chapter 01 : orang bodoh

80 14 14
                                    

Seseorang yang bodoh itu adalah orang yang tidak tau tempatnya. Mereka tidak menyadari posisinya, dan sering keliru mengenai posisinya dan orang lain. Tapi mereka tidak bisa dikatakan bodoh sepenuhnya, karena dalam beberapa situasi, mereka secara sadar mengetahui posisi mereka. Tak ada yang bodoh di dunia ini, melainkan hanya sifat sombong yang ada.

Tahun 2020 (6 tahun yang lalu)

Theza menatap Ethan yang membelakanginya menghadap jendela. Theza kembali berdehem untuk membuat tanda kehadirannya di ruangan ini. Tak lama menunggu Ethan berbalik menghadapnya.

"Anak sayang papa udah datang." Ethan membelai surai Theza dengan lembut, Ethan juga menambahkan senyuman indah di wajah tuanya. "Bagus, ada yang mau papa bilang ke kamu."

"Apa ini tentang bisnis papa lagi?"

Masih dengan senyumannya, Ethan memberikan jawaban, "Engga sayang, masalah bisnis papa kemarin sudah selesai berkat saranmu. Emang kamu yang bisa papa banggakan."

Seharusnya Theza merasa senang saat ini. Saat dimana ia mendapat pujian dan apresiasi dari Ethan yang dikenal sangat ketat. Namun apa ini? Ruangan yang luas bahkan dengan penyejuk ruangan ini tak mampu membuat dirinya merasa tenang. Theza merasakan sesuatu yang hangat dan sesak sekaligus di dalam dadanya. Ia mendadak teringat Bayu, saudara satu satunya.

Theza sontak menepis tangan papanya yang kini hendak menyentuh pipinya, seolah dirinya adalah hal yang paling berharga bagi Ethan. Hal yang tak boleh hilang.

"Aku ga suka papa kaya gini."

Kening Ethan mengerut, "Kenapa? Karena memang faktanya seperti itu Pranadipa Theza Akarsana. Anak bodoh satu itu tidak bisa diharapkan."

"Anak bodoh itu anak papa. Dia saudaraku. Ga seharusnya papa ngomong kaya gitu."

Rahang Ethan terbentuk mendengar anak kebanggannya mengeraskan suaranya. "Papa ga pernah mengajarkan seorang Akarsana untuk bersuara keras. Akarsana bekerja dengan otaknya, bukan dengan suaranya."

"Tapi papa memberi kami contoh seperti itu," Theza menatap dalam mata Ethan seolah menusuk sesuatu di sana, "Papa selalu membentak kami ketika kami melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan papa."

Bukan harusnya Theza melawan Ethan saat ini. Bahkan Theza dikemudian hari bertanya tanya alasan mengapa dirinya berbuat demikian pada saat itu. Seolah olah keberanian sesaat muncul di permukaan, Ethan menyebut keberanian konyol anaknya dengan serangga yang harus dimusnahkan. Ethan berpikir jika Theza saat ini dibiarkan, maka Theza dapat berbuat lebih di kemudian hari. Oleh karena itu, ia memberikan tamparan keras pada pipi anaknya kali ini.

Theza mematung, seolah tak mempercayai perbuatan Ethan. Tentu saja Theza mengetahui sikap ringan tangan ayahnya ini, namun untuk pertama kalinya Theza merasakannya, membuat hatinya meringis mengingat bagaimana perasaan Bayu yang selalu menerimanya.

"Sekali saja pa? Kenapa ga sekalian pukul perutku pa? Biar aku sadar dan jadi anak penurut papa lagi." Oh apa yang dipikirkan Theza kali ini?

"Diam! Pasti Bayu mengajarkanmu buat melawan papa! Anak bodoh itu memang tidak pernah-"

"Ga ada hubungannya sama bang Bayu pah! Jangan salahkan bang Bayu untuk kesalahanku sendiri."

Theza merasakan pipinya kembali panas dan sudut bibirnya yang terluka akibat tangan Ethan lagi. Sepertinya Ethan benar benar diliputi amarah sekarang.

"John, panggil anak itu ke sini sekarang." Ethan akhirnya mengeluarkan titahnya kepada asisten pribadinya yang sedari tadi diam menyaksikan pertikaian bapak dan anak itu.

Farewell, HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang