05

421 92 7
                                    

"Si paling menghargai waktu akhirnya telat juga, ya, gaes."

Kaila lupa kalau ada brifing sepuluh menit sebelum acara dimulai. Weda juga.

Alhasil, kedatangan mereka disambut sindiran para panitia. Namun, santai saja Weda berkata,

"Kaila lama jalannya."

Kaila mengerucutkan bibir, hendak protes tapi ia pikir ini bukan tempat dan waktu yang tepat untuk itu.

Jadi, untuk menyalurkan sedikit kekesalan, Kaila mencubit paha Weda. Sang pemilik menggaduh tanpa suara.

"Apa si?"

"Lo yang tadi Ngajakin beli es krim, kok nyalahin. Udah tahu rame anak SD, masih aja mau ngantri."

"Iya gue salah. Ya udah si, kan lo juga nikmatin es krim-nya. Mana gratis lagi 'kan."

"Gue nggak minta ditraktir."

"Tapi gue mau nraktir."

Dengusan Kaila mengakhiri perdebatan-bisik-bisik mereka di sela-sela brifing panitia.

Sudut bibir Kaila entah mengapa berkedut. Ada senyuman yang ia tahan-tahan agar tidak muncul ke permukaan. Lirikan mata jatuh pada Weda, laki-laki yang lagi-lagi memilih duduk di sebelahnya.

Jika begini, Kaila berada pada radius tak aman.

Pesona seorang Weda saat menjelaskan teknis acara memapar Kaila sangat banyak. Kaila bukan lagi hanya melirik, tapi fokus menatap.

"Kai?"

"Apa, Ganteng?"

Sumpah, kalo ada pintu menuju masa lalu di kantong Doraemon, Kaila mau pinjam sekarang.

Pasalnya, sedetik yang lalu, mulut sialan ini tidak sengaja mengeluarkan apa yang seharusnya tidak dikeluarkan.

Kaila saja terkejut, apalagi Weda.

"Itu lo ditanya PDD aman nggak?"

"Aman, kok."

Jantung gue yang nggak aman.

[] 

METANOIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang