𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝟎𝟕

397 35 0
                                    

Sebelum Jennie pergi, perdebatan itu cukup lama. Baik Jennie maupun keempat orang itu tidak mau mengalah.

Yoshi, mashiho, dan Asahi terus saja melontarkan  kata kata kasar yang ditunjukkan pada si bungsu. Adik bungsu mereka.

Tanpa mereka sadari, haruto mendengarkan perdebatan itu, setiap kata menyakitkan yang keluar dari mulut keluarganya.

Setiap bait kata yang keluarganya lontarkan sangat melukai hatinya. Rasanya sangat teramat sakit.

Ia hanya bisa bersembunyi dibalik tembok yang memisahkan antara dapur dan ruang makan.

"Hiks... apakah aku hiks... setidak di inginkannya di keluarga ini?"

Isakannya yang terdengar sangat menyakitkan. Kakinya sudah lemas hingga tidak sadar tubuhnya jatuh merosot dengan ai mata yang berjatuhan.

Kedua kaki kurusnya dirapatkan dan dipeluk erat erat. Wajah yang penuh dengan ai mata itu di tenggelamkan disela lututnya.

Menangis dengan posisi meringkuk bersandar pada tembok.

Beberapa menit berlalu, isakan isakan itu sudah mulai berhenti. Haruto mendongakkan kepalanya.

Matanya sembab juga merah. Bibir dan hidungnya memerah disertai garis bekas linangan air mata.

"Untuk apa kau menangis ru? bukankah dari dulu memang seperti ini?"

Gumamnya pada diri sendiri.

"Sudahlah ru tidak perlu menangisi kalimat itu. Anggap saja itu sebagai kalimat sayang yang diberikan papa dan kakak kakak"

Senyumnya kembali terukir di bibir kecilnya. Jari jarinya bergerak menghapus sisa ai mata yang membekas di wajahnya.

Ia berdiri dan mengambil piring untuk makan. Nasi putih beserta telur mata sapi menjadi menu makan malamnya hari ini.

Setelah menggambil nasi beserta lauk haruto makan di meja pantry yang berada di tengah dapur.

Bilah bibirnya masih tersenyum menikmati makan malamnya. Sesekali mengangguk anggukan kepalanya riang seperti anak kecil.

Itu ia gunakan untuk menutupi rasa sakitnya. Berharap perkataan yang barusan ia dengar lenyap dari pikirannya.

Setelah selesai berucap tadi Jennie langsung ke dapur menghampiri ponakan tersayangnya.

Kakinya berhenti melangkah ketika netranya menangkap sesosok laki laki yang tengah makan di meja pantry.

Senyum Jennie terbit di wajah cantiknya. Ia menatap sendu punggung lebar ponakan tersayangnya.

Perlahan ia langkahkan kakinya tanpa bersuara agar tidak menganggu ponakannya yang sedang makan.

Jennie duduk disebelah haruto. Matanya menatap manik wajah itu. Wajahnya sangat mirip dengan mendiang kakak iparnya, Lisa.

Haruto masih asik dengan kegiatan makanya. dia sangat menikmati nasi putih beserta telur mata sapi nya, sampai sampai tidak menyadari kehadiran Jennie yang sudah duduk disebelahnya.

Jennie menoleh ke arah piring putih itu. Hanya nasi dan telur. Hatinya tergores melihat ponakannya ini hanya makan dengan nasi putih dan telur.

"Apa nasi dan telur seenak itu?"

"Aaa kamchagiya!"

Pertanyaan Jennie membuat haruto terkejut. Haruto menatap Jennie yang sudah ada disampingnya.

HARUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang