един

14 3 4
                                    

Semilir angin malam menyapu setiap inci wajah Gadis yang sedang menulis sesuatu di buku hariannya. Di bawah cahaya bulan jari lentiknya tidak berhenti untuk menuangkan semua yang di rasa.

Jendela yang terbuka terus-menerus mempersilahkan angin yang masuk, mengibaskan rambut Aneska yang panjang. Aneska menghirup dalam-dalam aroma malam yang sangat di sukainya itu, terlebih sehabis hujan.

Terdengar seseorang mengetuk pintu. Aneska yakin itu pasti papanya.

"Masuk, pa." Pintu terbuka. Seperti biasanya papanya membawa segeles susu coklat sebelum waktu tidur. Revan tersenyum kecil melihat pemandangan yang tak pernah berubah. Dia melihat anak kesayangannya, Aneska, baru selesai menulis catatan hariannya di buku hitam pemberian mendiang istrinya.

"Di minum susunya, ya. Jangan tidur terlalu malam juga, takutnya besok kesiangan. Nggak lupa 'kan besok hari pertama mu di sekolah yang baru?" ucap Revan seraya menyerahkan susu itu ketangan Aneska.

"Iya, pa. Nggak lupa kok, Anes juga tadi udah nyiapin keperluan untuk sekolah besok. Seragamnya juga udah aku setrika. Pokoknya aman deh." Revan tersenyum, mengganguk. Anak kesayangannya ini benar-benar mandiri, dan bertanggung jawab. Walaupun ia selalu memanjakannya, menuruti semua apa yang dia inginkan, tidak menjadikan ia sosok gadis yang manja yang semena-mena. Aneska tau ukuran, apa yang boleh dan tidak boleh di lakukan.

Dia senang.

"Terus untuk besok aku mau berangkat sekolah sendiri ya, pa. Papa langsung aja berangkat ke kantor—" Ada jeda sejenak sebelum Aneskan melanjutkan ucapannya. "Kalau nggak salah ingat besok bakalan ada acara memperebutkan tender 'kan? Papa yang semangat, ya, jangan gugup. Kalo nggak menang juga nggak papa, jangan berkecil hati apalagi sampai dendam ke pihak lawan." Ujarnya, Aneska tersenyum lalu melanjutkan. "Pokoknya harus ikhlas, apa yang untuk kita pasti bakal ke kita kok, tanpa harus kita merebutnya. Baik-baik ya, pa. Jangan gunain cara kotor. Ingat papa kerja uangnya bukan buat papa aja, ada aku dan juga karyawan yang bakal nerima hasilnya. Papa nggk mau 'kan anaknya papa ini jadi bodoh karena makan uang haram? Maka dari itu papa harus selalu main bersih, oke?—" Aneska menyodorkan jari kelingking ke arah Papanya, Revan. "Kejujuran itu yang utama dan kebenaran itu di atas segalanya. Jangan lupa juga untuk berbagi ya, pa."  Setelah Revan menautkan jari nya dengan jari anaknya, tanpa perlu bicara janji sudah terikat.

Aneska terkekeh."Ohiya sampai lupa, makasih buat susu coklatnya, Papa." Aneska dengan cepat mencium pipi kanan papanya. Revan tertegun, tak lama dia mengangguk, tersenyum. Kalau di pikir-pikir nasehat dari anaknya setelah ia mengantarkan segelas susu hangat kepadanya seperti habit. Hmm.. Aneska bener-benar copy-an dari istrinya.

Tapi siapa yang tahu kalau itu adalah terakhir kalinya dia mendengar nasehat dari anaknya, Aneska.

Aneska berhenti melakukan aktivitasnya lalu dengan cepat memeluk papanya. Kepalanya di sandarkan di dada bidang papanya, matanya memejam, bibirnya menukik senyum yang indah. Setelahnya, terdengar untaian kata cinta.

"I Love you, pa" Suaranya pelan, namun mendalam.

Bersamaan dengan balasan Papanya, air mata Aneska jatuh tanpa di minta. 'Tuhan, Aneska ingin bersama dengan Papa untuk waktu yang lama'

"Love you more, sayang." Sungguh kalau ada situasi yang mengharuskan ia mengorbankan nyawa untuk anaknya ini, dia rela.

Melepaskan pelukannya. Revan mengusap kepala anaknya, kemudian mengecup dahi Aneska. "Tidur yang nyenyak, ya." Aneska mengangguk.

Tak lama kemudian Revan pergi meninggalkan kamar Aneska. Dengan cepat ia menghabiskan segelas susu coklatnya.

Matanya perlahan menatap ke arah jam berwarna hitam yang ada di dinding. Ternyata sudah pukul sepuluh malam.

Aneska menguap, lalu menutup bibirnya dengan tangan kanan. Dia memang sudah mengantuk sedari tadi, namun iya tahan. Saat Aneska berjalan ke tempat tidur, dia teringat satu hal. Dia lupa menutup jendela. Sesaat sebelum menutup jendela kamarnya, dia menatap bulan sambil tersenyum.

'Aku harap kedepannya tetap baik-baik saja.'

Dia kembali ke tempat tidur, lalu menyelimuti dirinya dengan selimut berwarna hitam kesukaannya. Matanya perlahan tertutup. Dia segera tertidur pulas. Siap menyambut esok hari yang cerah. Tanpa tahu apa yang akan terjadi padanya.

————————————

Halo gaisss!

Jadi, aku mencoba membuat cerita transmigrasi yang selalu ada di imajinasi aku! Aku harap aku tetap bisa konsisten untuk meneruskan cerita ini sampai tamat.

Karena terkadang aku cukup kesulitan untuk merangkai-nya dalam sebuah kalimat.

Sudah, segini dulu cuap-cuapnya. Sampai jumpa di next chapter! Doa aja ya supaya tidak memakan waktu yang lama. Haha.

Psstt jangan pelit vote!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mirror ; differentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang