Jawaban

7 0 0
                                    

"Kamu pastinya tau bahwa aku masih menyukaimu, bukan sebagai teman tetapi seorang perempuan kepada seorang lelaki. Aku bahkan tidak tahu maksud kehadiran kamu yang tiba tiba, dan membawa sikap hangat dari pada sebelumnya.

Aku hanya tidak suka dengan perasaan tak pasti. Jika memang datang mu hanya untuk  menjalin pertemanan, sepertinya untuk saat ini, aku belum bisa. Karena perasaan ku belum hilang sepenuhnya. Aku tidak mau menghabiskan waktu ku untuk mengharap kamu yang sebenarnya tak bermaksud.

Berteman lah setelah rasaku hilang. Karena saat ini, kamu hanya menyiksa harapan ku."

Pukul tujuh malam, aku menyelimuti diri dengan kalut dan ragu setelah ketikan panjang itu akhirnya mendarat di pesan bertumpuk mu. Ditengah ramai nya Solo, di lantai dua rumah singgah yang tua, aku meninggalkan ponsel ku dan mengatur degub jantung yang terasa seperti habis berlari maraton 10 km panjangnya. Nafas yang terengah, tangan yang tak pandai diam mengetuk betis tanpa irama, berpura pura lupa apa yang terjadi dan apa yang tengah di nanti.

Ini bukan pertama kalinya pengakuan itu dihantarkan. Namun pengakuan pertamalah yang membuat takut akan yang kedua. Apakah penolakan akan kembali ia daratkan. Apakah malam ini, kota yang paling tenang akan kehilangan ketenangannya, setelah memberi kenangan pahit pada sang gadis yang menanti cinta pertamanya.

Terkadang pengakuan datang bukan sekedar untuk menemui sebuah jawaban. Pengakuan datang juga untuk menyelesaikan kisah. Ketika penolakan yang diterima, maka tamat sudah penantian panjang. Dan sebaliknya, ketika rasa terbalas, maka ada babak baru yang akan mulai. Dan aku mengerti, malam ini aku seperti tengah menulis sebuah buku yang hampir pada ujung ceritanya. Sekalipun aku sang tokoh utama, namun akhir cerita ini bergantung padanya.

Rasa sakit ini bahkan belum sampai pada sebuah jawaban. Pikiran pikiran ambang terus membawa ia lari pada kenangan pahit dulu. Jam jam yang terlewat, masih tak tersentuh ponsel yang terus bergetar menandakan ada lebih dari satu pesan yang datang.

Menyiksa diri dengan angan dan bayangan terkadang jauh lebih nyaman dari pada menemui sebuah kenyataan. Yang kulakukan saat ini hanyalah berlari melawan arah kenyataan. Karena aku tau jawaban itu sebenarnya sudah tergeletak pada pesan masuk.

Aku hanya ingin menunda waktu untuk menyusaikan cerita. Walau tak ada guna melewati waktu hanya untuk berpura pura, yang pada akhirnya akan tetap kuselesaikan cerita itu malam ini.

Lantas ku raih ponsel ku, tampak 5 pesan masuk darinya. Membaca pesannya seperti membutuhkan pemanasan, menarik nafas dengan panjang, namun tak perlu melakukan peregangan. Aku hanya ingin jantung ku tak riuh, ingin kusadarkan si jantung bahwa apapun kalimat yang akan disampaikan, dunia tidak akan rubuh. Mungkin hanya aku yang runtuh, dan itupun memiliki kadaluwarsa.

Yang kutakuti mulai mencair. Semua bayangan duka yang sudah berjam jam membuat tersiksa, ikut bertepuk tangan memberi selamat. Kini Solo ikut merayakan, mengusap tangis kalut dengan buai dan menggantikannya dengan peluk senyum.

"Maaf jika memang itu yang kamu rasakan selama ini. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti atau bahkan memberimu harapan."

"Karena saat ini, aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat"

"Seperti katamu, bukan sebagai seorang teman, tetapi seorang lelaki dan seorang perempuan"

"Aku juga menyukaimu. Maaf karena terlambat menyadari perasaan ini"

Jawaban itu mendarat tepat di hati sang gadis yang ingin dirayakan bahagianya.

KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang