Dan dikehidupan yang lain, aku akan menjadi wanitamu. Jadi, aku tak perlu berkata, kamu salah satu yang pergi. Dikehidupan yang lain, aku akan membuat kamu tinggal, bersama melawan dunia.
Mungkin Tuhan tidak mengizinkan kita bersama. Mungkin Tuhan tidak percaya padaku untuk bersamamu, atau percaya padamu untuk bersamaku.
I'd be losing you.But in another life I would make you stay.
Dikemarau, sehabis pulang sekolah, pertama kali aku bertemumu. Gunakan kemeja lusuh yang tak kau kancing dengan benar. Terselip rokok dibibirmu.kau berdiri disana; diatas tembok tinggi dibalik sekolah. Tak tau apa yang sedang kau kerjakan dengan bukumu, tapi aku tersenyum.
Selangkah mendekatimu. Kulihat disana, bibirmu, satu tindik yang sesekali kau mainkan dengan lidah. Tipikal anak nakal.
Aku tak pernah suka anak nakal. Tapi melihat kamu entah mengapa aku tersenyum dari bawah sini.
Sejak itu, hampir tiap hari sepulang sekolah aku melihatmu disana. Seperti anak kecil, kamu mengayunkan kaki seraya berpikir, melihat langit, lalu melanjutkan sesuatu yang kamu kerjakan.
Apakah seperti penguntit ketika aku hampir selalu berada dibalik tembok memerhatikanmu? Tapi setiap apa yang ada didirimu seperti berteriak memerintah tubuhku untuk merinci kegiatanmu.
Berbulan-bulan, mengapa kamu selalu sendiri disana? Sebenarnya apa yang kamu kerjakan dengan buku dan pensilmu? Hingga satu tahun berlalu, aku tak kunjung tau.
Akhir sekolah kita dimenengah akhir, aku mengutuk waktu yang cepat berlalu.
Lagi, kamu sendiri dibangkumu. Yang lain menangis mendengar pidato perpisahan kepala sekolah kita, kamu malah asik dengan bukumu-aku malah asik mengamatimu. Kamu semacam sesuatu untuk diobservasi.
Saat dibalik mikrofon ketika kamu mendapat ijazah perjuanganmu, kamu hanya berkata terima kasih untuk semuanya. Setelah acara, kamu disana; berkumpul dengan teman-temanmu. Satu kali aku meliahatmu tertawa karenanya. Hanya satu kali sebelum kamu mengembalikan wajah datar itu, tapi sudah melemaskan kakiku.
Malam harinya ketika prom, kamu duduk di atas panggung kecil sana, memangku gitar, mulai memetiknya. Beberapa detik kamu hanya memetik sebelum kudengar alunan lagu itu.
Summer after high school when we first meet
We made out in your mustang to radiohead
And on my 18th birthday we got matching tattoos
Senyumku mengembang, suara mu yang berat terdengar bagus menyanyikan lagu yang kamu nadakan dengan slow itu.
Used to steal your parents' liquor and climb to the roof
Talk about our future like we had a clue
Never planned that one day I'd be losing you
Saat kamu berhenti memetik, aku tak tau mengapa. Kamu mengangkat kepala dan pandang kita bertemu, hanya satu detik dan lututku kembali lunak.
Berdehem sekali, kamu mulai berkata selamat tinggal dan lagi-lagi terimakasih, sambil tersenyum.
Mataku terbelalak. Bukan karena senyummu yang terbilang indah, tapi karena kata-katamu yang nyatakan ini malam terakhir kamu disini sebelum terbang keujung dunia dibelahan lain sana.
Aku tak fokus saat teman-teman dekat mu menghampiri mengucap selamat tinggal. Aku tak terlalu memerhatikan ketika orang-orang disekitarku mendesah kecewa karenamu. Yang aku tahu air mataku merebak. Bagaimana cara menahannya sementara satu tetes telah leleh.
Ruangan kembali hening dan gitarmu kembali bersuara.
In another life I would be your girl
We keep all our promises, be us against the world
And in other life I would make you stay
So I don't have to say you were the one that got away
The one that got away
Kamu benar. Dikehidupan yang lain, aku kan menjadi wanitamu. Jadi aku tak perlu berkata bahwa kamu adalah salah satu yang pergi.