Prolog

113 13 2
                                    

Beberapa lembar kertas usang dijejalkan dalam sebuah koper dengan terburu-buru.

Mungkin dia sedang dikejar setan.

Nafasnya memburu dan sepatu hitamnya saling berlomba di lantai marmer.

Mungkin seseorang sedang menunggunya.

Ia mengacungkan tongkat sihirnya, merapalkan mantra apparate.

Mungkin juga tidak begitu.

Kekuatan magis yang besar berbenturan bersama dengan sihir pelindung manor yang perlahan runtuh. Di balik helai rambut peraknya yang dikibas angin, sepasang permata kelabu yang basah menitikkan air mata.

Atau mungkin saja keduanya.

Di dalam mimpi yang kusebut sebagai suatu 'penglihatan', aku menemukan adik perempuanku menderita disebabkan oleh apa yang telah kutinggalkan untuknya. Hatiku hancur melihat gadis berkarakter kuat sepertinya menangis. Walaupun dia tidak menyuarakannya namun aku bisa menebak isi hatinya.

Kurasa karena itulah, Atropa menatapku dengan sorot mata nanar seperti itu.

Menyalahkan dan menuduhku atas apa yang tidak ia ketahui di kehidupan ini.

Elliot memberengut marah, menarik ujung kemejaku. Matanya yang memerah menyuruhku melakukan sesuatu. Dia percaya bahwa aku bisa melakukan sesuatu untuk memperbaiki segalanya kembali. Kakinya bergerak gelisah, lalu digaruknya leher yang ditutupi kerah kancing yang yang diikat rapat. Saat aku hendak membantunya meringankan iritasi kulitnya itu, ia menjauh sembari melindungi kerah bajunya dengan kedua tangannya.

Aku tertegun sesaat. Raut wajahnya memucat dan ngeri. Kami saling berpandangan. Tepat di saat itu ia menangis sejadi-jadinya. Menghambur ke pelukanku dan memintaku untuk tidak meninggalkannya dan bahwa ia takut gelap. Waktu itu, aku mengira dia membicarakan peti matinya.

Scorpius yang tertidur dalam pelukanku mengerang lemah. Panas tinggi tiba-tiba menyerangnya saat kami bermain di taman. Aku berlari masuk ke dalam manor dan menyerahkannya pada mum dengan panik. Aku menjulurkan balita berumur 2 tahun di tanganku pada mum yang terdiam saat mendengarku berkata badan Scorpius luas biasa panas.

Perkamen yang sedang dibacanya jatuh di atas karpet.

Dengan tangan gemetar mum mengambilnya. Iris hazelnya memandang wajah Scorpius yang kesakitan begitu lama. Tiba-tiba bulir-bulir air menggenang di pelupuk matanya. Menetes dan jatuh di pipi merah Scorpius.

"Mum?"

Untuk pertama kalinya kulihat mum menangis tersedu-sedu. Begitu lemah dengan suaranya yang lirih, ketika ia mendekap Scorpius dan berbisik di telinganya. Kata-kata yang tak bisa kudengar.

Setelah itu mum tersenyum kecil.

Terasa pedih.

Air mata yang tak bisa kutahan. Bagaimana tangan ayah yang besar menyentuh punggungku dan menyuruhku menjadi anak laki-laki yang kuat. Atropa yang bertanya dengan marah tentang ketidakadilan dan kasih sayang yang dipertanyakan. Elliot yang mendongak pada mum lalu menoleh ke belakang, memandang kami dari balik bahunya. Scorpius dan aroma susu di tubuhnya yang kecil—seorang anak yang tidak pernah beranjak dewasa.

Sekarang aku mengingat semuanya.

.

.

.

He Remembers

(In search for something missing)

Rozen91

Harry Potter © J. K. Rowling

prologue

.

oo...oo

"Namaku Orpheus Malfoy dan aku ingat kehidupanku sebelumnya. Rentetan kejadian tak masuk akal memberiku kesimpulan bahwa kami sedang dipermainkan nasib.

Dan aku tak tahu darimana semua ini bermula."

He RemembersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang