♧Second : Discarded♧

48 3 1
                                    

"Ugh..."

Baru saja membuka mata, kepalaku sudah pusing.

Tiba-tiba saja aku sadar bahwa aku sudah ada dikamar saja, berbaring seperti tadi dan bangun karena mimpi buruk. Kira-kira, sudah berapa lama aku pingsan tidak sadarkan diri? Entahlah, rasanya malas menghitungnya seperti orang yang tidak punya kerjaan.

Ngomong-ngomong, tanganku sakit...

Aku mengusap tanganku, tempat yang disuntikkan cairan biru tadi. Rasa sakitnya masih ada, membuat tubuhku kejang-kejang akibat efeknya. Apakah separah itu? Jika Ibu ingin membunuhku menggunakan cairan biru yang dibuat Penyihir itu, kenapa aku tidak mati?

Sudahlah, jangan dipikirkan.

Aku kembali memaksakan diriku untuk bangun. Tidak sengaja, aku terkejut ketika diriku melewati cermin, secara samar-samar aku melihat diriku yang lain disana. Aku kembali kepada cermin, berdiri dihadapannya dan terkejut begitu melihat penampilanku secara keseluruhan.

Tunggu, apa-apaan ini?!

Rambut coklat gelap dan mata merah muda bersinar?! Ini sama sekali bukan diriku! Dimana rambut perak dan mata biruku, hah?! Penampilan ini bahkan membuatku jauh lebih jelek daripada penampilan sebelumnya.

Aku jadi teringat kata Penyihir itu. Jika cairan tersebut tidak membuatku mati, aku akan menjadi makhluk menjijikkan. Ternyata itu benar, tapi... apa nama makhluk itu? Aku sama sekali tidak tahu, pengetahuanku sangat kurang karena belum bersekolah, bahkan di Istana saja tidak ada yang mau menjadi guruku.

Jika dipikir-pikir, aku akan diusir kan?

Jangan terlalu dipikirkan.

Aku mulai menepis pikiranku yang tidak masuk akal, pikiran aneh yang pada akhirnya akan mengacaukan konsentrasiku. Aku pergi meninggalkan kamar tidurku, hendak pergi berjalan-jalan mengelilingi Istana karena muak didalam kamar terus. Dan, agak aneh rasanya karena baru kali ini aku berjalan dengan keadaan kaki sempoyongan, mungkin pengaruh dari cairan sialan itu.

Tibalah aku diruang tamu, ruang yang begitu besar dan tempat para Bangsawan datang. Tetapi, ternyata ruang itu tidak kosong. Aku melihat dua orang yang bisa dibilang sebagai Ibu dan... Kakak kedua? Ya, aku yakin mataku tidak salah melihat, meskipun aku menguceknya untuk memastikan penglihatanku.

"Aku tidak mau ke Akademi, Bu!" Dapat kulihat dan kudengar bagaimana Kakak keduaku, Riddle Luste Alkina, membentak Ibuku. Tidak lama setelah itu, Ibu mengangkat tangannya dan melayangkannya ke pipi Riddle.

Plak!

Jujur, aku terkejut.

Biarpun aku sudah mengalaminya berkali-kali, tapi ini tidak semengerikan seperti melihat Riddle ditampar begini. "Aku tidak suka mendengar penolakan dari Putra yang telah kudidik setengah mati. Aku ingin kau menjadi Putra Mahkota Kekaisaran ini."

"Tidak, aku tidak ma-"

Plak!

"Jangan melawanku!"

Bentakan dari Ibu benar-benar keras. Bahkan Riddle pun jadi tidak berani berkutik. Sebaiknya aku pergi, akan berbahaya jika aku terlalu lama berdiri disela-sela pintu untuk mengintip mereka berdua. Aku berjalan, hendak memutar balik badanku dan berjalan ketempat lain.

Lalu...

Entah apa yang membuatku tersandung, aku terjatuh dalam posisi telungkup. Sialan, sekarang aku malah ada diruang tamu terkutuk ini, dan parahnya karena ada Ibu dan Riddle.

Habislah aku...

"I-Illial?!" Aku melihat Ibu langsung menjauh dariku ketika menatapku sekali saja. Tunggu, apa itu Illial? Apa karena penampilanku yang berubah sehingga aku dibilang begitu? "Menjijikkan! Bagaimana bisa ada Illial di Istanaku, hah?!"

"Karina...? Apa itu kau...?" Barulah Riddle membuka mulutnya dan berbicara setelah Ibu menyuruhnya diam untuk waktu yang cukup lama. Aku menggangguk menjawabnya, membuat Ibu memasang ekspresi terkejut. Syukurlah, setidaknya Riddle masih mengenalku.

"Karina katamu?" Ibu masih tidak percaya, buktinya, tatapannya masih tidak yakin. "Tapi, bagaimana bisa anak jalang itu malah menjadi Illial? Apa yang diberikan Penyihir itu padanya? Makhluk menjijikkan." Ya, aku tahu. Diriku memang menjijikkan, tapi apa harus sampai memanggilku dengan sebutan Illial?

Entah apa yang membuat wajah Ibu menjadi cerah kembali. Dengan senyum miring khasnya, beliau berkata demikian. "Aku punya ide. Sebentar lagi, Riddle akan bersekolah di Akademi Imperial untuk mengasah kemampuannya sebagai penerus takhta. Kalau Riddle tidak mau sendirian, sepertinya aku bisa membuangmu kesana juga untuk menemaninya."

Deg!

Sebentar, Ibu ingin membawaku ke Akademi? Bersama Riddle?

"Ibu! Jangan libatkan Karina!"

"Diam kau! Dia makhluk yang menjijikkan!" Perkataan Riddle langsung disela begitu saja oleh Ibu. "Sekarang, aku akan meminta Pelayan untuk membereskan pakaian kalian berdua. Malam ini, kalian harus berangkat kesana meskipun kalian menolak."

"Dan kau, Karina. Jangan bermimpi untuk kembali lagi kesini setelah kau berada disana."

Ibu langsung meninggalkan kami berdua didalam ruangan setelah berkata begitu. Kini, hanya tersisa aku dan Riddle, hanya kami berdua.

"Maaf." Satu kata itu keluar dari mulut Riddle. Ekspresinya sangat sedih. "Aku malah melibatkanmu didalam percakapanku dengan Ibu."

"Tidak, ini bukan salahmu, Riddle," balasku menenangkannya. Pikiranku masih ada satu hal yang membuatku kepikiran, yaitu panggilan Ibu untukku. "Ngomong-ngomong, apa itu Illial? Kenapa Ibu menyebutku begitu? Ya, aku tahu penampilanku berubah, tapi apakah ada yang salah dengan itu?"

"Illial? Apakah kau baru saja dicoba oleh Penyihir?" Aku mengangguk sebagai jawaban, dan dia kembali berbicara padaku. "Illial disebut sebagai makhluk mengerikan, karena Penyihir berhasil mencobainya dengan sesuatu. Aku tidak tahu apa benda itu, sejenis cairan...? Ya, yang aku tahu hanyalah cairan yang hampir membunuh manusia namun membawa dampak besar jika manusia itu selamat."

Begitu rupanya. Tapi kenapa aku merasa informasinya masih tidak cukup? Seperti, ada yang diketahui Riddle namun tidak dikatakan olehnya, atau yang tidak dia tahu. Sudahlah, aku menggelengkan kepalaku guna menepis semua pikiran burukku.

"Sebentar lagi..." Aku bergumam, sedikit menarik perhatian Riddle yang menatapku dengan wajah bingungnya. "Sebentar lagi, aku bebas dari tempat ini. Jika aku ada disana... mungkin kehidupanku akan jauh lebih baik daripada disini."

"Tidak ada amarah, tidak ada makanan busuk, dan tidak ada Penyihir jahat... kuharap aku baik-baik saja disana..." Aku bergumam, tanpa kusadar air mata sudah berjatuhan membasahi wajahku. Dapat kulihat dan kurasakan, bahwa Riddle memelukku guna menenangkanku. "Aku ada untukmu, semuanya akan baik-baik saja. Kau akan merasa lebih baik..."

Ya, memang hanya Riddle yang mengerti bagaimana diriku...

Seiring bertambahnya waktu, malam pun tiba. Akhirnya aku dan Riddle sudah berada diluar, dengan Pelayan yang membawa tas kami berdua, serta keluarga yang melihat kepergian kami. Sayangnya tidak ada yang menangis, tampaknya mereka seperti menantikan kepergian kami.

"Jaga diri kalian baik-baik." Ucap Ayah menatap kami berdua. Giliran Ibu yang berbicara. "Kuharap kalian berdua bisa mendapatkan prestasi yang layak untuk menjadi penerus." Begitulah katanya, dan Kakak pertama tidak mengatakan apa-apa. Ya, kami berdua kemudian pamit dengan sopan dan naik keatas kereta kuda bersama dengan barang-barang kami.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya kudanya menjalankan keretanya. Aku duduk disebelah Riddle, tanpa sadar aku malah menutup mataku dan tertidur pulas karena mengantuk, dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi padaku.

Akademi Imperial ya... aku penasaran dengan tempat itu sekarang...

♧♧♧
To Be Continue...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐃𝐀𝐑𝐀𝐇 𝐂𝐀𝐌𝐏𝐔𝐑𝐀𝐍 ; Carl CastielloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang