Part 1

10 2 0
                                    

Akhir-akhir ini cuaca di kota Bandung sedang panas-panasnya, bahkan lebih panas dari perkiraan cuaca yang disampaikan oleh acara berita tadi pagi. Bahkan untuk keluar dari rumah rasanya sangat malas jika bukan untuk kepentingan yang sangat mendesak.

Tak biasanya cuaca hari ini sangat panas, rasanya ingin sekali turun hujan agar bisa menyejukan suasana kota Bandung untuk saat ini. Lelah menjalani hari sebagai mahasiswas semester akhir yang kini harus mengejar dosen agar bisa lulus tepat waktu membuat suasana hati Nindia semakin panas.

Rasanya Nindia ingin sekali menyeburkan diri kedalam kolam yang kini ada di hadapannya, namun ide konyol itu tak lantas Nindia lakukan karena tidak mungkin Nindia mempermalukan dirinya di depan banyak orang.

2 jam lamanya Nindia menunggu Pak Ari untuk bimbingan skripsi namun hasilnya nihil karena tiba-tiba dengan mudahnya jadwal bimbingannya diundur. Rasanya Nindia sangat ingin memaki dosen pembimbing nya karena sudah seenaknya mengganti jadwal tanpa tahu jika Nindia sudah menunggunya sejak 2 jam yang lalu.

Jika seperti ini terus, rasanya Nindia menjadi tak yakin akan lulus tepat waktu karena dosen pembimbingnya yang sangat sulit untuk ditemui. Jika Nindia tidak lulus tepat waktu, bagaimana reaksi ayah dan ibu nya nanti? Apalagi UKT Nindia yang tidak sedikit itu pasti menjadi beban berat bagi kedua orangtua nya.

"Hayoloh lagi mikirin apa sih? Itu jidat sampe ada kerutan gitu." Sedang asik dengan pikirannya, tiba-tiba Nindia dikagetkan dengan tepukan pada pundaknya.

"Ish ngagetin aja sih Kay, sejak kapan lo disini?" tanya Nindia kepada Kayla yang merupakan teman Nindia sejak pertama kali mereka menjadi mahasiswi kedokteran.

"Lebih tepatnya sejak lo ngelihatin terus air dalam kolam itu sih Nin. Lo kenapa sih dari tadi bengong terus? Bukannya hari ini lo ada bimbingan ya sama pak Ari?"

"Gak jadi bimbingan. Gak tahu tuh tiba-tiba aja pak Ari ganti jadwal nya padahal gue udah nungguin dia selama 2 jam. Pengen gue maki-maki tapi inget kalau dia dosen gue." Kini Nindia mulai mencurahkan rasa kesalnya kepada sahabatnya itu dengan ekspresi yang terlihat berapi-api.

"Pantesan lo dari tadi bengong terus. Yaudah sih Nin mau gimana lagi masa iya lo mau maksa-maksa pak Ari buat bimbingan malah nanti lo nya yang di blacklist dari mahasiswa bimbingannya."

Benar juga apa yang dikatakan oleh Kayla, karena kini Nindia tak bisa berbuat banyak selain pasrah dengan apa yang sudah menjadi aturan dari dosen pembimbingnya itu. Namun jika saja Nindia boleh jujur, rasanya Nindia ingin sekali mengganti dosen pembimbingnya itu agar masalah perskripsiannya cepat selesai dan segera lulus.

Rasanya Nindia sudah tak sanggup jika harus terus-terusan seperti ini, selalu ditanya bagaimana progres skripsi dan kapan sidang membuat Nindia ingin sekali memecahkan kepalanya saat itu juga.

"Nah kan malah bengong lagi, mending lo ikut gue aja yuk ke sturbuck, gue lagi pengen beli minum sambil lihatin orang-orang yang jajan. Lo gak ada kegiatan lain kan hari ini?" pertanyaan Kayla dijawab dengan gelengan kepala oleh Nindia.

Nindia rasa tak ada salahnya jika menerima ajakan dari Kayla untuk pergi ke tempat nongkrong temannya itu karena Nindia juga sedang malas untuk berada di rumahnya.

"Yaudah yuk"ajak Kayla kepada Nindia untuk berjalan menuju parkiran tempat mobilnya terparkir. Berjalan kaki dari taman fakultas ke parkiran yang lumayan membuat mereka harus menahan rasa panas akibat cuaca yang sangat panas.

***

Suasana sturbuck siang ini memang tidak terlalu ramai seperti hari biasanya karena sekarang sudah bukan jam istirahat makan siang. Kini Nindia dan Kayla sudah duduk di kursi yang kosong dan mulai memesan minuman. Sambil menunggu pesanan nya, Kayla memanfaatkan waktu dengan membuka laptop untuk mengecek progress skripsi nya.

Melihat Kayla yang sibuk dengan laptop dihadapannya tidak membuat Nindia tergugah untuk melakukan hal yang sama. Justru Nindia semakin merasa malas untuk melihat laptop apalagi jika berhubungan dengan perskripsian itu.

Saat Kayla sedang serius dengan laptop dihadapannya, tiba-tiba kursi disampingnya ditarik dan diduduki seseorang yang tanpa permisi duduk di antara Nindia dan Kayla.

"Bisa-bisanya nongkrong malah gak ngajak gue." Ucap seseorang yang baru saja menduduki kursi diantara Nindia dan Kayla. Bahkan tanpa permisi tangan nakalnya meraih minuman americano yang ada di depannya tanpa bertanya siapa pemilik dari minuman tersebut.

Nindia menghela napas Lelah melihat tingkah lelaki yang ada di sebelahnya ini. Sudah tak heran Nindia melihat tingkah Kalvin yang merupakan sahabatnya sendiri.

"Kebiasaan banget sih lo main ambil aja minuman orang. Kalau mau pesen aja sendiri jangan ngambil punya orang." Gerutu Kayla kepada Andra karena kesal melihat tingkahnya yang selalu membuatnya naik darah.

"Lah emang ini minuman siapa? Minimal lo Kay?" pertanyaan Kalvin terkait minuman mendapat jawaban gelengan kepala dari Kayla

"Nah berarti ini minuman lo kan Nin? Tuh Anin aja gak masalah minumannya gue minum, kenapa malah lo yang repot sih Kay?"

"Udah jangan dibahas lagi. Gapapa Vin lo minum aja itu belum gue minum ko. Nanti kalau mau gue bisa pesen lagi." Ucap Nindia yang berusaha menengahi pertikaian antara Kayla dan Kalvin.

"Aw ayang gue yang satu ini emang paling pengertian deh." Ujar Kalvin dengan wajah tengilnya kepada Nindia dan Kayla sehingga mendapatkan tatapan tajam dari Kayla walaupun Kayla tahu maksud dari ucapan Kalvin hanyalah candaan karena sudah 3 tahun mereka bersahabat sehingga membuat hubungan mereka sangat dekat layaknya saudara.

***

"Res, barusan ada telpon dari Aurora katanya lo ditelponin gak di angkat." Tanpa permisi, tiba-tiba seorang masuk kedalam ruangan Ares Narendra, CEO dari perusahan King Group yang bergerak di bidang furniture terbesar di Kota Bandung.

"Dari tadi gue lupa gak lihat handphone gue Vid. Kenapa Aurora mau telpon gue?" tanya Ares kepada David yang merupakan orang kepercayaannya di perusahaan ini sekaligus sahabatnya sejak sekolah menengah. Maka tak heran jika obrolan Ares dengan David seringkali menggunakan Bahasa non formal selayaknya bukan atasan dan bawahan.

"Mana gue tahu Res. Gue Cuma disuruh nyampein pesan aja dari Aurora, katanya lo disuruh hubungi dia."

"Iya nanti gue hubungi dia kalau udah agak senggang."

"Udah hubungi sekarang aja sih Res, gak kasihan lo sama Aurora dari tadi nungguin telpon dari bokapnya yang workaholic ini?"

"Hmmm" tak ingin berdebat lebih lama dengan David, Ares kini membuka handphone nya dan memang benar banyak sekali panggilan tak terjawab dari kontak yang Ares namai Little Princess itu.

Ares langsung menghubunginya dan tak lama terdengan suara sahutan dari arah seberang telpon dengan suara yang sangat antusias. Mendengan suara yang begitu antusias membuat Ares menjadi bersalah karena sejak tadi pagi tidak memperhatikan Little Princess nya akibat kesibukan pekerjaan nya saat ini.

"Ayah janji kan hari ini bakal pulang cepat?" suara nyaring itu kembali membawa Ares dari lamunannya saat ini

"Iya ayah usahakan sore ini udah dirumah biar bisa dinner bareng princess."

"Jangan diusahakan ayah, kalau ayah bilang gitu kemungkinan ayah bakal ingkar janji. Pokoknya ayah harus pulang sebelum jam makan malam." Aurora menutup telponnya secara sepihak degan suara tegas dan tak bisa Ares tolak. Jika Ares menolak permintaan Little Princess nya Ares akan berakhir dengan permusuhan yang selalu dilayangkan oleh Little Princess dan itu membuat Ares sangat tidak nyaman.

Ares menghela nafasnya Lelah, otoriter Aurora yang merupakan putri semata wayangnya merupakan gen turunan darinya sehingga apapun yang Aurora inginkan tak bisa Ares tolak begitu saja.

***

To be continue

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang