Camping kemarin tidak menyenangkan sama sekali, karena sepulang dari itu Adhira terus mengurung diri di dalam kamar seharian. Mengabaikan panggilan Ibu Mela yang menyuruhnya makan, membiarkan martabak yang dibawa Ayah Ridho dingin tidak tersentuh.
Dia merasa sedih, mengapa sakit sekali mengingat kejadian kemarin.
Dia ingin menangis, mengapa kuat sekali perasaan yang dirinya miliki.
Dia ingin memaki, pada dirinya yang sangat lemah ini.
Yasa, tolong jauhin Adhira tanpa meninggalkan setitik harapan padanya. Jangan biarkan Adhira mengira kamu memberinya kesempatan.
Biarkan perasaannya tumbuh dan mati tanpa sepengetahuanmu.
Biarkan diri ini berharap dan berhenti tanpa kamu menyadarinya.
Tapi mengapa sulit sekali mempertahankan itu semua?
Sisi serakahnya ingin sekali kamu tau bahwa ada dia yang menyukaimu.
Sisi serakahnya ingin kamu juga melihatnya sebagai gadis yang dicintai.
Adhura sakit, ketika kamu tersenyum untuk gadis lain.
Adhita sakit, ketika tau kamu justru memilih orang lain untuk menjadi pendamping.
Adhira sakit, ketika kamu berada dekat dengannya. Namun sulit sekali untuk meraihmu.
Helaan napas terdengar berat, berusaha untuk mengenyahkan denyut nyeri yang masih gadis itu rasakan. Adhira pergi ke kamar mandi, melakukan ritual mandi dipagi hari.
Bibirnya tersenyum masam, melihat betapa lesunya diri itu di pantulan kaca. Bagaimana mata Cantiknya dikelilingi lingkar hitam yang membuat wajahnya menyeramkan.
Tatapannya redup sekali, seolah harapan hidupku tinggal beberapa hari lagi.
Come on!
Bahkan hanya dengan perkataan Mira, dirinya bisa dijatuhkan seperti ini? Lemah sekali!
Harusnya dia tidak terlalu sedih, karena bahkan Yasa tidak pernah tau perasaannya.
Harusnya jangan diambil hati, karena memang Mira mengatakan hal yang sebenarnya terjadi.
Kenapa dia justru seperti orang yang baru saja diceraikan suami? Lebay sekali. Sedih dan terus-terusan mengurung diri kamar.
Kalau saja Riana tau seburuk apa penampilannya saat ini, mungkin sepupunya akan tertawa mengejek. Berhak apa dia menangisi sesuatu yang tidak pasti?
Adhita hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk membersihkan seluruh tubuh. Lalu 10 menit untuk memilih dan menganakan pakaian. 10 menit lagi untuk menggunakan perawatan wajah dan tubuh.
Setelahnya dia keluar kamar, menuruni tangga dan duduk dimeja makan. Melihat beberapa lauk yang sudah tersaji, Adhita juga melihat martabak telur yang Ayah belikan tadi malam masih ada. Hanya beberapa potong yang hilang karena sudah dimakan.
Gadis itu mengambil nasi terlebih dahulu untuk mengisi piring, lalu sesendok kentang Mustofa, lalu mengambil ayam semur yang sudah dipotong dadu. Dia memakannya dengan hikmat, dengan perasaan sesak yang masih tersisa.
***
"Ria, mending lo main ke rumah gue. Dari pada gabut muter-muter ga jelas,"
Seraya tengkurap di atas kasur, Adhira menghubungi sepupunya diseberang sana. Bantal menjadi tumpuan kepala, sedang kakinya tertekuk dengan bagian betis dan telapak kaki terarah ke langit-langit.
"Males gue, ngapain ke rumah lo. Di situ juga kita paling main hp gak ngapa-ngapain. Mending lo ikut gue jalan-jalan, biarpun gak jelas tapi otak gue fresh."
Ujar Riana di seberang sana, Adhira berpikir sejenak. Ide Riana cukup bagus untuk dirinya yang dalam suasana hati buruk dari kemarin. Mungkin dengan jalan-jalan bersama Riana, biarpun tidak jelas kemana arahnya. Namun jika dapat menghilangkan perasaan buruk ini, dia akan ikut saja.
Tubuhnya bangkit berdiri, berjalan menuju cermin full body yang diletakkan di ujung ruangan. Melihat penampilannya masih oke, hanya mengenakan kaos warna putih pendek dengan gambar love. Lalu aku mengganti celanaku dengan jeans kulot, serta memakai cardigan rajut croptop sebagai pemanis. Rambutnya yang ikal, dia kuncir satu. Beberapa helai sengaja menjuntai disisi wajah dan dahi.
Tidak lupa mencangklek tas kecil lucu berwarna krem. Adhira berjalan ke arah rak sepatu, mengambil sepatu simpel dan memakainya. Sengaja tidak disertai kaos kaki, karena tidak perlu. Hehehe.
Tangannya kembali menghubungi Riana yang sebelumnya sempat dia matikan teleponnya.
"Kenapa lagi? Gak usah maksa gue ke rumah lo deh!" Riana terdengar kesal di seberang sana.
"Gak, gue mau ikut lo dong. Jemput ke rumah ya, gak pake lama." Lalu, Adhira kembali matikan panggilan itu. Tidak ingin mendengar sepupunya mengomel panjang lebar.
Adhira duduk di meja rias, sedikit dia labuhkan bedak ke area wajah. Lalu, linptint berwarna Pink ke oren-orenan dia oleskan pada bibir agar terlihat lebih fresh. Tangannya menyisir maskara ke alis, tipis-tipis saja. Lalu sedikit diberi ke bulu mata.
Sudah.
Walaupun kedengarannya simpel, namun hasilnya begitu sempurna. Adhira bersyukur miliki wajah yang mulus, tidak perlu repot banyak perawatan kulit. Namun, wajah mulus ini tidak mudah dia dapatkan, banyak proses yang telah dilalui. Karena memang sebelumnya dia menderita banyak sekali jerawat di wajah. Untungnya karena dukungan orang-orang sekitar, Adhira semangat untuk berobat dan merawat kulit. Sampai akhirnya gadis itu mendapatkan tekstur kulit yang dia mau.
Sangat berterimakasih untuk keluarga dan teman-teman yang selalu mendukungnya.
Tidak lama kemudian, klakson mobil terdengar kencang beberapa kali, tau siapa yang datang Adhira bergegas turun. Pamit pada Ibu dengan buru-buru, lalu berlari keluar.
"Hati-hati kak, jangan malam-malam pulangnya!" Triak Ibu dari dalam rumah.
"Iya!"
Gadis itu membuka pintu mobil dan duduk di samping kursi kemudi, "gila lo. Berisik! Gak usah berkali-kali bunyiinnya." Kesalnya dengan tangan sibuk memakai sabuk pengaman.
Ria hanya tertawa kencang, lanjut mengemudikan mobil kesayangannya. "Katanya disuruh gak pake lama, gue kaya gitu biar lo cepet. Kirain lo udah nungguin diluar, taunya masih dikamar."
Adhira tidak menjawab, fokusnya kini pada jalanan yang terus mereka lalui. Dia akan bersenang-senang sebetar lagi, menghilangkan sesak yang masih menyusup hati.
***
Direvisi : 8-2-2024
KAMU SEDANG MEMBACA
ADHIRA (Revisi)
General Fiction"Walaupun menyukaimu secara diam-diam sangat menyakitkan, tapi mengutarakan perasaan justru membuat hatiku seperti dipukul palu godam." -Adhira Kusumaputri *** "Tolong katakan jika Lo lelah, karena gue siap menjadi vitamin yang membuat Lo kembali be...