2. K-lih

14 1 0
                                    

.

.

Dua mangkok nasi, 3 makanan pendamping, beberapa tusuk sate, dan salad sudah masuk kedalam perutnya. Namun pemuda itu masih meminta 2 buah puding sebagai penutup dari rangkaian makan malam yang khidmat ini.

Sedangkan pria yang umurnya lebih tua dari pemuda itu diam-diam terkekeh menyaksikan momen tersebut. Antara gemas dan lucu menjadi satu.

" Paman tak keberatan bukan ?" tanya pemuda itu membuka sikap was-was. Badannya sudah di condongkan sedikit ke depan. " Ayah tak melarang ku memakan cumi-cumi kan ? Dua puding saja sepertinya cukup paman. Aku akan berhenti sampai disini. Aku janji !"

" Haruto...,"

" Paman aku benar-benar berjanji ! Lihat tanganku..!!"

Haruto menyodorkan jari kelingkingnya kehadapan paman So. Sambil menyunggingkan senyuman, pemuda dengan ciri tubuh menjulang tinggi tersebut menyebutkan janjinya kembali.

Mungkin paman So akan mempercayai janji tersebut. Mata indah pemuda itu tak bisa berbohong. Paman So saja terkesima menyaksikan moment ini. Dia tak henti-hentinya tersenyum pada bocah Watanabe itu.

" Aku percaya Haruto " saut Paman So.

" Paman..." nada pemuda itu sedikit sendu dibandingkan beberapa detik yang lalu. "Boleh ku pegang tangan paman sekali lagi ? Kurasa aku menyukainya. Sangat wangi "

Bohong. Sejak kapan sih Haruto jadi orang sehangat ini ?
Dia masihlah anak dingin yang suka memecah kegembiraan seseorang dengan kata-kata super pedasnya. Dia masih anak yang sama yang menolak semua perhatian dari orang-orang. Dan dia masih sama dengan anak-anak yang merengek pada ayahnya setiap kali dia merasa jengkel akan sesuatu.

" Ayah...aku tak mau ibu tiri. Mereka jahat ! Mereka itu nenek lampir !"

Haruto nampaknya harus merefresh kembali ingatannya. Dia tak bisa bersikap sehangat ini pada seseorang.
Masih ingatkah kalian dengan sikap pemuda Watanabe ini saat bertemu dengan salah satu si kembar berpipi tembab ?

Uhh...sangat dingin dan tak berperilaku kemanusiaan.

" Kalau paman merasa risih pun tak apa. Wangi tempat ini juga bagus " . Menghibur diri sendiri adalah cara ter-efektif mencegah rasa kekecewaan datang berlarut-larut.

" Tidak kok, selama itu menyenangkan mu !" setuju pria berhati tulus itu. Sungguh, hati keras Haruto seketika langsung luluh mendengarnya. Dia heran, kok bisa ya hati seorang pak So sehebat ini ?

" Paman adalah yang terbaik, dari dulu sampai sekarang. Paman tak pernah mengecewakan aku " ungkap Haruto tersenyum sangat cerah. Saking senangnya dia, Haruto bahkan tak menyadari jika pria tua di hadapannya itu tengah memasang wajah kebingungan setelah mendengar kedua kalimatnya tadi.

" Di dunia ini hanya paman So lah yang selalu ada di samping ku. Dia tak pernah meninggalkan aku "

Setelah kegiatan mengisi bahan bakar usai, kedua orang itu dengan kompak pulang ke rumah menggunakan mobil yang sama yang selalu Haruto tumpangi. Dengan catatan, si pemuda jangkung itu selalu saja mengikuti kemanapun pak So pergi. Dia memaksa duduk di samping sopir alih-alih di belakang. Dalihnya sih karna nggak mau jauh-jauh dari pria kesayangannya. Tapi ujung-ujungnya minta gandengan terus.

Haruto benar-benar nggak mau jauh dari paman So.

" Paman jangan berpikir aneh-aneh dengan sikapku, oke ? Aku ini bukan gay ! Catat itu !!"

Perlu di garis bawahi disini kawan-kawan. Haruto bukan gay ya ! Dia melakukan itu semua karna rasa rindu dan kenyamanan pada pria berhati tulus ini.

" Dimengerti, tapi saat kita baru masuk mobil tadi. Apa maksudnya ?" lontaran pertanyaan itu lantas memutus pegangan erat yang Haruto bangun. Pemuda itu dengan gampangnya melepaskan genggaman tersebut dan melarikan pandangannya ke kaca mobil.

Haruto , Lost Me °° volt 1 ; TACENDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang