1/

0 1 1
                                    

"Ayah harap, setelah pernikahan kalian ini. Kalian bisa hidup sebagaimana mestinya suami-istri. Sengkara, tolong jaga Chandie ya nak. Dia mungkin akan sedikit bawel nanti dirumah kalian" ujar ayah Chandie membuat seisi ruangan terkekeh.

Chandie dan Sengkara hanya terkekeh palsu, demi menutupi semua kebohongan yang telah mereka berdua lakukan didepan keluarga besar mereka. Rasanya Chandie ingin cepat-cepat pergi ke rumah dan tidur, dia lelah dari pagi bersandiwara dan menyunggingkan senyum palsunya itu.

"Pasti dong yah, Sengkara gamungkin buat Chandie dalam bahaya. Kita pasti jadi keluarga yang rukun nanti, iyakan sayang?" ucap Sengkara sembari memeluk bahu seseorang yang sekarang statusnya sudah menjadi istrinya.

'Pinter banget acting, cih' dalam hati Chandie. Ia memutar bola matanya malas,

COTTAGE

Mereka sampai di cottage sekitar jam setengah 7 malam, padahal niat Chandie ingin langsung tidur di kamar tetapi Sengkara malah mengajaknya untuk berbicara empat mata. "Gabisa besok pagi aja? gue ngantuk tau ga" ujar Chandie.

Sengkara menghidupkan rokoknya, perlahan duduk didepan Chandie. "Lo kira lo doang? Karna kita satu rumah, jadi gue pikir kita harus bikin peraturan"

"Kayak semisal, lo gaboleh ngurusin hidup gue apapun yang gue lakuin dan-" ujar Sengkara terpotong.

"Begitupun juga sebaliknya, lo gausah ngurusin hidup gue. Kita jalanin aja kaya biasanya lo ya lo, gue ya gue." saut Chandie.

Sengkara terkekeh pelan, menyesap rokoknya kembali "Oke, deal" .

"Itu doang kan? gue mau mandi" Ujar Chandie langsung pergi meninggalkan Sengkara.

Sengkara bangun dari duduknya dan berniat untuk tidur tanpa mandi, ia sangat malas malam ini. Ia masih jengkel lantaran orang tuanya hanya menyiapkan satu kamar di cottage seluas ini, tapi itu wajar karna bagi mereka kami sudah menjadi suami-istri. Masih tersisa sekitar 2 ruangan yang tidak terpakai, ia berfikir mungkin akan membuatkan Chandie kamarnya sendiri. Seperti peraturan yang mereka sepakati tadi, tidak ikut campur dalam hidup masing-masing.

Sengkara perlahan membuka pintu kamarnya, melihat Chandie dengan rambut basahnya sedang berkutik dengan laptopnya di sofa. Sengkara hanya acuh, dia kembali menatap ranjang yang ada di depannya.'Duh gaenak banget, masa iya harus tidur dikasur berdua'

"Kalo lo gamau tidur satu ranjang, lo tidur di sofa. Gue di ranjang" ujar Chandie sarkas dan ketus.

"Dih enak di lo dong. Galiat itu sofa pendek mana pas sama kaki gue." runtuk Sengkara.

Chandie berjalan kearah ranjang dan duduk, ia mengambil satu guling dan menaruhnya ditengah. "Ini batesannya, lo gaboleh lewat se cm pun. Dan lo gaboleh megang-megang gue, Ngerti!"

Sengkara berdecih. Ia terlihat berfikir sejenak, tak lama akhirnya Sengkara merebahkan dirinya. Ia menatap Chandie tajam yang entah sedang sibuk dengan apa di laptopnya."Najis gue megang lo." saut Sengkara tajam.

Chandie mematikan laptopnya dan melepaskan kacamatanya lalu ikut merebahkan diri di ranjang. Ia memilih untuk tidur menghadap ke kiri, sungkat menatap wajah suaminya itu. "Kalo bukan karna bokap lo, gue gamungkin kaya gini. Bisa aja gue nolak terus kabur dari rumah."

Chandie terpaku, kenapa Sengkara masih saja mengungkit masalah tersebut. Chandie awalnya tidak ingin mengatakan apa-apa, tetapi- "Gausah bawa-bawa bokap gue, sekarang kita udah sah jadi terlambat kalo lo ngungkit masalah bokap gue yang maksa gue buat nerima perjodohan ini." ucap Chandie gemetar.

"Kalo bukan karna bokap gue sakit keras, gue juga gaakan nerima ide perjodohan ornag tua lo ra. Disini posisinya kita udah dewasa dan lo juga tau, kita acting cuman didepan keluarga besar." ujar Chandie tersinggung.

Sengkara diam seribu bahasa, apa yang dikatakan Chandie memang benar tetapi masih ada rasa marah dan kecewa dihatinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AFTER MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang