36. Perasaan Janu

4K 317 20
                                    

Jangan lupa follow, vote, dan comment.











"Apa kamu ada niat untuk menikah lagi?"

Nada tidak salah dengar, 'kan?

Wanita itu menyipitkan mata, kakinya bergerak berbalik ke samping, dan kini keduanya saling berhadapan. Menatap satu sama lain. Nada mencoba mencerna, menggali dalam-dalam maksud dari kalimat sang mantan. "Kenapa?"

"Cukup jawab iya atau enggak."

"Tapi maaf ya, Mas, ini sudah bukan ranah kamu," tegas Nada dengan suara rendah. "Bahkan ketika kita masih jadi suami-istri, urusanmu ya urusanmu. Begitupun sebaliknya. Lalu, kenapa setelah kita bukan siapa-siapa, kamu selalu ikut campur urusanku? Kamu larang aku dekat dengan laki-laki A dan B. Padahal selama kita berumah tangga, aku nggak pernah larang kamu dekat sama Mbak Inez. Kamu pacaran sama dia, teleponan sama di--" Kalimat Nada terinterupsi oleh pekikan karena tiba-tiba Janu memojokkannya ke tembok, mengunci ruang geraknya dengan meletakkan kedua tangan di sisi kepala Nada. Nada panik. "Mas, kamu mau apa?"

"Saat itu, kamu bisa larang aku. Kamu boleh marah sama aku."

"Memangnya aku punya hak?" cicit Nada, lalu matanya terpejam ketika Janu mendekatkan wajah, mensejajari posisinya. Jantung Nada berdegup kencang. "Mas, ini rumah sakit," ingatkannya.

"Aku tahu," bisik Janu, serak.

"Mas--"

Mata Nada sontak terbuka begitu merasakan tangan Janu menyentuh bagian atas bajunya. Ia nyaris melayangkan tonjokan kalau saja Janu tidak segera bersuara sambil menautkan kancing yang lepas. "Kebuka, Nad. Kamu mau jadi tontonan gratis?" Menatap wajah merah malu Nada, Janu tepuk pipi wanita itu. "Nggak usah malu. Kan aku udah nyicipin."

"Mas!"

"Jadi ..." Satu alis Janu terangkat, masih menuntut jawaban.

"Apa?" tanya Nada, judes.

"Kamu ada niat untuk menikah lagi, hm?" cecar Janu, kalem.

"Aku bilang--"

"Cukup jawab," potong Janu, segera.

Nada mengesah. "Kalau iya kenapa, enggak juga kenapa."

"Kalau iya, lempar hak asuh Eila ke aku, dan aku nggak akan larang kamu ketemu dia. Kalau enggak, kita rawat Eila sama-sama," ujar Janu, serius. Menyentuh lengan kanan-kiri Nada agar ibu dari anaknya itu memusatkan fokus ke arahnya. "Jangan pikirin Inez."

"Aku nggak ngerti." Nada menggeleng lelah.

"Nanti kamu bakal ngerti tanpa aku jelasin pake kalimat," tandas Janu.

"Mas--"

"Nad, di luar sana banyak anak yang kehilangan peran orang tua. Dan aku nggak mau Eila jadi salah satunya." Ada jeda ketika Janu meraup oksigen di sekitar. "Bahkan dengan kamu pergi tanpa bilang hamil anak aku, aku hampir gila nyariin kamu!" Nada menunduk, merasa bersalah. "Aku nggak nyalahin kamu, tapi kalau kamu nggak bisa diajak kerja sama, aku bakal terus dihantui perasaan bersalah. Ditambah kondisi Eila yang seperti ini."

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang