CHAPTER 1

11 1 0
                                    

"Vanesha, kita ke sana, yuk!" ujar Xavier sambil menununjuk ke arah telaga. "Nggak mau! Nanti kalo kita jatuh terus tenggelama gimana?" tolak Vanesha. "Nggak akan jatuh kita! Kan ada aku! Ayolah, Vanesh," paksa Xavier sambil menarik tangan kecil kembaran nya itu. Mau tidak mau, Vanesha hanya bisa menuruti kemauan saudara kembarnya ini. sesampainya di depan telaga, Xavier melihatnya dengan penuh takjub. "Vanesh, liat! Telaganya bagus banget!" takjub Xavier sambil menunjuk telaga itu. "Biasa aja, tuh!" balas Vanesha datar. "Kamu nggak asik banget, Nesh!" gerutu Xavier kesal. Vanesha tertawa melihat wajah kesalnya Xavier sambil mencubit pipi gembulnya Xavier. lalu gadis kecil itu berjalan ke sebuah bangku yang tak jauh dari mereka berdiri. "Kalau mau main, aku nggak ikutan!" peringat Vanesha sambil mencibirkan lidahnya. "Yaudah!" ujar Xavier, lalu anak laki-laki itu duduk di depan telaga sembari memainkan kakinya ke dalam telaga tersebut. sedangkan Vanesha membaca buku diatas bangku tersebut sambil menunggu kedatangan mama, papa dan abangnya. Lima menit sudah berlalu, namun keluarganya tak kunjung datang. "Xavier!" panggil Vanesha sambil menutup buku bacaannya. Namun, gadis itu tak mendapati jawaban dari Xavier. Gadis kecil itu terkejut tatkala ia tak mendapati keberadaan Xavier. Panik, gadis itu pun mencari-cari keberadaan Xavier. "Xavier! Kamu dimana?!!!" teriak Vanesha sambil berlari-lari mencari keberadaan Xavier. Tiba-tiba, kedua matanya menangkap seorang anak laki-laki tengah berjalan memasuki telaga itu. Dengan cepat, gadis itu berlari menghampiri anak laki-laki tersebut. Dirinya begitu yakin bahwa anak laki-laki itu adalah Xavier. "XAVIER!!" panggil Vanesha setelah dirinya sudah di dekat anak laki-laki itu. "Xavier! Oi, kamu nggak dengar?" ujar Vanesha sambil menepuk pundak anak laki-laki itu. Anak itu lalu memutar tubuhnya menatap wajah Vanesha. "Syukurlah, itu kamu, Vier! Ngapain kamu disini? Buruan balik!" ucap Vanesha sambil menarik tangan Xavier. "Nggak! Aku nggak mau balik!" berontak Xavier sambil menepis tangan Vanesha. "Buruan balik!" paksa Vanesha sambil memegangi tangan Xavier. "Aku bilang nggak mau! Lagian buat apa balik? Aku mau pergi!" ronta Xavier. "Pergi? Kemana? Ini di telaga! Kamu mimpi?" tanya Vanesha heran. 
"Aku mau pergi! Pergi ke tempat sesuatu yang indah! Mau ikutan?" tawar Xavier sambil mengunggingkan senyumannya. "Kamu ngigau?" tanya Vanesha. "Enggaklah! Aku serius! Dunia ini udah nggak baik buat kita!" jelas Xavier sambil menarik tangan Vanesha. Karena kebingungan, Vanesha hanya mengikuti langkah Xavier di sampingnya. Hingga akhirnya, air telaga itu sudah sampai setinggi dagu mereka berdua. "Terus kita ngapain? Jangan-jangan ini akal licik kamu, kan biar bisa main air?" tanya Vanesha curiga. "Enggak! Udah ikutin aja aku!" tolak Xavier. "Yaudah, terserah kamu!" pasrah Vanesha. Namun, secara tiba-tiba Xavier menenggelamkan wajah Vanesha ke dalam tegala itu. "Oi... Xavier!!!! Kamu... ngapain?!!" panik Vanesha berusaha memberontak. namun, Xavier begitu kuat menenggelamkannya hingga akhirnya Vanesha lelah dan tak ada lagi oksigen disana. Dirinya kini tenggelam. Tak lama, sudah ada Xavier yang juga tenggelam tepat di hadapannya. Dia tersenyum sambil menggenggam tangan mungil Vanesha. Vanesha hanya menatap dengan penuh pertanyaan. "Aku tak mengerti dengan semua ini, Xavier! Jika aku mati, tidak apa-apa! Karena yang kau katakan memang benar. Aku lelah, setidaknya ada kamu yang masih bersamaku!" ucapnya dalam hati dan semuanya menjadi gelap.

                                                      >>>----------------<<<

 "AKKHHHH!!!!" teriak seorang gadis yang baru saja terbangun dari tidurnya. Wajahnya terlihat pucat, keringat dingin membasahi dahinya dan nafasnya juga sesak. "Ck, sial! Selalu mimpi itu yang muncul!" umpatnya sambil mengacak rambutnya sendiri. "Vanesha!" panggil seorang wanita yang kira-kira berumur 28 tahun yang kini berada di pintu kamar. "Eh, eh, bunda? Maksudnya, pa... pagi bunda!" ucap gadis itu. "Vanesha, kamu nggak pa-pa, kan? Tadi bunda dengar kamu teriak-teriak," tanya sang bunda. Terlihat wajah wanita itu begitu khawatir. "Ehe, Vanesha nggak pa-pa, kok, bun! Cuman mimpi buruk, kok, bun!" jelas Vanesha. "Beneren, nih, nggak pa-pa? Kalo iya bunda izinin sama pihak sekolah," tanya bunda memastikan. "Iya, bunda! Vanesha nggak pa-pa, kok! Lagian ini hari pertama Vanesha kelas sebelas, masak iya udah izin aja," ujar Vanesha. "Yaudah, buruan sana mandi, princess-nya bunda!" perintah sang bunda. "Siap, ratu!" ujar Vanesha sambil memberi hormat. Sang bunda hanya tersenyum melihat tingkah putrinya itu, lalu keluar dari kamar Vanesha. Sepeninggalnya bunda, Vanesha duduk termenung di atas kasurnya. Di tengah lamunannya, tiba-tiba handphone-nya yang berada diatas nakas. Gadis itu lalu mengambil handphone-nya dan terlihat sebuah pesan masuk dari seseorang. Gadis itu lalu kembali mematikan handphone-nya dan kembali ia letakkan diatas nakas. Lalu gadis itu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. 

                                          >>>----------------<<<

15 menit kemudian, Vanesha keluar dari kamarnya dengan pakaian putih-abu-abunya dan penampilan yang begitu rapi. Sesampainya di dapur, gadis itu sudah mendapati bundanya duduk tengah menunggu dirinya. "Pagi, bunda!!!" sapa Vanesha dengan senyuman khas miliknya. "Pagi juga, sayang!" balas sang bunda sambil menyunggingkan senyumannya. "Yaudah, buruan sarapan sana! Nanti telat, lho!" ujar sang bunda sambil menarik kursi disampingnya. "Iya, bunda ku sayang!" ujar Vanesha, lalu gadis itu meminum segelas air yang sudah disiapkan oleh bundanya. "Kamu sarapan sendiri aja, ya? Soalnya bunda mau siap-siap dulu!" pamit sang bunda. Vanesha hanya menganggukkan kepalanya. "Jangan lupa minum obatnya, ya!" ingat sang bunda sebelum dirinya benar-benar pergi ke kamarnya. "Iya, bunda!" respon Vanesha. Setelah itu, sang bunda benar-benar pergi ke kamarnya. "Terkadang, gue selalu mikir, kenapa bunda begitu sayang sama gue? Kenapa mama setega itu benci sama gue?" pikir Vanesha disela sarapannya. "Lo mikir apa, sih?! Harusnya lo bersyukur masih ada bunda yang sayang sama lo!" tepis Vanesha pada dirinya sendiri. 

 Beberapa menit kemudian, Vanesha sudah menghabiskan sarapannya. Tak lupa, ia meminum obatnya sesuai yang diperintahkan bundanya. Setidaknya masalah kesehatan dirinya tidak lagi merepotkan bundanya. Secara tiba-tiba, handphone Vanesha berdering menandakan seseorang menelponnya. Gadis itu segera melihat layar handphone-nya. Disana tertera nama "Kaivan bawel" yang sedang menelponnya. 

"Apa?" tanya Vanesha dingin. 

"Bilang 'halo' kek dulu atau 'assalamualaikum' kek biar sopan!" ujar seseorang disebrang sana. 

"Suka-suka gue, lah! Napa lo?!" ujar Vanesha. 

"Galak amat, neng!" ujar orang tersebut. 

"Cih, lo nelpon ngapain?" tanya Vanesha yang sudah malas dengan orang yang diseberang sana. 

"Jangan marah-marah napa? Entar cepet tua baru rasa lo!" canda orang tersebut. 

"Jawab atau gue matiin?" ancam Vanesha.

"Iya, iya! Pagi-pagi udah main ngancem-ngamcem lo! Udah siap belum? Gua jemput lu!" ujar orang tersebut. 

"Yaudah, itu doang, kan?" tanya Vanesha. 

"Iya! Yaudah, tungguin gue!" ucap orang itu. 

"Hmmm..." jawab Vanesha, lalu orang diseberang sana memutuskan sambungan telepon tersebut. "Vanesha!" panggil sang bunda yang sudah rapi dengan pakaiannya. "Iya, bun?" tanya Vanesha. "Dah siap sarapannya? Udah diminum obatnya?" tanya sang bunda.  "Udah, bunda!" jawab Vanesha. "Yaudah, buruan ke depan sana! Kaivan, dah nungguin, tuh!" ujar sang bunda. "Heh? Dah datang aja? Barusan dia nelpon!" kaget Vanesha sambil mengambil tasnya sambil berlari ke depan. Dan benar saja, ternyata Kaivan sudah menunggunya sambil memegang helm di pinggangnya. "Sejak kapan lo sampai?" tanya Vanesha heran. "Sebelum nelpon lo!" jawab Kaivan sambil menaik-turunkan alisnya membuat siapapun kesal melihat wajahnya itu. "Aelah, napa nggak bilang aja lo udah dateng, abang?!" kesal Vanesha sambil menjitak kepala Kaivan. "Sakit, woi! Marah-marah ae kerjaan lo!" ujar Kaivan sambil mengusap kepalanya yang habis dijitak adiknya itu. "Biarin!" ujar Vanesha. "Itu helm buat gua, kan?" tanya Vanesha. "Noh, buruan pakek!" ujar Kaivan sambil memberikan helm yang sedari tadi dipegangnya. "Ululu.. makacih abang ganteng gua!" ucap Vanesha sambil mencubit pipi Kaivan. "Nggak jelas emang lo!" ujar Kaivan kesal melihat tingkah adiknya yang satu ini. Vanesha hanya mencibir lidahnya sebagai tanda ejekan. "Dah, siap?" tanya Kaivan yang sudah menaiki motornya. "Udah!" ujar Vanesha yang sudah berada di belakang Kaivan. "Dah, pamit sama bunda?" tanya Kaivan. "Eh, lupa!" jawab Vanesha. "Udah, hati-hati kalian berdua, ya!" ujar sang bunda yang sudah berdiri di teras. "Bunda, Vanesha berangkat dulu, ya!" teriak Vanesha diatas motor sambil melambaikan tangannya. Sang bunda hanya membalas lambaian tangan Vanesha. "Nggak sopan banget lo!" ujar Kaivan. "Udah, ah! Buruan aja!" ujar Vanesha. "Kami pamit, bun!" ujar Kaivan. Bunda hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Lo juga sama!" ujar Vanesha. "Diem lo!" ujar Kaivan sambil menghidupkan motornya. Lalu Kaivan dan Vanesha mulai meninggalkan perkarangan rumahnya dan melaju menuju sekolah mereka. 

                                                    >>>----------------<<<

OUR STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang