Capitolo 6

1.8K 229 28
                                    

"Jangan pernah berpikir bisa merebut kembali apa yang sudah Mawar punya." Mawar menatap Kena tajam.

Mereka berdua saat ini berada di pinggir kolam renang. Entah kenapa, tadi Kena hanya sendiri di sini, tapi Mawar tiba-tiba menghampirinya.

"Dasar anak pungut!" maki Kena menatap gadis duri itu sinis.

"Anak pungut yang spesial dan disayangi. Daripada kau anak kandung tapi gak dapat kasih sayang buat apa? Mending jadi aku, anak pungut." Mawar terkekeh kecil. Bukankah ia benar?

Buat apa menjadi anak kandung jika tidak mendapatkan kasih sayang, lebih baik menjadi anak pungut tapi mendapatkan segalanya.

"Dasar jalang. Jika kau datang ke sini karena ada sesuatu, lebih baik kau pergi saja." Kena mengatakan bukan tanpa alasan. Ia tak sengaja mendengar pembicaraan Mawar dengan seseorang waktu itu.

"Aku memang menginginkan sesuatu, tapi jika kau mengatakan kepada mereka, apa mereka akan percaya padamu? Ingat, mereka sangat menyayangiku." Mawar tersenyum dengan bangganya.

"Terserahmu saja. Aku tidak peduli." Kena benar-benar muak mendengar suara anak itu.

"Aku akan membuat mereka semakin membencimu!" Mawar menajamkan tatapannya.

"Buat saja." Kena hanya menjawab sekenanya.

"Baiklah, dengan senang hati." Mawar menjatuhkan tubuhnya ke dalam kolam renang.

"Aaaa ... tolong!! M-awar ga bisa renang Kena!"

Kena melotot. Apa yang dilakukan gadis itu? Apa dia gila?

Mawar terus berteriak dan sesekali masuk ke dalam air karna tak kuat menahan tubuhnya.

Xavier yang baru saja pulang dari kantor langsung berlari ketika mendengar suara Mawar.

"Mawar!" teriaknya dan langsung masuk ke dalam kolam, membawa Mawar naik ke daratan.

Kena menatapnya malas.

"Kenapa? Kenapa kau bisa tenggelam?" Xavier menatap putrinya khawatir. Ia bahkan menepuk-nepuk punggung Mawar, takut jika air memasuki perut Mawar terlalu banyak.

"K-ena dorong Mawar. T-adi Mawar cuma mau ajak Kena main, tapi dia malah dorong Mawar ke kolam." Mawar terbata-bata, nafasnya benar-benar hampir habis.

Kena melotot. Apa yang baru saja ia katakan? Mendorongnya?

"Kapan? Kena gak ngelakuin apa-apa. Kamu sendiri yang lompat ke kolam!" Kena mengelak, ia tak melakukan apa-apa. Bahkan menyentuhnya saja ia tak berniat.

"Kamu?!" Xavier menarik tubuh Kena ke ruang tamu dan melemparnya ke dinding.

"Saya tau kamu tak menyukainya! Tapi kamu tidak harus membunuhnya dengan cara seperti itu bukan?" Xavier melepaskan ikat pinggangnya dengan sarkas.

Dia menarik Kena dan mulai memukuli tubuh kecil itu.

"Arrghh ... sakit, Daddy. Kena gak ngelakuin itu. Kena ---"

"Jangan memanggilku Daddy sialan! Aku tidak pernah memiliki anak sepertimu!" Xavier memukulinya tanpa ampun.

Tubuh Kena mulai memar dan membengkak. Bahkan darah bercucuran dari kakinya yang tergores besi ikat pinggang Xavier.

Xavier menarik Kena dan melemparkannya beberapa kali ke dinding keras itu. Tanpa ampun, sepertinya ia sudah benar-benar buta.

Dia mengambil vas dan melemparkannya tepat ke tubuh Kena.

Kena linglung, perutnya kesakitan. Ia benar-benar tak kuat lagi. Pecahan kaca menggoresi tubuhnya.

"ASTAGA, APA YANG DADDY LAKUKAN?!" teriak Gavier yang baru saja masuk dan melihat pemandangan yang tidak seharusnya pernah ia lihat.

Gavier langsung memeluk Kena erat, ia bergetar melihat tubuh adiknya yang sangat merah, penuh dengan darah.

Xavier berdecih dan langsung pergi mencari keberadaan Mawar. Ia langsung membawa Mawar ke kamarnya.

Bella tidak ada di rumah. Ia tengah ada acara dengan teman-temannya. Begitu juga dengan Rian yang akan menginap di rumah temannya.

Kena semakin mengeraskan tangisnya di pelukan Gavier.

"Adek ...." Gavier mengendong tubuh Kena dan membawanya ke rumah sakit.

Dia benar-benar tak kuat melihat tubuh Kena seperti itu.

Kena linglung, ia tak akan bisa bertahan lagi. Kepalanya mengeluarkan darah yang sangat banyak karna benturan keras ke dinding.

"Adek tahan yah?" Gavier memeluk Kena erat, menangis dalam diam.

"Abang ... kena sakit. Hiks ... mereka gak sayang Kena lagi." Bibirnya bergetar.

Xavier sudah memukulinya beberapa kali, bahkan kemarin juga sama. Saat ia tak sengaja memakan cake berry di dalam kulkas yang ternyata adalah milik Mawar. Bella juga ikut mencubitnya hingga tangannya berdarah.

"Adek kuat yah. Ada abang yang sayang sama adek." Gavier semakin mengeratkan pelukannya.

Ia memang mulai memahami kondisinya. Ia tau sejak kedatangan Mawar keluarganya berubah, terutama kepada Kena. Kena tidak dipedulikan lagi.

Ia juga sempat melakukan hal yang sama. Ia menyesali perbuatannya. Ia menyesali karna tidak peduli kepada adiknya itu.

"Abang sayang sama Kena?" tanyanya dengan nada pelan.

"Iya, sayang banget. Abang sayang banget sama adek." Gavier menciumi pipi adiknya yang penuh dengan darah itu.

Ia mengusap darah itu dengan air mata yang semakin menderas.

Setelah sampai di rumah sakit, Gavier langsung berlari masuk ke dalam. "Tolong adik saya!"

Suster langsung membawa brankar dan membawanya masuk ke rumah ICU.

"Adek kuat yah, Abang tunggu di sini." Gavier terduduk lemas di lantai rumah sakit itu. Ia menangis sesenggukan, ia tidak bisa menjaga adiknya itu dengan baik.

"Abang bodoh dek. Abang bodoh." Gavier menepuk dadanya yang sesak. Dia menyesali semuanya.

Tbc-

****

VOTENYA! KOMENNYA!

FOLLOW AKUN INI!

BYEEE

𝕽𝖊𝖌𝖗𝖊𝖙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang