« 03 - Plester Luka »

196 38 76
                                    

Introducing: Raden Azka Nageswara

"Smile, because you're the prettiest when you smile."

...

Happy reading

Selasa, 1 Januari 2019
Azka's POV

Aku terbangun ketika merasakan sesuatu menetesi pipi, juga guncangan yang terasa tak berselang lama setelahnya. Keningku mengernyit. Kepala ini seperti mau pecah, ditambah badan yang serasa remuk semua. Wajar, karena semalaman aku pingsan di lantai.

"Kak, jangan tinggalin Bella."

Suara samar dibarengi isak itu membuatku mengerjap. Dengan segera, aku membuka mata dan menoleh ke sumber suara. Kulihat seorang gadis cilik enam tahunan berlutut sambil menangis sesenggukan di samping kananku.

"Kak Azka nggak akan pergi kaya ibu, kan?" Gadis cilik itu meringkuk, menenggelamkan wajah pada kedua lutut. "Bella nggak punya siapa-siapa lagi selain Kakak."

Kurasakan dadaku mencelus saat Bella mengatakan itu. Mendadak, aku merasa jadi manusia paling jahat di dunia. Bagaimana bisa aku dengan bodohnya berniat mengakhiri hidup, sementara aku masih memiliki seseorang yang harus kujaga? Ralat, bukan sekedar berniat. Aku sudah melakukan bunuh diri semalam, hanya saja percobaan itu gagal.

Aku terdiam, menatap nanar gadis cilik itu. Perlahan, aku menegakkan punggung, mengubah posisi menjadi duduk,  kemudian menggeser tubuh mendekat padanya. Kedua tangan terulur, dengan lembut menggamit jemari mungil itu.

"Kakak sayang sama Bella. Kakak nggak akan tinggalin Bella." Aku termenung beberapa saat seusai mengucap itu, menyadari baru kali pertama aku menunjukkan sikap dan kata-kata lembut itu pada Bella.

Atau bisa dibilang, baru kali ini aku menganggap gadis itu ada. Sebagai adik.

Jujur, Bella sama sekali bukan adik yang kehadirannya aku harapkan, sama sekali tak terpikirkan bahkan. Usianya masih satu tahun ketika ibu menemukannya tersesat--lebih tepatnya dibuang--di dekat stasiun kereta. Ada tiga benda yang ditinggalkan bersama dengan anak itu. Sebuah kartu kredit berwarna hitam, kalung perak berliontin pipih dengan ukiran dua huruf sandi Morse--yang tak pernah absen dipakai gadis itu--dan sobekan kertas berisi:

LOST, MAYBE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang