Tujuh bulan, bukan lah waktu yang lama. Contoh nya saat ini, sekarang waktu kita bersama hanya tersisa enam bulan lagi-- untuk sekedar bertatap muka ataupun hanya saling melewati di sekolah."Clara, gue masih bingung sama diri gue," kata Licha.
"Bingung di mana nya?" tanya Clara, sambil memakan keripik kentang yang ia beli tadi.
"Gue benaran suka sama dia atau cuman rasa kasihan sama dia," jawab Licha.
Clara, tersenyum. "Dengar, Cha. Kedua yang lo katain tadi, gak sepenuh nya salah, tapi juga gak sepenuh nya yang lo katain itu benar. Manusia itu memiliki perasaan, entah itu rasa cinta atau perasaan ibah kepada seseorang. Jadi coba lo pikirin dengan tenang dan timbangin semuanya. Apa yang lo rasain setiap di dekat dia? Rasa suka atau malah hanya sekedar rasa ibah yang di miliki setiap orang pada umumnya?"
Licha, menatap sahabat nya itu, lalu tersenyum. "Makasih selalu ada buat gue, Clara. Lo salah satu manusia favorit yang gue suka di dunia ini."
"Lo juga favorit buat gue. Tapi, gue mau bilang ke lo, Cha."
"Apa?" tanya Licha.
"Jangan pernah, benci sama orang yang lo sayang, entah itu dia berbuat hal yang fatal ataupun hal kecil sekalipun. Karna mungkin ada suatu hal, di balik semua yang dia lakuin. Dan tetap jadi diri lo sendiri, jangan ubah diri lo, karna seseorang ataupun sama omongan orang lain."
"Satu lagi, lo harus jadi cewek yang berkualitas, agar lo gak di sakitin sama cowok gila manapun. Cari yang benar-benar pas buat lo, jangan cari orang yang lo suka aja, tapi cari dia yang mau selalu ada di samping lo dalam keadaan apapun itu. Intinya lo gak boleh ngemis cinta dari cowok luar sana."
Licha, mengangguk mantap. Sahabat nya itu terlihat dewasa dalam berfikir maupun bertindak. Licha menyayangi Clara layak nya saudara.
"Clara!" panggil Bara- dia pacar dari Clara- mereka berdua sudah menjalani hubungan mereka selama lima bulan terakhir. Banyak yang mengatakan kedua nya terlihat sangat serasi. Dan ada pula yang membenci kedua nya karna memiliki hubungan yang spesial.
Clara, tersenyum ke arah lelaki itu. Saat rambut lelaki itu tertiup oleh angin, membuat sosok itu terlihat sangat manis dan tampan.
"Ayo pulang," ajak Bara.
"Cepat banget? Ke cafe tempat biasa aja dulu," kata Clara.
"Haha, baiklah tuan putri yang cantik," ucap Bara. Dengan tangan yang mengusap pelan kepala gadis itu.
Kedua nya seakan melupakan sosok Licha yang masih berada di sana. Dan hal itu membuat Licha merasa jengkel, karena harus melihat hal yang semanis ini sendirian.
"Gue masih disini!" cetus Licha. Kedua nya menatap ke arah Licha bersamaan.
"Lo mau ikut kita gak?" tanya Clara.
"Mau sih, cuman gue malas di jadiin obat nyamuk sama kalian berdua."
Clara, menatap Bara dari samping. Bara yang paham maksud dari tatapan itupun langsung memanggil Bryan yang sedang berjalan keluar dari kelas nya.
"Bryan!" panggil Bara. Bryan yang mendengar panggilan itu, berjalan mendekat ke arah ketiga nya.
"Kenapa?" tanya Bryan.
"Ikut ke cafe gak?" tanya Bara.
Bryan, menatap Clara sekilas yang berada di samping Bara. Gadis itu menatap Bryan dengan mata yang penuh harapan, agar lelaki itu mau ikut bersama mereka.
"Kapan?" tanya Bryan.
"Sekarang. Tapi lo sama Licha, gue sama Clara."
Bryan, mengangguk.
"Yaudah ayo."
"Gak aman jantung gue!"
Bara, menarik tangan Clara untuk jalan berdua di depan, untuk meninggalkan Bryan dan Licha berdua di sana.
"Ayo," ajak Bryan. Licha mengangguk. Jantung nya terasa seperti ingin meledak.
.......
Licha, menerima helm yang di berikan oleh Bryan dan memasangnya. Dan di depan mereka ada Bara yang sedang memasangkan helm kepada Clara dengan sedikit bercanda. Manis. Licha juga ingin merasakan hal yang sama.
"Ayo naik," kata Bryan, yang menyadarkan nya dari lamunan.
Licha, mengangguk. Jantung nya saat ini sudah tidak bisa di ajak untuk berkerja sama. Ia canggung. Ia tidak pernah sedekat ini dengan sosok Bryan. Wangi parfum milik lelaki itu memasuki indra penciuman nya. Licha suka wangi parfum ini.
"Pegangan, Cha. Nanti lo bisa jatuh," kata Bryan.
Degh!
Sial! Jantung Licha tidak bisa berkerja sama. Tuhan kenapa seperti ini? Ini terlihat canggung dan tidak aman untuk kesehatan jantung nya.
Perlahan Licha menaikkan tangan nya untuk memegang jaket milik Bryan dengan tangan yang sedikit bergetar.
"Clara, jantung gue gak kuat!!"
......
"Clara," panggil Bara lembut.
"Iya?"
"Gue sayang sama lo," kata Bara. "Gue gak mau kehilangan lo. Gue takut akan hal itu. Stay with me, Clara!"
"Bar, gue gak akan pernah ninggalin lo. Dan itu dengan izin Allah. "
.......
Malam ini, Licha merebahkan tubuh nya di kasur. Wajah nya memerah. Senyum nya sedari tadi tidak memudar. Jantung nya berdetak lebih cepat, ia bisa mati mendadak kalau seperti ini.
"Kenangan pertama yang manis, Bryan."
Ia menatap layar ponsel nya, di mana ada foto Bryan dengan diri nya yang sedang duduk bersama.
"Manis! Manis banget!!"
......
"Clara, gak bisa, Pa!"
"Clara gak akan bisa nerima nya!" lanjut Clara. Ia menatap pria yang sedang duduk di hadapannya.
"Tapi ini demi kebaikan kamu!" kata papa Clara.
"Clara punya pacar, dan itu Bara!!"
"Apa yang kamu suka dari anak itu? Dia bahkan terlihat seperti anak yang tidak baik dan sangat tidak cocok untuk kamu, Clara!"
"Papa gak tau apa-apa tentang, Bara!" cecar Clara. "Dia baik, pa. Dia bisa pahamin, Clara... "
"Pada akhir nya, Clara bakalan tetap pilih dia," kata Clara dan melangkah pergi dari sana.
"Saya terpaksa harus menyingkirkan anak itu secara paksa!"
......
Min, 03.09.23
![](https://img.wattpad.com/cover/351343315-288-k545180.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu Dan Putih Abu-abu
Teen Fiction"Semenjak hari kelulusan itu tiba, aku tidak pernah bertemu dengan diri nya lagi dan hari itu adalah hari terakhir aku bertemu dengan sosok dia." - Aku, Kamu Dan Putih Abu-abu