Letter For God - End

953 124 80
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul 02.15 siang yang mana bel pulang di sekolah Arsel sudah berbunyi sekitar 30 menit yang lalu dan anak menggemaskan itu masih menunggu jemputan di area lobby sekolah. Katanya kedua orang tua asuhnya akan menjemputnya sepulang sekolah tapi sampai saat ini mobil mewah milik kedua orang tuanya masih belum terlihat bahkan Arsel sudah menelpon ayah dan ibu beberapa kali tetapi tak ada satu pun dari kedua orang tuanya yang mengangkat telponnya. Lalu kenapa Arsel tak menelpon sang kakak saja? No! Arsel tak ingin menganggu Shaka, ia ingin kakaknya fokus pada pertandingan ice skating nya yang mungkin akan di mulai sekitar 1 jam lagi.

"Ayah sama ibu mana sih? Katanya mau jemput, tau gitu Acel pulang naik ojol aja, kan Acel udah ga sabar mau liat kak Shaka main ice skating," gumam Arsel seraya menyandarkan tubuhnya pada sofa.

Dan tak lama dari itu ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Arsel tersenyum lebar kala melihat panggilan masuk itu dari sang ayah.

"Ayah?!! Ayah dimana? Acel udah nunggu ih dari tadi kok lama banget sih," oceh Arsel setelah sambungan telpon terhubunga.

"Maaf ya sayang ayah baru ngabarin Acel sekarang. Ayah sama ibu ga bisa jemput Acel, kami harus antar kakak check-up dulu ke rumah sakit, tadi kakak bilang dadanya sakit lagi jadi ayah sama ibu ke rumah sakit dulu untuk mastiin kakak baik-baik aja," sahutan sang ayah di sebrang sana membuat kedua netra fox Arsel membulat.

"APA?! KAKAK SAKIT YAH?! TERUS GIMANA? PERTANDINGANNYA GIMANA? AYAH KALAU KAKAK SHAKA SAKIT GA USAH IKUT PERTANDINGAN DULU ISH!" hebohnya dan Arsel dapat mendengar sang ayah sedikit terkekeh pelan disana.

"Adik ga usah khawatir, tadi kakak udah di periksa kok dan kata dokter kakak baik-baik aja, tapi memang harus di perhatikan, semuanya baik-baik aja adik jangan khawatir ya. Ohiya adik jangan kemana-mana pak Agus lagi otw ke sekolah untuk jemput adik."

"Gimana kalau Acel naik ojol aja yah biar cepet? Acel khawatir, takut kak Shaka kenapa-napa."

"Nggak! Adik ga boleh naik ojol, kakak gapapa adik, tadi emang sakit sedikit tapi sekarang kakak udah baik-baik aja, adik ga perlu khawatir sama kakak, tunggu jemputan aja. Okay?!" dapat Arsel dengar sang kakak menyahuti ucapannya.

"Adik denger kan apa kata kakak? Itu udah keputusan final," kali ini suara sang ayah kembali terdengar.

"Hm yaudah deh kalau gitu gapapa Acel nunggu pak Agus aja," pasrah Arsel dengan bibirnya yang mengerucut lucu.

"Okay goodboy! Kalau gitu ayah tutup dulu ya telponnya, bye sayang.."

"Hm bye ayah."

Pip! Sambungan telpon pun terputus dan bertepatan dengan itu Arsel menghela napas seraya beranjak dari duduknya.

"Pak Agus jemputnya lama, Acel tunggu di depan halte aja kali ya biar nanti bisa langsung pergi jadi pak Agus ga perlu masuk ke sekolah buat jemput Acel. Iya betul tuh!"

Setelah itu Arsel melanglahkan tungkainya keluar dari area lobby menuju ke halte bis yang tepat berada di sebrang sekolahnya. Butuh beberapa menit untuk Arsel melangkahkan tungkainya dari area lobby sekolah sampai ke gerbang yang memang jaraknya lumayan agak jauh membuat Arsel sedikit menggerutu lantaran terik matahari siang ini begitu menyengat.

"Pak Agus masih dimana ya," Arsel mengedarkan pandangannya menatap sekitar mencari keberadaan mobil keluarganya yang tak kunjung datang.

Perlahan Arsel pun melanglahkan tungkainya menyebrangi jalan, namun karena tidak terlalu fokus, ia tak menyadari jika lampu untuk penyebrang jalan kaki masih berwarna merah menandakan Arsel belum boleh menyebrang. Hingga tak lama dari itu,



Letter For God [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang