Anné menyingkap sedikit tirai kamarnya dengan pelan dan menoleh ke halaman depan mansion Justin.
Anné lagi lagi menghela napas panjang.
Justin benar-benar mengurungnya saat ini dan penjagaan mansion menjadi lebih ketat 2 kali lipat dari biasanya, terlihat dari para bodyguard yang berjalan ke sana kemari sambil bertukar pembicaraan lewat alat di telinga mereka.
Suasana yang membuat Anné lelah.
Dan lebih menjengkelkan adalah dia sudah tidak sekolah lagi dalam artian Anné berhenti sekolah.
Anné benar-benar tidak bisa menerima keputusan Justin namun dia tidak bisa melawan, jika hanya modal nekat saja tidak bisa, Justin adalah pria tangguh nan berkuasa, suka memaksa, kejam, licik, keras kepala, tidak mau mengalah dan masih banyak lagi yang membuat Anné capek jika harus mengutarakan nya satu satu.
Rusak sudah masa depannya yang ingin menggapai cita-citanya sebagai seorang pelukis.
Semua ini berawal dari kalung bermata sayap elang itu.
"Pria itu..." Gumam Anné kembali mengingat tentang laki-laki yang memberinya kalung di sekolah tempo lalu.
Flashback on..
Anné menghela napas lega.
Dia kini sedang duduk di bawah pohon samping sekolah, dia merasa sedikit risih karena bodyguard Justin terus menerus mengawasinya terlebih lagi CCTV ada dimana mana membuatnya merasa tidak memiliki privasi sama sekali. Dia melihat sekeliling, CCTV tidak akan bisa menjangkaunya karena daun pohon yang lebat dan bodyguard Justin nampaknya belum terlihat dari pandangannya saat ini.
"Lama tidak bertemu, Anné..." Tiba-tiba suara berat seorang terdengar.
Anné terkejut mendengar namanya disebut, kemudian dia melihat ke sekeliling namun tidak mendapati orang misterius tersebut, sehingga dia mendongak ke atas pohon.
"K-kau..." Tubuh Anné menegang saat melihat seorang pria dengan jas hitamnya sedang duduk di batang pohon dengan santainya.
Pria tersebut langsung melompat dan mendarat tepat di depan Anné.
Anné terdiam.
Pria tersebut tersenyum yang sayangnya membuat Anné terpesona.
Grep!
Aroma maskulin tercium ke indera penciuman Anné.
"Aku merindukan mu lebih dari apapun di dunia ini..." Bisik pria tersebut dengan lembut.
Anné berusaha kembali dari lamunannya.
"K-kau... Bagaimana b-bisa..." Monolog Anné yang sayangnya masih bisa terdengar di telinga pria tersebut.
"Semua tentangmu aku tau... Bahkan dimana kau bernafas detik itupun aku tau." Pria tersebut menyeringai.
"Apa yang kau inginkan dariku?" Anné melepas pelukannya dengan cepat.
Pria tersebut lagi lagi tersenyum dan mengeluarkan sesuatu dari balik jas hitam mahalnya.
"Memberimu hadiah pertemuan setelah sekian lama," ucapnya sambil menunjukkan sebuah kalung bermata sayap elang, pria tersebut mendekat.
"Kita tidak sedekat itu sampai sampai kau harus memberiku hadiah!" Anné perlahan melangkah mundur dengan ketakutan yang terlihat jelas di wajahnya.