tiga : dimana hoodie lia?

6 0 0
                                    

"hah..cape juga hari ini..." gumamnya sambil merebahkan dirinya di lantai yang dingin

saat ini ia telah sampai di tempat dimana ia bisa bebas menangis juga menorehkan segala rasa yang ada di hatinya, kamar. "mandi gak ya, gak usah deh.." ia bermonolog sendiri dan bangkit hendak mengganti pakaiannya dan tiba tiba tersadar dengan jaket yang dipakainya.

"ini bukan punya gua, hoodie gua kemana?!" panik lia setelah sadar jika bukan hoodie miliknya yang ia pakai.

Dengan cemas ia mencari benda pipih yang biasa ia gunakan untuk berkomunikasi, tapi nihil ia tidak bisa menemukannya. Dan lia yakin kalau benda itu ada di hoodie miliknya, karena merasa khawatir tanpa berfikir panjang lia kembali berbalik tanpa mengganti seragamnya dan meninggalkan jaket yang sebelumnya tersampir indah memeluk pinggangnya.

Lia terus berlari membelah jalanan yang mulai sepi dan minim penerangan, "punten.." gumamnya pelan yang mungkin hanya dia yang bisa mendengarnya.

Jika kalian tanya lia berkata itu pada siapa, jawabannya adalah pada kebun singkong yang luas tanpa penerangan di sepanjang jalan yang ia lewati. Jujur saja ia takut. "awas aja kalo ada yang ngagetin, gua goreng lo.." gumamnya lagi sambil terus berlari

Dengan nafas yang memburu lia sampai dengan selamat meski kaki nya terasa lelah tak lagi bertenaga, dia mengetuk pintu berwarna putih itu lalu mundur beberapa langkah menunggu pemilik rumah keluar.

"lah, ngapain lo malem malem kesini?" tanya vera setelah memastikan lia lah yang baru saja mengetuk pintu rumahnya. Lia tersenyum masih dengan nafas yang tak beraturan, "lo.. nuker hoodie gua sama jaket.. ga?" tanya lia tanpa mendengar pertanyaan vera sebelumnya.

Vera menatap aneh pada sahabatnya "lo ngira gua maling?" tanya dia lagi tanpa menjawab pertanyaan lia. Lia menghembuskan nafas kasar, dan setelah itu ia menjelaskan secara rinci kejadian yang menimpanya. Niatnya ingin cepat menyelesaikan teka teki, tapi lia lupa kalau sahabatnya itu sedikit lemot dan berakhirlah dengan dia yang kembali menjelaskan.

"idih kurang kerjaan banget, mana ada gua nuker jaket sama hoodie lo yang udah buluk itu.." jelas vera membuat pundak lia semakin merosot

"ih bangs*t... terus siapa coba?" lia murka setengah berteriak dengan kata kata kotornya

Setelah itu tanpa berpamitan pada vera, lia kembali berlari menuju rumah setiap murid yang satu kelas dengannya. Berniat menanyakan hal yang sama, tapi baru beberapa meter saja ia meninggalkan rumah sahabatnya kakinya tak lagi mampu berlari dan lututnya terasa bergetar setiap ia melangkah.

"arghhh!!! kaki si*lan" gerutunya terduduk lemas tak berdaya sambil memukul mukul kaki nya

Lia terduduk lemas di pinggiran jalan yang sepi, melirik ke kanan dan ke kiri mencoba mencari bantuan atau angkutan umum lainnya namun nihil. Hampir setengah jam lia menunggu adanya angkutan umum yang lewat namun ternyata memang tidak ada, sudah di pastikan ia harus kembali berjalan ke rumahnya di tengah malam yang sepi menyusuri jalanan yang minim penerangan.

Saat hendak berdiri samar samar ia mendengar suara motor yang bising hendak melewatinya, namun saat pengguna motor itu mendekat ke arahnya ia tersadar bahwa orang yang mengendarainya adalah Langit.

segeralah lia berdiri sigap dengan sisa tenaga yang ada lalu melambaikan tangannya mencoba menghalau pandangan sang pengendara, dari kejauhan meski gelap bisa ia pastikan bahwa langit tersenyum ke arahnya.

"hai..." sapanya tepat di depan lia yang tingginya tak seberapa di banding dengannya meski saat ini ia masih terdiam di motor besar berwarna hitam itu

"sorry, boleh gua numpang sampe depan?" tanya lia memastikan langit bersedia atau tidak membantu dirinya yang sudah tampang setengah gila

tbc...

kira kira gimana kelanjutannya ya??
btw visualisasi yang cocok buat lia sama langit gimana ya??

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang