Sore itu, ibukota Jepang sedang diguyur hujan. Di saat yang bersamaan, di sebuah cafe seorang pria dewasa sedang memandang ke luar jendela cafe. Pria itu adalah Rui, yang saat ini berusia 22 tahun. Ia adalah lelaki tampan yang memiliki mata berwarna sedikit kecoklatan dan rambut yang sedikit ikal.
Pikiran pemuda itu melayang pada kejadian yang terjadi sekitar 5 tahun yang lalu. Saat itu ia berusia 17 tahun, dan masih memiliki seorang anggota keluarga. Berbeda dengan sekarang, ia sendirian di dunia ini, tanpa seorang pun anggota keluarga.
Dahulu ia memiliki saudara laki-laki, namanya Ren. Ren berusia 1 tahun lebih tua dibandingkan dengan dirinya. Berbeda dengan Rui yang memiliki warna mata sedikit kecoklatan dan berambut sedikit ikal, Ren memiliki mata yang berwarna hitam dan memiliki tahi lalat di pipi sebelah kanannya. Rambutnya pun, bisa di bilang lebih lurus daripada Rui.
Mereka berdua memang saudara, tetapi mereka bukanlah saudara kandung, melainkan saudara tiri. Ren dan Rui memiliki ayah yang sama, tetapi mereka terlahir dari rahim ibu yang berbeda. Dahulu Rui membenci saudaranya itu karena suatu alasan, tetapi saat ini ia sudah tidak membencinya lagi.
~5 tahun yang lalu~
Pagi itu, Ren sedang berkutat dengan bahan makanan di dapur, ia sedang membuat sarapan untuk dirinya dan saudaranya. Ia memang sudah terbiasa memasak untuk dirinya dan saudaranya selama kurang lebih 10 tahun terakhir. Tak butuh waktu yang lama, ia pun selesai membuat sarapan. Setelah itu, ia segera menyajikan sarapan yang telah ia buat.
Jika kalian menanyakan keberadaan Rui, saat ini pemuda masih di kamarnya. Dirinya masih belum bangun, padahal sebentar lagi ia sudah harus berangkat ke sekolah. Karena Rui belum bangun, Ren pun segera berjalan ke kamar Rui untuk membangunkannya. Ia membuka pintu kamar Rui, lalu masuk ke dalam kamar Rui. Ia menarik selimut Rui dengan paksa dan menggoyangkan tubuh saudaranya.
"Rui, bangunlah. Ini sudah pagi, kita harus segera sarapan dan berangkat ke sekolah. Kalau tidak kita akan telat," ucap Ren sambil menggoyangkan tubuh Rui, agar saudaranya itu segera bangun.
"Hngh, biarkan aku tidur sebentar lagi," ucap Rui yang masih setengah sadar.
"Ayolah, Rui. Bangunlah," Ren kembali mencoba membangunkan saudaranya. Ia goyangkan lagi tubuh adiknya itu, dengan harapan Rui segera terbangun. Usahanya ternyata membuahkan hasil, Rui segera bangun dari tidurnya setelah beberapa kali ia goyangkan tubuhnya.
"Ck! Baiklah, aku bangun." Dengan perasaan kesalnya, Rui pun akhirnya bangun. Tetapi tak lama setelahnya, ia menyadari bahwa Ren ada di dalam kamarnya. Padahal ia sudah pernah melarang saudaranya itu untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Apa maumu hah?! Bukankah aku sudah pernah bilang padamu, jangan pernah masuk ke kamarku!" bentak Rui kepada Ren. Ia kesal karena saudaranya mengabaikan perkataannya waktu itu. Padahal jika ia pikirkan, bagaimana Ren akan membangunkannnya jika tidak masuk ke dalam kamarnya. Apalagi Rui sangat sulit dibangunkan, Ren tidak mungkin membangunkannya hanya dengan memanggilnya dari luar kamarnya. Dapat dipastikan ia tidak akan bangun, jika dibangunkan dengan cara seperti itu.
"Maafkan aku, Rui. Jika aku tidak masuk ke kamarmu aku tidak bisa membangunkanmu," ucap Ren meminta maaf kepada Rui, karena telah masuk ke kamarnya. Rui hanya diam saja saat Ren mengatakan hal tersebut, kemudian ia pun meninggalkan Ren dan segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Saat Rui sedang bersiap-siap, Ren memberitahunya agar sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Saudaranya itu memberi tahu kalau ia akan berangkat ke sekolah sendiri, setelah sarapan.
"Rui, aku akan sarapan dan berangkat ke sekolah sendirian. Aku tidak akan menunggumu, jadi sebelum kau berangkat ke sekolah nanti sarapanlah terlebih dahulu. Aku sudah membuatkan sarapan tadi!" ucap Ren kepada adiknya. Ia tidak menunggu jawaban atau perkataan Rui karena dirinya tahu, saudaranya itu tidak akan menjawabnya atau menimpalinya. Setelah selesai sarapan, Ren pun berangkat ke sekolah sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenang
Truyện NgắnPenyesalan hadirnya kerap terlambat. Begitulah yang dirasakan oleh Rui dalam menjalani kehidupannya saat ini.