1

14 6 38
                                    

Ayam berkokok. Mentari mulai menampakkan diri seakan mengintip dari balik awan putih yang menggumpal seperti gula kapas yang sering dijual di pasar malam. Burung-burung bersenandung ria, bertengger di atas pohon mangga yang tumbuh rimbun di sebuah taman kecil yang ada di samping rumah yang cukup besar. Satu meter dari pohon mangga, di tembok rumah tersebut terdapat jendela yang setinggi manusia. Ketika kedua daun jendela tersebut terbuka, burung-burung yang masih bertengger di atas pohon terkejut dan mengepakkan sayapnya secara spontan melayang ke langit nan jauh hingga tak terlihat lagi. di bingkai jendela, berdiri wanita paruh baya dengan rambut panjangnya yang sedikit ikal. Wanita itu mengenakan kacamata oval yang membuat wajahnya terlihat lebih tua. Ia menghirup udara pagi sebanyak-banyaknya seperti manusia yang lama tak mendapatkan oksigen. Membalikkan badan dan menghela napas berat seakan membuang paksa semua oksigen yang telah ia hirup. Ia menggeleng menghadap ke sebuah kasur. Seseorang berbaring di sana, tubuhnya habis tertutupi oleh selimut coklat yang hampir melilit tubuhnya. Wanita tersebut menggoyang tubuh itu hingga bergerak bangun dari tidurnya.

"Mama...," rengek si pemilik tubuh yang ternyata adalah pria muda. Ia mengucek kedua matanya yang masih setengah terbuka berusaha untuk mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul.

"Ayo cepat siap-siap! Ini sudah siang, kamu bisa terlambat di hari pertamamu masuk sekolah!" gertak wanita tengah baya itu. Sementara anaknya hanya mengangguk lemas, ia menguap malas ketika mamanya pergi meninggalkan kamar.

"Hari pertama masuk sekolah, ya..." gumamnya pelan.

Hari ini ia mulai menduduki bangku SMA. Kembali masuk sekolah setelah berapa lama libur kelulusan. Kini dia akan mengenakan seragam sekolah yang baru, mendapatkan pelajaran baru, sekolah baru, teman baru, dan suasana baru.

"Tapi apakah nasibku juga akan baru?" tanyanya pada bayangan dirinya yang terpampang di kaca kamar mandi. Dipandangi wajahnya di kaca yang masih kucel. Pandangannya tampak lesu dan tidak bersemangat. Kekhawatiran, ketakutan, semua terpancar dari bola matanya.

"...atau sama saja seperti sebelumnya," bisiknya lagi.

Rasya Arvanza namanya, biasa dipanggil Rasya. Laki-laki yang berjiwa lemah lembut. Banyak yang bilang dia memiliki wajah yang cantik dan sedikit imut, sehingga membuat banyak anak perempuan yang suka gemas melihatnya. Bahkan saat kecil ia sering diperlakukan seperti anak perempuan oleh teman perempuannya, seperti mengikat rambut dan merias wajahnya. Mereka juga berencana untuk memakaikan gaun wanita kepada Rasya, tapi dia menolaknya mentah-mentah. Sebagai laki-laki, tentu saja Rasya ingin memiliki teman lelaki yang bisa diajak bermain bola, mobil-mobilan dan lainnya, bukan malah memakai gaun perempuan. Akan tetapi Rasya terlalu cengeng dan penakut untuk seorang pria. Tak ada anak laki-laki yang mau berteman dengannya. Bahkan mereka suka membully Rasya dan mengejeknya dengan julukan, cowok cantik.

Rasya telah siap dengan seragam sekolahnya. Celana abu-abu, baju putih dan dilapisi lagi dengan jas abu-abu. Ia menata rambutnya dengan rapi kemudian langsung memanggul tas hitamnya dan kembali bercermin memandangi penampilannya. Menepuk pipinya tiga kali sembari menghela napas pelan.
"Semoga beruntung.."

Rasya pamit kepada mamanya yang masih terlihat mencuci piring di dapur. Kemudian berlari kecil ke garasi dan mengambil sepedanya yang berwarna biru tua. Sepeda yang telah dia gunakan sejak masih duduk di bangku SMP. Padahal papanya berniat untuk membelikan sepeda yang baru, tetapi Rasya sendiri tidak pernah mau mengganti sepeda tersebut. Baginya sepeda itu adalah harta tak tergantikan. Ada kenangan tersendiri yang membuat Rasya begitu menyayangi sepeda tersebut.

Sepeda dikayuh dengan kencang di antara hiruk pikuk jalanan kota yang sudah ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang. Peluh mulai menetes. Meski baru pukul 06.40, panasnya matahari mulai terasa terik. Tiba di sekolah, Rasya langsung memarkirkan sepedanya dan berlari kecil menuju kelas yang telah ditentukan. Kelasnya berada di lantai tiga, di atas pintunya tertulis "KELAS X IPS 2". Itulah kelasnya. Rasya menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu berharap nasib baik akan menunggunya di dalam sana. Dia sudah sangat lelah dengan kehidupannya semasa SMP dulu. Dan dia ingin menjadikan masa SMA menjadi masa mudanya yang indah dan menyenangkan.

Pretty BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang