💞Delapan belas tahun yang lalu...
Pantai Jimbaran Bali, Januari 2004
Jingga terbentang diatas Cakrawala, menampilkan rona keemasan yang sangat indah bernama Senja. Suara ombak terdengar samar oleh Canda tawa para anak manusia yang berlarian kesana kemari mengejar ombak yang tiada henti menciumi bibir pantai.
Laut dan Senja merupakan salah satu penampakan alam yang memiliki banyak keindahan. Seperti Senja yang terlihat sangat indah ketika cahaya kemerahannya terpantul apik oleh birunya air laut, serta Lautan yang memberikan Atmosfer ketenangan hati. Itulah mengapa tidak sedikit dari banyaknya manusia yang lantas gemar untuk sekedar menghabiskan waktu dilaut sembari menikmati Senja. Selain menenangkan hati, laut juga dapat menggambarkan fikiran yang bebas.
Hal itulah yang saat ini dilakukan oleh sepasang suami istri yang terlihat tengah berjalan menyusuri tepi pantai sembari bergandengan tangan. Angin menerpa wajah sang puan membuat surai hitam sebahu itu berayun mengikuti kemana belaian angin membawanya.
"Cantik ya mas". Ujar wanita itu sambil menunjuk ke arah matahari yang mulai tenggelam.
"Iya. Cantik" Lelaki dengan balutan kaos berwana putih serta celana Jeans biru tua itu tersenyum menatap pahatan sempurna yang tuhan ciptakan pada setiap inci paras ayu wanita yang terhitung sudah tiga tahun menjadi istrinya tersebut.
"Apanya yang cantik mas?" Tanya nya seakan mengerti kemana arah pandangan sang suami.
"Kamu Lun. Cantik pake banget"
Bugh!
Pukulan pelan wanita itu daratkan pada dada bidang sang suami.
"Tapi yang aku tunjuk itu Langitnya mas". Protesnya.
"Selama ada kamu didunia ini, maka keindahan alam apapun tidak akan bisa mengalahkan indahnya kamu Lun... kamu terlalu sempurna".
"Mas...."
"Aku sayang kamu Lun"
"Aku juga mas"
"Terimakasih ya sudah hadir dalam hidup aku... kamu anugerah terindah untukku Laluna Atmaja" satu kecupan terlampau lembut pria itu daratkan pada dahi sang istri.
Kedua insan itu kembali menyusuri bibir pantai dengan tautan tangan yang tidak pernah terlepas barang sedetikpun.
Merasa sedikit lelah setelah berjalan-jalan menyusuri bibir pantai akhirnya keduanya memilih untuk duduk sambil menikmati deru ombak.
"Haus ya? Mas beli air kelapa dulu untuk kamu" ujarnya yang kemudian mendapatkan anggukan kecil.
Sembari menunggu sang suami membeli air kelapa, luna meluruskan kakinya yang terasa cukup pegal karena berjalan-jalan sejak tadi. Ia menghembuskan nafasnya dan kemudian tersenyum sambil mengelus perutnya yang tertutup oleh Blues berwarna putih.
Dan dari kejauhan Sailendra Atmaja terus memperhatikan setiap pergerakan kecil sang puan yang bahkan kecantikannya tak memudar meski dilihat dari jarak yang cukup jauh. Ditambah lagi bulu matanya yang lentik serta hidungnya yang mancung membuatnya sangat menawan dari arah samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIOPHILE [ Tangisan Dibawah Hujan ]
Teen Fiction🚩 "𝘽𝙖𝙜𝙖𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙧𝙖𝙝𝙪 𝙠𝙚𝙘𝙞𝙡 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙚𝙧𝙤𝙢𝙗𝙖𝙣𝙜-𝙖𝙢𝙗𝙞𝙣𝙜 𝙙𝙞𝙩𝙚𝙣𝙜𝙖𝙝 𝙡𝙖𝙪𝙩𝙖𝙣, 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙩𝙪𝙡𝙖𝙝 𝙖𝙠𝙪 𝙝𝙞𝙙𝙪𝙥. 𝙬𝙖𝙡𝙖𝙪 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙠𝙚𝙩𝙖𝙠𝙪𝙩𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙪 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙩𝙚𝙩𝙖𝙥 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙚𝙣𝙙𝙖𝙡𝙞𝙠𝙖...