"Bisakah aku Bahagia dan Tersenyum"
Itulah yang kuinginkan untuk saat ini, entah kapan terakhir kali aku tersenyum dengan lepas yang kuingat hanya senyuman kaku dan palsu yang selalu ku tunjukan. Mungkin saja karena aku sudah terbiasa dengan itu, tentang rasa kehilangan,rasa penderitaan, pengorbanan dan penyesalan yang selalu aku alami sehingga membuatku tidak bisa tersenyum dengan lepas bahkan untuk bahagia sekalipun.
Pendewasaanku lebih cepat dibadingkan dengan teman-teman ku, disaat mereka merasakan kebahagiaan sebagai seorang anak, aku hanya mendapatkan penderitaan dan kesedihan. Semua itu mengalir begitu saja dan membuatku tahu bahwa duniaku dan mereka amat sangat berbeda.
"Kenapa aku berbeda? kenapa hanya mereka yang sangat bahagia? kenapa aku tidak bisa seperti mereka?"
Sebuah pertanyaan yang selalu muncul dalam benak ku. Mereka sangat beruntung mendapapatkan itu semua, entah itu uang, kebahagiaan bahkan keluarga, mereka sangat beruntung mendapatkan itu. Tapi terkadang mereka selalu menyia-nyiakan keadaan seberuntung itu, dan selalu membuatku bertanya "Apakah mereka seberuntung itu?".
Mimpiku hanya ingin menjadi salah satu dari mereka yang beruntung, tapi sayangnya Tuhan tidak mendukungku dan mungkin keberuntungan bukan miliku dan memang seharusnya aku tidak menjadi salah satu orang yang beruntung.
Keluarga? bagiku hanya formalitas saja untuk memperlihatkan bahwa mereka ada, bahkan aku tidak ingat bahwa aku punya mereka.
Sejak kecil aku terbiasa dan berteman baik dengan kesedihan, Ayah yang pergi meninggalkan ibu untuk wanita lain bahkan itupun saat aku masih didalam perut ibu. Bahkan setelah lahirpun aku harus merasakan kesepian selalu ditinggal pergi ibu, dan hanya kakek dan nenekku yang menjagaku. Diumurku yang kelima tahun aku harus menerima kenyataan bahwa aku memiliki seorang ayah dan mendapatkan kebencian dari keluaga ayah tiriku, aku tahu karena aku merasakanya begitu meraka sangat tidak menyukaiku, mereka membenciku dan bahkan mereka menganggap diriku tidak ada.
Diumur tujuh tahun aku harus berpisah dengan ibuku, ibu memilih tinggal dengan ayak dan adik tiriku, dan aku? aku dititipkan pada kakek dan nenekku. Saat itu aku pikir akan bahagia karena bisa hidup bebas namun sekali lagi keberuntungan bukan miliku, diumurku yang 11 tahun aku harus mendapatkan pelecehan dari pamanku dan membuatku trauma. Aku harus menahan itu, menahan semua rasa sakit, rasa sedih, bahkan rasa trauma aku harus menyembunyikan nya aku harus mengendalikan semua emosi itu diumurku yang seharusnya aku menerima sebuah kasih sayang, bermain dan tersenyum.
"Kapan aku bisa bernafas bebas, tersenyum dan bahagia?."
"Biarkan sekali saja aku bernafas, tersenyum dan bahagia, bisakah itu terjadi?."
Doaku, harapaku, Impianku berharap jika suatu saat keberuntungan akan berpihak padaku. Tapi jika keberuntungan tidak berpihak kepadaku, bisakah aku meminta suatu keajaiban? keajaiban yang membuatku bisa melupakan semua kenangan buruk, semua rasa sakit dan kesedihan yang sellu menimpaku, jika sihir memang ada, maka tolonglah aku, buat aku bernafas, tersenyum, dan bahagia.
Aku menunggu, akan selalu menunggu sampai itu terjadi padaku. Aku harus memastikan itu benar-benar terjadi padaku, walau hanya semantara.
;
;
;
;
Hingga
Sebuah keajaiban tiba
Aku merasa aku bisa bernafas, tersenyum dan bahagia.
Dan berharap keajaiban ini lebih sempurna dibandingkan dengan keberuntungan.
Dan sepertinya tidak ada keberuntungan dan keajaiban yang datang di hidupku.
Lagi dan lagi aku harus berteman dengan kesedihan.
;
;
;
;
;
Senja ku harap dia kembali
dan tersenyum indah kepadaku.
🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky, Sunside and You
Teen FictionBisakah kamu kembali? membawa senyumku. ; Kuharap lebih baik kita tidak mengenal, aku menyesal menyimpan perasaan ini sendirian. ; Apakah aku punya keberanian untung menyatakanya? ; Kuharap kamu tenang, aku baik-baik saja. Aku baik-baik saja sama se...