku? Bagaimana kalau beliau menganggap saya kurang cocok untuk Pak Al? Aku takut salah mengucap kata-kata ataupun melakukan sesuatu yang menjadi penyebab permusuhan. Terlebih lagi, kesepakatan aku dan Pak Al membuatku merasa semakin tertekan dan takut yang tidak bisa dijelaskan.

Mrs and Mr Al Fahri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang