1.1

23 1 0
                                    

Anindya baru saja menyelesaikan salah satu tugas kuliahnya saat ponselnya berdering. Di sana tertera panggilan suara dari Elang. Gadis itu menutup laptopnya, baru kemudian mengangkat panggilan tersebut.

"Hai." Suara lelaki itu terdengar begitu Anin mengangkat panggilan tersebut.

"Hei, Kenapa?" Tanya Anin penasaran. Ia berjalan pada tempat tidurnya yang berada tepat di belakang kursi yang baru saja ia tempati.

"Ayo keluar." Ajak Elang di seberang telepon. Anin sedikit tersenyum geli, mengetahui jika lelaki itu sedari dulu selalu saja begitu. Agaknya Elang tengah dalam perasaan yang tidak baik-baik. Kalau tidak, mana mungkin sahabatnya itu mau mengajaknya keluar setiba-tiba ini.

"Ayo." Kebetulan Anin juga belum mengisi perutnya sedak siang tadi. "Gue siap-siap dulu." Sambung gadis itu kemudian.

"Oke, gue sampe lima belas menit lagi." Setelah Elang mengatakan itu, ia langsung mematikan sambungan panggilannya secara sepihak.

Tanpa menunggu lama, Anin segera bersiap. Tidak lama kemudian, seperti yang dikatakan lelaki itu tadi, Elang tiba di kosan di mana Anin tinggal. Gadis yang kini melapisi kaos yang ia pakai dengan kardigan itu langsung masuk mobil hitam milik Elang, setelah sang empunya mempersilahkannya.

"Ke tempat biasa?" Tanya Elang, menawarkan. Anin yang tengah memakai seatbelt hanya mengangguk mengiyakan.

Di perjalanan Elang sepertinya tidak berniat membuka pembicaraan. Anin pun demikian. Ia tahu jika laki-laki yang tengah mengemudi di sampingnya itu sedang dalam kondisi yang mungkin kurang baik. Dan Anin begitu mengenal Elang, lelaki dengan kaos hitam itu akan merasa tidak nyaman jika Anin bertanya dalam kondisi seperti sekarang ini.

Beberapa menit berlalu, merekapun sampai di rumah makan khas Indonesia yang biasa mereka datangi. Di sana sepasang manusia itu hanya makan dan sedikit berbincang tentang hari mereka. "Mau cari angin dulu?" Tawar Anin, saat ia dan Elang baru saja keluar dari rumah makan tadi.

"Hmm." Jawab Elang singkat. Mereka berdua kemudian berjalan bersisian di jalan pavin yang memang bermuara pada taman dekat danau di sekitar daerah itu. Gadis berkuncir kuda itu meniup telapak tangannya kemudian memasukan kedua tangannya pada kantong kardigan yang ia pakai untuk menghalau udara malam yang semakin menusuknya. Elang masih mengatupkan bibirnya. Mereka berdua berjalan bersisian sambil terus berperang dengan pikiran mereka masing-masing.

Anin sedang menatap kearah kaki mereka berdua yang melangkah bersisian, sebelum ia sedikit terkejut karena Elang tiba-tiba merangkulnya dan menarik tubuh gadis itu lebih dekat kearah lelaki yang kini mengenakan jaket hitam itu. Anin menatap wajah lelaki di sampingnya, yang ia dapati Elang tengah tersenyum tanpa melihat kearahnya. Lelaki itu kemudian menarik tubuh Anin menuju rerumputan di pinggir danau yang di sekitarnya ada beberapa orang tengah duduk menikmati udara malam hari.

Elang melepas rangkulannya agar bisa duduk di atas rerumputan itu. Ia kemudian menarik pergelangan tangan Anin agar gadis itu duduk di sampingnya. Beberapa menit berlalu hanya diisi suara orang-orang di sekitar mereka sambil menatap air danau yang terkena sedikit seburat cahaya bulan.

"Udah berubah?" Elang membuka suara lebih dulu, tanpa menatap ke arah Anin yang menatapnya bingung.

MoreoverWhere stories live. Discover now