"Susah banget cari kerjaan di dunia ini, tuhan!" Pemuda kecil berambut hitam legam terlihat menenteng cv untuk melamar pekerjaan.
"Emang gini nasib bocil yateam. Kalau aja punya uang banyak, masuk sekolah elite dah tu gue," Dia mendudukan badannya di kursi taman.
Mata bulatnya berbinar cerah menatap penjual bakso keliling. Tangannya merogoh saku kemejanya menemukan uang pecahan dua ribu rupiah. "Astaga, melarat banget gue. Pengin bakso aja susah banget. Masa iya harus mulung dulu biar bisa beli bakso?" Wajahnya berubah murung melihat penjual bakso yang mulai menjauh.
"balonku ada lima, rupa-rupa warnanya!"
Kepalanya menoleh mengikuti suara nyanyian anak keil yang dia dengar. "Ngamen? Lumayan juga buat beli makan, halal kan?" Dia dengan segera menghampiri kumpulan anak kecil yang mengamen di pinggir lampu merah.
"Dek, kakak boleh ikutan ngamen nggak?"
Beberapa anak kecil tersebut menatapnya dengan tatapan penuh selidik. Dia dengan segera memutar otaknya untuk mencari alasan. "Ehm, kakak laper dari semalam belum makan, nih cari kerja belum ada yang mau nerima," Tangannya menujukan cv miliknya, "Kalau udah, kakak dikasih sepuluh ribu juga nggak papa, yang penting bisa beli bakso," Katanya dengan sedikit malu.
Anak-anak itu tersenyum lebar, "Boleh kak! Nanti kita makan bakso sama-sama, gimana?" Ujar salah satunya.
Pemuda kecil itu dengan segera menganggukkan kepalanya, "Mau! Ayok sini gitar biar kakak yang main,"
"Kakak bisa?"
"Bisa dong! Gini-gini kakak pernah jadi tim band di sekolah," Katanya bangga.
Mereka bertepuk tangan riang. "Kakak ganteng. Tapi kok mau jadi pengamen?"
"Kakak laper, jadi seadanya dulu. Nanti, kalau kakak udah dapet kerjaan yang lebih baik, kakak bakan sering ngunjungin kallian dan traktir kalian, karena kalian udah mau bantuin kakak!" Ujarnya semangat.
"Kakak baik!" Ujar anak yang paling kecil.
.
."Wahhhh! Kita dapat banyak banget uangnya! Kakak keren banget! Suaranya bagus banget, main gitarnya juga jago banget, iya kan?" Si kecil menatap temannya dengan berbinar.
"Iya bener!! Kakak mau sama kita aja nggak? Biar kita dapet uang banyak terus, hehe!"
Pemuda yang sedang dibanggakan terkekeh kecil, "Kakak mau aja kalau gitu, yang penting dapet makan, haha!"
"Kita bisa makan sama-sama terus kak!" Ujar salah satunya antusias.
"Oh iya, kita belum kenalan loh, kak. Nama kakak, siapa?"
Rafkal tersenyum kecil, "Nama kakak, Rafkal Aditya Dwi Saputra. Bisa dipanggil, Rafkal, atau Kala,"
"Tapikan, nama kakak nggak ada, Kala nya?"
"Kala itu diambil dari, Kal, sama Adit. Jadi digabung jadi, Kala,"
"Ohhh, gitu. Yaudah, ayok kak, kita cari duit lagi,"
Rafkal mengangguk mengiyakan, dia berdiri dari duduknya diikuti anak-anak lainnya. Namum, belum sempat melangkah, Rafkal di kejutkan dengan suara seseorang yang memanggil namanya.
"KAL!!!!!"
Dengan sgera dia menoleh ke sumber suara. Rafkal mendapati dua prmuda yang sedang berlari kearahnya dengan kedua tangan yang di rentangkan. Walaupun tidak begitu jelas, Rafkal bisa menebak bahwa kedua pemuda itu menangis.
_______________
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Rafkal
Teen Fiction[SEQUEL OF 7 DAYS] "Setidaknya, aku mati dalam keadaan kenyang," Rafkal aditya