Speechless

0 0 0
                                    

Kenzo telah mengemas laptop serta buku-buku tebalnya untuk bersiap meninggalkan kampus. Cowok dengan tinggi badan 167 centimeter itu bergegas keluar dari kelas, hari sudah menjelang petang sehingga dia harus segera sampai rumah mengingat akan ada acara penting pukul tujuh malam nanti.

Dia mengendarai motor gede berwarna merah dengan kecepatan tinggi. Beberapa mahasiswi yang melihat sontak berteriak heboh ketika Kenzo yang notabenenya tergolong sebagai mahasiswa populer di kampus tersebut. Apa lagi, mereka mengenal Kenzo adalah type cowok cool dan cerdas.

Dipercayai sebagai ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Kenzo juga selalu disibukkan dengan kegiatan kampus. Bahkan, dia lebih banyak menghabiskan waktu di universitasnya itu. Sampai-sampai tidak terasa jika kakak kandungnya—Abian telah menemukan tambatan hati dan akan segera melangsungkan acara pertunangan malam nanti.

Kabar bahagia tersebut tentu saja membuat Kenzo sedikit penasaran. Kiranya, siapakah perempuan yang sudah mematahkan rekor seorang jomblo sejati seperti Abian? Kenzo bahkan terkekeh kecil saat pertanyaan itu melintas di pikirannya.

Dua puluh lima menit berlalu, sampailah ia di rumah berlantai dua yang sudah 21 tahun ditinggali bersama kakak dan kedua orangtuanya. Rumah bercat abu-abu muda dengan taman depan yang lumayan luas itu memang terlihat sangat nyaman, serta gazebo di dekat garasi yang merupakan tempat favorit Kenzo saat ingin bersantai sendirian. Dia segera memarkirkan motor di garasi, lalu berlari kecil menuju pintu utama.

Cklek!

"Ma," sapa cowok itu pada wanita 44 tahun yang sedang menutup tirai jendela ruang tamu.

"Ken, akhirnya kamu pulang juga," sahut sang mama sembari melempar senyuman.

"Udah mau berangkat, Ma?" tanya Kenzo.

"Sudah, makanya Mama coba telepon kamu terus. Kebiasaan banget deh ponsel kamu susah dihubungi," ujar Anita, "cepat sana kamu siap-siap. Keluarga calon kakak ipar kamu sudah nungguin kita," perintahnya kemudian.

"Kak Abian di mana?" Kenzo bertanya sambil berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

"Ada di kamarnya. Kakakmu juga sudah siap dari tadi. Jangan lama-lama ya, Ken. Mama 'nggak enak sama keluarga calon besan kalau —"

"Iya, Ma!" seru Kenzo dari ujung tangga.

Anita tersenyum tipis sambil geleng-geleng kecil mendapati tingkah anak bungsunya itu. Usai menutup semua jendela, dia memanggil Khoir—sang suami supaya berkumpul di ruang keluarga selagi menunggu Kenzo siap. Sekaligus memberitahu Abian jika adiknya sudah di rumah dan sebentar lagi mereka akan berangkat ke rumah calon istrinya.

Menit demi menit berlalu. Beberapa kotak bingkisan yang telah Anita siapkan berjejer rapi di atas meja. Kenzo yang melihat itu seketika menarik kedua sudut bibirnya. Dia menuruni anak tangga dengan cepat.

"Wiiiih, bawaannya segini banyak, Kak?" Abian hanya menjawab dengan mengangguk pelan. "Keren. Diam-diam mau lamar anak orang," ucap Kenzo kemudian, bermaksud membercandai kakaknya.

"Nggak usah berisik. Cepat sana bawa ini semua ke mobil," perintah Abian dengan raut datar.

Tanpa mengatakan apapun lagi, mereka ber-empat langsung memindahkan kotak bingkisan ke dalam mobil. Kemudian, Abian sendiri mengemudikan mobil tersebut karena tidak tega membiarkan papanya menyetir dan Kenzo juga belum bisa.

