Happy reading yorobuuunnnn
Alin duduk di sofa yang sengaja disediakan untuk tamu dan berada tepat di depan ruang kerja seseorang yang sedang ia tunggu. Karena sudah memasuki liburan sekolah ia jadi punya banyak waktu luang untuk menjalani aktifitasnya yang lain. Tidak memerlukan waktu lama, ia dengar suara pintu kayu itu terbuka dan dirinya segera berdiri. Kedua tangannya memegang tali dari tas kertas yang berisi sesuatu untuk si pemilik ruangan.
Si Kepala Sekolah menghampiri pria dengan seragam hari Seninnya itu saat tubuhnya terlihat dari balik pintu. Ia baru ingin menyapa namun terhenti bergitu melihat sosok lainnya yang keluar bersama dengan si pria.
"Alin," sapa Werdiyan dengan ramah. Alin hanya membalas dengan senyuman, matanya tidak bisa teralihkan dari pria monolid dan gadis tinggi di sebelahnya yang juga menatap dirinya.
"Itu bekal untukku kan?" pertanyaan si Kepala Desa membuat dua tamu sebelumnya mengalihkan pandangan pada sesuatu yang ia pegang dengan erat. Wanita cantik itu mengangguk canggung karena ia bisa dengan jelas melihat Saugi yang menatapnya kecewa.
Dada pria itu naik lalu turun lagi, menandakan ada helaan nafas berat yang baru saja ia keluarkan. Ia pun mengalihkan pandangannya pada Werdiyan.
"Saya pamit dulu pak." Ucap Saugi pada si Kepala Desa.
"Ohiya, Terima kasih banyak Pak Saugi." Pria itu mengulurkan tangannya pada si Pengusaha dan langsung dijabat erat.
"Sama-sama pak." Balas Saugi. Ia menunggu pria itu menyalami sekretarisnya lebih dulu, baru ia kembali bersuara.
"Ayo Joanna." perintahnya.
"Iya pak." Joanna menurut. Ia mengekori sang atasan yang pergi lebih dulu. Saat keduanya akan melewati Alin, ia pikir Saugi akan menyapanya setelah pemberian bekal kemarin tapi sayangnya pria itu berlalu begitu saja. Ia sempat bingung namun memilih untuk menganggukkan kepalanya sebagai pengganti sapaan pada Alin dan juga untuk mewakilkan pria itu.
'Alin masuk dulu ke ruanganku sebentar ya.'
Suara Werdyan masih bisa ditangkap oleh telinga dua tamu itu. Joanna mungkin tidak menaruh perhatian lebih, tapi tidak dengan Saugi. Pikirannya berantakan, terlalu banyak kemungkinan-kemungkinan buruk yang ia hadirkan di kepalanya sampai ia tidak mampu menahannya. Ia harus melakukan sesuatu agar tidak ada hal buruk yang dilakukannya.
"Joanna, kamu kembali ke kantor sendiri ya. Saya jalan saja." Saugi berkata lalu menyerahkan kunci mobilnya pada sang sekretaris. Yang diperintah menatap pimpinannya bingung.
"Anda yakin? Jaraknya lumayan pak." Beritahunya. Cuaca siang itu memang tidak terik, karena sudah masuk ke musim hujan. Tapi bukan berarti adalah pilihan yang tepat kembali ke kantor dengan berjalan kaki di saat jarak tempuh menggunakan kendaraan saja memakan waktu 20 menit. Ditambah atasannya itu tidak terlalu disukai para warga karena mereka masih marah dengan keputusannya yang tetap menggusur TK di desa itu.
Saugi pun menganggukkan kepalanya. "Saya yakin, Joanna. Kamu hati-hati ya." ucapnya dan setelah itu langsung pergi meninggalkan Joanna yang terheran-heran.
"I..iya pak." Cicitnya, entah terdengar atau tidak oleh pria itu.
Saugi pun meninggalkan kantor desa dengan hati sesak dan langkah berat. Dirinya ingin sekali kembali ke dalam gedung itu lalu masuk ke dalam ruangan si Kepala Desa dan menyeret Alin keluar dari sana. Tapi itu adalah hal yang tidak mungkin, selain dirinya tidak punya hak untuk melakukan hal tersebut, ia juga takut kalau semua perubahan yang ia usahakan selama ini akan berakhir sia-sia karena dirinya masih membiarkan emosinya menang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance (?)
Fanfiction❗Gen-Ben❗ Alternate Universe Sequel of 3 Stages Of Loving You