Keping tiga • Back to school

50 6 0
                                    

Tetap tersenyum
Jangan terus bermuka masam
Bidadari tidak elok berwajah kusut
Tertawalah meskipun hatimu kisut
Aku akan selalu menjagamu
Meskipun dunia membenciku karena itu

(Demetra Aryavana)

°°°°

Lengkingan alarm terdengar nyaring di penjuru kamar bernuansa dominan hitam dan putih.

Di sebuah peraduan putih, terlihat pergerakan kecil. Selimut tebal membungkus seorang gadis secara masif.

Saat alarm kembali mendengking, sang gadis hanya mengeratkan kembali selimutnya. Mencari-cari kehangatan di pagi yang lembab.

Sinar matahari menelusup masuk dari sela-sela ventilasi jendela. Sang gadis terusik dengan paparan cahaya yang langsung mengarah pada netra.

Ia mengerjap. Lantas meregangkan kedua tangannya sambil sesekali menguap lebar.

Tiba-tiba terdengar suara handphone berdering. Lia mengernyit heran.

Siapa yang menelponnya pagi-pagi begini?

Menuntaskan rasa penasaran yang menggebu di dalam hatinya. Lia mengambil handphone yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidurnya.

Kernyitan di dahi nya semakin menumpuk, ketika nama Demetra muncul di nama pemanggil.

Apa yang dia lakukan sepagi ini?

Lia menggerutu dalam hati. Kemudian ia mengangkatnya dengan tak rela.

"Etra, kamu ngapain sih pagi-pagi telpon Lia." Lia kembali memberenggut sebal. Pagi harinya yang cerah harus terganggu dengan telpon dari sahabatnya Demetra Aryavana.

Dia adalah teman kecilnya. Sesosok laki-laki berperawakan sedang, berkulit coklat khas Indonesia. Dan ia menyebalkan bagi Lia, dari kecil selalu membuatnya menangis dengan kelakuan nakalnya.

"Calm down princess, gua disini cuma mau ngingetin lo. Hari ini sekolah, cepet lo mandi gih. Gua otw rumah lo."

Hening. Panggilan diputuskan secara sepihak. Lia mengerjap pelan.

Apa tadi katanya? Sekolah? Hah? Emang sekarang hari apa? Bukannya minggu ya?

Lalu dengan tergesa, ia membuka aplikasi kalender di handphone pintarnya. Matanya membulat sempurna. Dengan terburu-buru ia bangkit dari ranjang dan pergi mandi.

Gemericik air terdengar, lalu berhenti. Lia hanya bisa mandi ala kadar dan kemudian bergegas memakai seragamnya asal.

Langkah lebarnya membawa nya menuruni tangga dengan cepat. Lalu matanya melirik ke arah meja makan.

Di sana terlihat Ayah yang 'tak peduli padanya' sedang membaca koran dan meminum kopi. Di sebelahnya terlihat seorang wanita paruh baya menyiapkan sarapan untuk anak laki-lakinya yang berumur 3 tahun.

Lia tersenyum manis, dan dengan sengaja mengetuk-ngetuk sepatunya dengan keras. Ia mendapatkan atensi semua orang.

Masih tersenyum manis, ia menyapa ayah dan wanita yang harusnya ia panggil ibu.

"Pagi ayah. " Lia mengambil tangan ayahnya lalu mengecup pelan.

Ayahnya tidak merespon. Ia hanya melihat sekilas ke arah Lia, lalu kembali melanjutkan membaca korannya.

Melihat itu Lia hanya tersenyum dan menyapa Kenan, adik tirinya.

"Hi adek kakak yang ganteng. " Lia mendekat ke arah Kenan, sedikit membungkuk ia mengecup kedua pipi gembul adiknya.

Mata Kenan berbinar ketika melihat kakaknya. Dengan semangat ia turun dari kursi dan memeluk kakaknya erat.

Lia tersenyum. Lalu melepas pelukan Kenan dan melirik ke arah ibu tirinya.

Ibu tirinya Liana, tersenyum ramah pada Lia. Ia sangat tahu, anak tirinya tidak akan mau menyapanya ataupun sekedar berbasa-basi.

"Hello tante, Lia gamau makan ya. Karena kata mamah, jangan makan sembarangan. " Lia mengerjap polos, senyum nya melebar.

Liana mematung. Ia tahu betul maksud sindiran anak tirinya. Hatinya sakit, tapi ia tidak boleh lemah. Ia sudah berjanji pada Almarhumah Nisa ibu kandung Lia, untuk selalu menjaga Lia dan menjadi seorang ibu yang baik. Meskipun ia tahu itu sulit. Melihat segala penolakan terang-terangan yang selalu dilemparkan sang anak.

Liana tersenyum. Lalu ia melihat Lia melengos pergi dari hadapannya. Ia hanya bisa menarik napas berat.

Dilain sisi, Bram menyaksikan semua itu. Melihat reaksi istrinya, dia geram pada anaknya.

"LIA!" bentakan nyaring terdengar.

Langkah kaki Lia melambat, dengan gerakan slow motion dia melihat Ayahnya sedang berjalan kearahnya dengan tergesa. Lalu sebuah tangan melayang ke arah pipinya.

Lia hanya mampu menutup mata. Ia tak mau melihat tatapan benci Ayahnya. Lia kenyang dengan segala caci-maki yang ironisnya dilemparkan oleh Ayahnya sendiri.

Beberapa detik menunggu, hening. Tak ada yang terjadi. Lia mengernyit heran, lalu perlahan membuka kedua kelopak matanya.

"Etra." Lia berbisik lirih.

Mendengar bisikan lirih namanya, Demetra menoleh sekilas ke arah Lia. Lalu tatapannya terfokus pada Ayah sahabatnya.

Demetra tersenyum. Lalu melepas cengkraman tangannya dari ayah Lia.

"Maaf om, saya sama Lia udah telat nih. Kami buru-buru. Saya ambil Lia ya. Duluan om. " Demetra membungkuk sebentar dan tersenyum sopan.

Kemudian menelusupkan jari-jarinya di tangan Lia. Lalu tanpa memperhatikan reaksi sahabatnya, ia menyeret Lia dengan paksa.

°°°°

Woah woah ada pahlawan kesiangan nih :)
Fufufu chapter ini special buat temenku plus dia juga yang selalu mendukungku (sedikit maksa) untuk terus nulis. Dia penunggu setia cerita ini, bisa disebut kuncen kan *uhuk.

Thanks for reading all ^—^

[END] What's wrong with me?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang