24; Mengenang

779 92 2
                                    

"Kita bertemu lagi yah, Keiko [Name]"
"Aku sekarang lebih kuat loh, mau mencoba bertarung?"
Terdengar jelas nada sombong dari orang atau lebih tepatnya kutukan dihadapan [Name] sekarang ini.

"Nggak, makasih."
Dengan ekspresi dan nada yang datar [Name] menjawab.
Dirinya nggak mau bertarung sekarang.

Bukan karena energi nya terkuras habis, memang energi nya terkuras tapi tak habis juga mungkin setengahnya.

Tapi ada yang lebih penting lagi.
Yaitu, Rei tengah menunggu nya pulang.

Kok Rei nunggu [Name] pulang?.
Ada beberapa alasan, secara garis besarnya karena Rei yang ingin mengunjungi dan bermain bersama [Name].

Sudah jarang bocah laki-laki tersebut melihat [Name] disekitar nya, dikarenakan kesibukan yang akhir-akhir ini melanda [Name].

"Eh?.."
"Kau takut yah dengan ku??"
Sombong sekali kutukan ini, rasanya pengen [Name] cabik cabik itu muka songong dari kutukan tersebut.

"Takut?"
"Seharusnya kau kan yang takut?"
Death eyes dari [Name] mulai diaktifkan kembali untuk menyerang kutukan bau got pt2.

Tapi kali ini [Name] hanya mengaktifkan Death eyes nya tingkat 3 saja, dirinya sedang menghemat energi sekaligus memulihkannya.

"Bocah ingusan seperti kau ini hanya bisa bertarung jarak jauh saja yah?"
"Aduh lemah sekali, walau energi kutukan kau mengenai ku..."
"Aku masih bisa memulihkan nya dengan cepat."

"Kau terlalu percaya diri, hingga tak sadar lawan mu ini bukan hanya bocah saja."
"Aku ini pewaris dari Death eyes"
"Kau itu hanya serbuk debu yang tak ada bandingannya dengan ku"
Kalimat penuh tekanan dan intimidasi dari seorang [Name] benar-benar menyeramkan.

Ditambah dengan [Name] menaikan tingkat Death eyes dari 3 menjadi 6.

"Menarik, pertarungan yang pasti akan ku abadi kan dengan tubuh mu di pajang di tempat ku."
Kutukan itu pun menyerang [Name] bertubi-tubi.

Tapi dengan mudah [Name] menghindari nya, walau ada kesulitan beberapa kali, tapi [Name] masih bisa menghindari nya.

"Terserah deh, cepat selesaikan."
"Aku ingin pulang."
Sekarang giliran [Name] yang menyerang balik kutukan tersebut dengan tendangan nya.

Pertarungan mereka cukup sengit, karena mereka berdua sama-sama unggul dalam keadaan masing-masing.

Waktu sudah berlalu 15 menit setelah [Name] mulai bertarung dengan kutukan dihadapan nya ini.

Serangan demi serangan kutukan itu lancarkan pada [Name].
Tapi, sama seperti sebelumnya [Name] masih dengan mudah menghindari nya, walau energi nya sudah cukup terkuras banyak.

"Kau terus terusan menghindar ya, tak mau menyerang nih?"
"Lemah banget deh."
Tanpa memedulikan ejekan dari kutukan itu [Name] terus menghindar sebisanya.

"Kau tahu, kenapa dari tadi aku menghindar?"
"Supaya bisa menggunakan teknik ini."
Lalu sebuah kilatan hitam tersebar diarea tubuh [Name], tangannya juga sudah mengarah menembak kearah si kutukan.

"Selamat tinggal, Kato"
"Itu namamu 'kan?"
Kutukan yang mendengar nama aslinya disebut tentu saja terkejut bukan main.

Selama beberapa kali bertemu dengan [Name], [Name] tak pernah menyebutkan nama Kato sebelumnya.

Tapi, sekarang?.
"Kau...ingat yah ternyata.."

"Tentu saja, kau kira ingatan ku lemah?"
"Semoga kau mendapatkan hukuman setimpal di alam baka."
Lalu kilatan hitam itu langsung mengarah ke Kato.

Dan menghancurkan badan dari si kutukan itu.
"Aku menggunakan senjata rahasia hanya untuk membunuh kutukan lemah seperti ini, sungguh beruntung untuk mu melihat senjata rahasia milik ku"
Setelah itu [Name] pergi dengan meninggalkan tubuh Kato yang hancur lebur disana.

Tak ada sedikit pun rasa belas kasih dalam diri [Name].
Dalam pikirannya hanya satu dirinya terpikir.
"Aku ingin mengunjungi makam keluarga sebentar."

Sedangkan dalam sudut pandang Kato.
"Dia benar-benar tumbuh jadi orang kuat."
"Benar kata-kata orang itu..."

"BILA AKU MATI, YANG AKAN MEMBALAS SEMUA INI ADALAH CUCU KU!"
Kilasan kalimat itu terlintas dalam benak Kato.

"Benar yah ternyata..."
Setelah itu Kato menghilang bagai debu.

Kembali lagi dengan [Name].
Kini perempuan yang sudah berumur 17 tahun tersebut sedang berada di pemakaman khusus keluarga Keiko.

"Maaf, aku tidak bawa bunga untuk kalian, karena dadakan sekali."
"Aku hanya ingin mengobrol sebentar, boleh kan?"
Sambil berucap begitu, [Name] memposisikan dirinya untuk duduk diantara 2 makam disana.

"Kalian disana apa kabar?, Pasti baik kan."
"Aku disini baik-baik juga kok, seperti yang selalu ku katakan."
"Semua orang juga baik, kecuali Kei-chan..."
"Dia tak terlalu banyak berubah, maafkan [Name]."
Tetesan air mata mulai mengalir membasahi wajah [Name], suara isakan pun terdengar jelas disana.

[Name], menangis pilu.
"Sungguh, aku tak tahu bagaimana arah hidup ku tanpa kalian..."
"Tapi, sekarang arah hidup ku sedikit demi sedikit muncul"
"Oh, iyaa..."
"Aku sudah pernah bilang bahwa aku punya pacar kan? Hahaha kalian pasti sedang tertawa melihat anak gadis kalian sekarang sudah punya pasangan"
"Aku ingin sekali membawa nya kesini, tapi belum kesampaian."
"Kapan-kapan ku ajak dia, kalau dia sudah pulang."
"Aku pamit pulang dulu yah, sayang kalian semua."
[Name] pun beranjak dari duduknya dan pergi menjauh dari makam yang bertulis.

Keiko Kitagawa.

Dan...

Erina.

Nama dari kedua orang tua [Name].
Sudah 7 tahun berlalu sejak kejadian naas menimpa keluarga besar Keiko.

Sekarang sebagian besar dari mereka tengah tidur di tempat peristirahatan terakhir masing-masing.

Kejadian yang membuat alur hidup [Name] berubah drastis 180°.

Hidupnya penuh kebahagiaan itu ternyata langsung sirna seperti ditelan bumi.

Hanya memori memori sedih yang terkenang setelah itu.

Walau begitu [Name] mencoba tegar, karena sekarang yang tersisa dari keluarga nya hanyalah.

[Name], dan Keiji.

Hidup memang kejam pada mereka, tapi beginilah namanya kehidupan.

Manis, pahit, asam, asin, harus dirasakan oleh mereka diwaktu yang masih belia.

Sejujurnya tak ada yang tahu masa kelam [Name], selain Gojo dan para petinggi Jujutsu.
Sisanya tak ada yang tahu, bahkan Yuuta yang notabene nya pacar dari [Name] saja dirinya tak tahu.

Alasannya simpel.
"Aku mencoba membuang yang buruk, dan menginggat yang baik nya saja"

Yuuta juga tak pernah menanyakan masa lalu sang kekasih.
Karena menurut dirinya, [Name] yang sekarang adalah [Name], masa lalu apapun yang [Name] alami biarlah masa lalu.

Yuuta tak peduli.
Dirinya hanya tahu bahwa dia sangat mencintai gadis nya, [Name].

"Aku akan cerita saat waktu nya saja yah."
"Itu apa yah?"
"Lihat deh ada gajah!"
[Name] akan mengganti topik dan langsung kabur.

Sudah berapa kali mereka mencoba, tapi tak berhasil.
Jadi mereka akhirnya menyerah.

Mereka juga tak mau mendesak [Name], takutnya [Name] risih sendiri jadinya.

"Masa lalu ku? Sebaiknya tak usah diungkit."
"Terlalu membosankan untuk diceritakan."

Lebih sedikit yang kalian tahu, lebih baik.










TBC.
Setelah ini Shibuya arc.
Jujur aku takut sendiri nulis nyaa😭🙏.

Eyes Of Death; Jujutsu KaisenWhere stories live. Discover now