💞
' Tidak semua pulang menjadi tempat kembali '
*****
Dingin, basah, dan juga sedikit berisik kala rintiknya yang besar-besar mulai menghujam diatas atap. Aroma basah dari tanah serta rerumputan yang khas mulai tercium seiring angin yang membantunya menguap keudara. Hujan, satu kata yang membawa seribu ketenangan bagi seorang gadis bernama Rasenja Calestia Atmaja.
Gadis berbalut Hoodie Oversize berwarna Abu tua itu menyandarkan tubuhnya sembari menikmati Pemandangan malam dari dalam kaca jendela mobil yang saat ini tengah melaju kencang membelah kesunyian malam. Tak banyak yang bisa ia lihat, melainkan deretan pepohonan hijau yang menjulang tinggi di sisi jalan.
Dasar anak sial!
Bodoh!
Tidak berguna!
Berandal!Senja menghela nafasnya berat ketika mengingat rentetan perkataan menyakitkan yang ayahnya lontarkan beberapa jam lalu. Tangannya meremas ujung Hoodie yang ia kenakan. Perasaan cemas mulai menginvasi fikirannya ketika jarak perjalanan mereka kerumah Om Bram semakin dekat.
"Masih lama pak?" Tanya nya pada pak Darso yang terlihat sedang Fokus mengemudi.
Darso melirik Senja melalui kaca spion tengahnya. "Satu jam lagi Non." Ujarnya yang mendapatkan Anggukan kecil dari Putri Bos-nya tersebut.
Untuk menghilangkan rasa Cemasnya Senja pun memutuskan untuk merogoh ponselnya, lalu memutar lagu melalui Earphone yang menyumbat kedua lubang telinganya. Alunan musik dari Ghea Indrawari berjudul Jiwa yang bersedih terus mengalun menemani perjalanannya yang sunyi.
Setelah menghabiskan perjalanan selama Tiga sampai empat Jam akhirnya Mobil Mini Cooper berwarna merah itupun terparkir Apik didepan halaman sebuah bangunan besar dan mewah. Pak Darso memeriksa Senja yang ternyata masih tertidur pulas dikursi penumpang dengan wajah tertutup Topi Hoodie yang ia kenakan.
"Non, bangun. Kita Sudah sampai." Ujar Darso sambil mentoel pelan Tangan Senja. Gadis itu bergumam lalu membuka matanya dan melepaskan Earphone yang masih menyumbat telinganya. Sejenak ia terdiam dan memperhatikan sekitar.
Rumah Mewah berdesain Ala Villa itu diapit oleh Persawahan dimasing-masing sisinya. Senja mendongakkan wajahnya menatap takjub akan indahnya Sentuhan Klasik pada bangunan dua lantai tersebut. Sementara Darso tampak sibuk mengangkat beberapa barang dari dalam bagasi mobil.
"Ayo Non." Ajaknya.
Darso melangkahkan kakinya menuju Teras rumah dan menekan Bell. Pintu terbuka menampilkan Sosok seorang pria paruh baya yang sudah berdiri diambang pintu. Senyumnya melengkung menatap presensi Rasenja yang juga berdiri sambil memperhatikan sekitar.
"Gimana perjalanannya So? Aman?" Tanya nya pada pak darso dengan nada ramah.
Darso mengangguk. "Aman Pak." Jawabnya sambil mengangkat jari jempol.
Jantung Senja berdegup Kencang, Nafasnya seolah tercekat kala manik kembarnya bertemu tatap dengan sorot mata Bramana Putra. Suami dari Mendiang Tantenya yang merupakan kakak kandung dari Luna, Mendiang ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIOPHILE [ Tangisan Dibawah Hujan ]
Genç Kurgu🚩 "𝘽𝙖𝙜𝙖𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙧𝙖𝙝𝙪 𝙠𝙚𝙘𝙞𝙡 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙚𝙧𝙤𝙢𝙗𝙖𝙣𝙜-𝙖𝙢𝙗𝙞𝙣𝙜 𝙙𝙞𝙩𝙚𝙣𝙜𝙖𝙝 𝙡𝙖𝙪𝙩𝙖𝙣, 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙩𝙪𝙡𝙖𝙝 𝙖𝙠𝙪 𝙝𝙞𝙙𝙪𝙥. 𝙬𝙖𝙡𝙖𝙪 𝙥𝙚𝙣𝙪𝙝 𝙠𝙚𝙩𝙖𝙠𝙪𝙩𝙖𝙣 𝙖𝙠𝙪 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙩𝙚𝙩𝙖𝙥 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙚𝙣𝙙𝙖𝙡𝙞𝙠𝙖...