Berangkatlah mereka menuju tempat tinggal seorang perempuan yang telah memikat hati Abian. Mereka memang baru berkenalan tiga bulan lalu, tapi sudah lebih dari dua Minggu ini keduanya selalu membicarakan tentang keseriusan hubungan setelah merasa sama-sama nyaman.

Tidak ada sedikitpun keraguan dalam hati Abian untuk segera membawa hubungannya dengan perempuan itu ke titik yang lebih jelas. Dua puluh sembilan tahun mempertahankan gelar jomblo sejati benar-benar membuatnya tidak ingin bermain-main saat mengenal lawan jenis. Takdir memang sangat baik sehingga mempertemukannya dengan perempuan seperti calon tunangannya itu.

"Deg-degan 'nggak?" tanya Kenzo di tengah perjalanan.

Abian yang sedang fokus menyetir sama sekali tidak merespon pertanyaan adiknya. Meski, tanpa dijelaskan pun mimik wajah pria itu sudah sangat menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini.

"Masih jauh, Kak?" Tanya Kenzo lagi.

"Ken, bisa diam dulu? Nanti juga kita tahu rumah calon kakak ipar kamu," sela Anita.

Sebagai seorang ibu—beliau memang sangat memahami Abian yang begitu berbanding terbalik sifatnya dengan Kenzo. Itu mengapa Anita langsung menegur baik-baik putra bungsunya supaya diam dulu daripada nanti Abian emosi dan akan membentaknya.

Kenzo pun terdiam seperti apa yang mamanya minta. Namun, pikiran cowok berkulit coklat itu kembali berkecamuk ketika jalan yang dilewati mobil mereka seperti tidak asing. Hanya saja Kenzo sedikit lupa kira-kira mobil mereka mengarah ke rumah siapa. Seseorang yang pernah dekat dengannya, tapi sudah lama ini tidak saling berkabar lagi.

Ketika mobil berhenti di sebuah rumah sederhana bercat putih, pintunya terbuka lebar dan terlihat keramaian di dalam sana. Kenzo mendadak membeku saat papa, mama dan sang kakak turun dari mobil. Tatapannya kosong. Sekuat mungkin ia mengembalikan ingatan tentang seseorang yang dulu sering diantar pulang olehnya. Ya, pulang ke rumah yang kini ramai itu.

"Nanti bawa buket bunga ini!" Ucapan lantang Abian membuyarkan lamunan Kenzo.

Dia lantas turun dari mobil dan membawa baik-baik buket bunga mawar merah dengan aroma aslinya. Sementara, mama, papa dan Abian sudah jalan lebih dulu sambil masing-masing membawa sekotak bingkisan. Kenzo pun buru-buru mengejar mereka. Sebisa mungkin menghalau pikirannya yang menebak-nebak tidak jelas hingga membuat kepala terasa nyut-nyutan.

"Assalamualaikum," ucap Khoir dengan perasaan bahagia.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barokatuh," balas beberapa orang yang sedang berkumpul di ruang tamu.

Baik wanita maupun laki-laki langsung menyambut keluarga Abian dengan sumringah. Entah siapa saja mereka, sebab ini kali pertama mereka berkunjung ke rumah calon istri Abian. Kecuali Abian sendiri yang pernah beberapa kali datang saat mencoba lebih dekat dengan perempuan yang dicintainya.

"Ken, sini," lirih Anita seraya menepuk kursi kosong di sebelahnya.

Seulas senyum kecut muncul di sudut bibir cowok itu. Dia segera duduk di samping sang mama dan menjabat tangan beberapa laki-laki di dekatnya. Entah jantung Abian atau Kenzo yang detaknya paling kuat saat ini. Kakak beradik itu merasakan keanehan dalam diri masing-masing, tanpa ada orang lain yang tahu.

"Assalamu'alaikum," lirih seorang perempuan berjilbab moka—senada dengan setelan kebaya yang dikenakan.

Senyuman manis perempuan itu benar-benar memikat Abian. Mereka yang berada di sana kompak menjawab salam, lalu memberikan tempat untuk duduk di dekat calon tunangan.

"Kayla?" gumam Kenzo seiring kening yang mengernyit.

Next?

Vote, komen, like please :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heartless dear Pain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang