Kamu tahu?
Orang tidak akan pernah peduli denganmu, selama kamu tak memiliki nilai lebih untuk dijadikan mereka sebuah kenyamanan. Orang tidak akan peduli bagaimana latar belakang hidupmu, bagaimana kamu membangun jati dirimu, bagaimana kamu mengais kesedihanmu, atau bagaimana kamu berjuang saat terperosok dalam masalahmu. Orang hanya akan melihat apa yang ingin mereka lihat darimu.Salahmu.
Kamu yang tidak berkenan membuka segala bahagia dan lukamu sendiri. Lantas, pantaskah kamu menyalahkan orang-orang yang selalu menganggapmu baik-baik saja? Tidak, kamu yang salah. Hidupmu hanya untuk kepalsuan.Bahkan hatimu pun mempertanyakan.
Apa yang kamu dapat dengan memendam segala emosimu sendirian? Apa yang kamu dapat dengan menyembunyikan jati dirimu dari orang-orang?Kawanmu pun telah sadar lebih dulu. Untuk apa ia memaksamu berbagi rasa. Sementara kamu masih ingin memendam. Tak kuasa membuka, dan mencurahkan segala hal. Kawanmu hanyalah orang. Yang cukup mengetahui namamu. Seolah ia hanya mengambil nektar darimu, kemudian pergi. Tetapi itu benar. Dan kamu kemudian bertanya-tanya, kenapa kawanmu setega itu?
Hei, bahkan aku mungkin akan menamparmu keras-keras. Kamu hanya membagikan nektarmu, menjadi manis, dan dikerubuti orang-orang untuk diambil kebahagiaan bagi mereka. Kamu tak pernah melepas pahitmu, untuk menetralisir manis yang kamu beri. Mereka sudah mabuk, kamu beri kebaikan. Mereka tidak akan sadar kembali, sebab kamu tak mau mengimbangi untuk memberi penawarnya.
Dalam sepanjang hidupmu, seberapa kuat kamu memendam pahitmu sendirian? Seberapa tahan kamu membiarkan orang mengambil manismu tanpa tiada akhiran? Kebaikanmu lama-lama terkikis. Tinggal kepahitan yang semakin menggunung. Menunggu meledak.
Bolehlah kamu diam. Sebab mulutmu memang tak berguna. Diam dan memendam sakitmu sendiri. Biarlah sakit itu menumpuk, pahitnya terus menggunung, dan pada saatnya meledak. Manismu hilang sekejap, bersama orang-orang. Dan pada akhirnya kamu sendirian, dalam kepahitan. Tiada yang peduli. Sebab mulutmu akan terus bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerugut Sebuah Mulut
General FictionSebuah Mulut Merekah senang dengan kebahagiaan seorang kawan Mengatup penuh sedih dalam tatap simpatinya Sebuah Mulut Terbungkam menatap kebahagiaan diri Terkunci rapat untuk menangisi kesedihan sendiri