bab 82

2.9K 132 16
                                    

Maap baru up.
Keasikan sama dunia sendiri wkwkwkwk.


Happy Reading
-
-
-
-
.
.
.
.

Ares menginap semalaman dirumah yang ditinggali Adiba dan Risa. Dia tertidur bersama istri dan anaknya yang ingin selalu menempelinya ketika tidur, bahkan Zidan yang biasanya terus memeluk sang Buna tapi tadi malam dia terus memeluk Ares, entah anaknya itu sadar atau tidak ketika tertidur memeluknya, tapi Ares tetap bahagia dia merasa Zidan sudah memaafkannya walaupun kemarin sempat histeris.

Tapi dia tahu didalam lubuk hati anaknya itu pasti merindukan kehadirannya dan ingin selalu merasakan kasih sayangnya dan dengan sepenuh hati Ares akan memberikan kasih sayang yang belum pernah anaknya itu dapatkan darinya.

Bahkan waktu Adiba membangunkan Ares untuk sholat subuh pun bocah kecil itu ikut terbangun dan ingin ikut sholat berjamaah bersama mereka membuat Ares tersenyum bahagia, sepertinya Zidan memang sudah tidak marah lagi padanya.

Sekarang ini Ares sedang berada dikamar bersama Zidan karena menunggu Adiba membuat sarapan bersama Risa. Ares duduk dikasur bersama Zidan yang melendotinya bermain ponsel, dia memang tidak mengerti apa yang Ares mainkan karena mereka memang tidak mempunyai ponsel maka dari itu Zidan penasaran dan mendekati Ares untuk melihatnya.

Ares pun tersenyum melihat tingkah putranya yang kepo dengan apa yang dia mainkan, dia juga beberapa kali menunjuk ponsel Ares dan menanyakan ini dan itu membuat Ares dengan senang hati menjawabnya.

"Om om itu kok ada manusia dibenda itu?!" Tanyanya histeris.

Ares terkekeh dengan ucapan Zidan lalu dia menjawab "iya dong, hebatkan bisa muncul disini." Tunjuknya pada ponsel yang menampilkan anak kecil dividio itu.

Zidan menatap Ares dan mengangguk semangat "hebat! Om kok bisa punya benda seperti itu. Didan kenapa tidak punya?"

Ares mengusap gemas kepala Zidan "karena Zidan masih kecil, jadi tidak boleh bermain seperti ini. Nanti Zidan jadi anak yang malas, tidak mau belajar. Memangnya Zidan mau jadi anak yang malas?"

Zidan menggeleng keras "tidak. Didan tidak mau, didan ingin jadi anak pintal bial bisa bekelja Telus kasih uang untuk Buna."

Ares tertegun dengan penuturan anak sekecil Zidan, biasanya anak seusianya hanya tahu main dan main saja. Tapi Zidan, dia malah ingin menjadi orang pintar dan bisa bekerja untuk buna nya.

Ares tersenyum "Zidan tidak perlu bekerja, kan ada ayah. Ayah nanti yang akan kasih uang untuk Buna dan Zidan."

Zidan langsung terdiam tapi matanya masih menatap layar ponsel Ares yang memperlihatkan anak-anak kecil yang bernyanyi.

Dengan hati-hati Ares menatap wajah Zidan "Zidan mau kan panggil ayah dengan sebutan papa, tidak om lagi?"

Zidan menoleh menatap Ares, tatapannya seolah seperti seorang anak dewasa yang melihat kesungguhan Dimata sang ayah. Ares sempat ragu mengatakan itu, dia tidak ingin anaknya histeris lagi seperti kemarin.

Namun tanpa diduga ternyata Zidan mengangguk dan langsung memeluk lehernya "iya papa."

Ares terdiam masih terkejut dengan Zidan yang memeluknya seraya memanggilnya 'papa'. Hatinya bergetar hebat mendapat perlakuan anaknya sampai membuat matanya berkaca-kaca namun bibirnya terus tersenyum seraya membalas pelukan sang anak.

ARSARES NAZRIEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang